Deiyai, Tetesan Air Mata, 10 Desember adalah hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional yang disahkan PBB. Sayangnya meskipun menjadi anggota PBB, rezim penindas yang berkuasa di Indonesia seringkali melakukan pelanggaran HAM terhadap rakyatnya demi memperkaya diri dan melanggengkan tiraninya. Mulai dari rezim kolonial imperialis Belanda yang melakukan banyak pembantaian dan kekejaman.
Kemudian rezim kolonial fasis Jepang dengan kerja paksa Romusha dan perbudakan seks Jugun Ianfu. Lalu pembantaian 65 yang melahirkan rezim kediktatoran militer Orde Baru pimpinan Harto. Rezim yang kemudian sarat pelanggaran HAM. Penutupan sekolah-sekolah Tionghoa Desember 1966, Operasi Clurit atau penembakan misterius membunuh para preman tanpa jalur hukum 1981-1985, peristiwa Tanjung Priok 1984, peristiwa Talangsari di Lampung 1989, penculikan, kekerasan seksual, dan pembunuhan terhadap Marsinah Mei 1993, Kerusuhan 27 Juli (Kudatuli) 1996, pembunuhan wartawan Udin Agustus 1996, penjarahan dan pembakaran serta pemerkosaan anti-Tionghoa yang diduga kuat merupakan operasi intelijen Mei 1998, serta banyak penculikan dan penghilangan paksa terhadap aktivis-rakyat.
Namun karena banyak kasus pelanggaran HAM itu tidak dituntaskan dan pelaku (baik pelaku lapangan maupun otak operasi) tidak dihukum adil/setimpal, akibatnya modus serupa diulangi, dan pelanggaran HAM terus dilakukan di masa-masa berikutnya. Pemerkosaan dan pembantaian kembali dilakukan ke Ita Martadinata--aktivis perempuan. Penculikan dan pembunuhan dilakukan ke Salim Kancil. Begitu pula represi, kekejaman, dan kesewenangan sering dilakukan lagi ke para demonstran. Termasuk ke Papua berupa Pembantaian Biak Berdarah, Wasior Berdarah, dan sebagainya.
Rezim Jokowi juga melakukan banyak pelanggaran HAM. Mulai dari perampasan tanah dan penggusuran paksa di Kulon Progo, kriminalisasi Budi Pego karena menolak tambang perusak alam Tumpang Pitu, penembakan Paniai, pengepungan (Yeri)
Atmin.Blog.
Komentar
Posting Komentar