Langsung ke konten utama

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SEGERA PERINTAHKAN PANGLIMA TNI PROSES HUKUM OKNUM TNI PELAKU PENYIKSAAN ANAK DI KABUPATEN YAHOKIMO DAN WARGA DI KABUPATEN PUNCAK

Siaran Pers
Nomor : 004 / SP-LBH-Papua / III / 2024

Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua Holandia- Jayapur- Melangkah Tanpa Alaskaki “Komnas Perlindungan Anak Indonesia wajib laksanakan perintah Pasal 76 huruf e, UU No 35 Tahun 2014 Dalam Kasus Penyiksaan Anak di Kabupaten Yahokimo dan Komnas HAM RI Wajib laksanakan perintah Pasal 89 ayat (3) huruf b, UU No 39 Tahun 1999 Dalam Kasus Penyiksaan di Kabupaten Puncak”



Pada prinsipnya “penyiksaan adalah  setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang luar biasa, baik jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari orang itu atau orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatanyang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh orang itu atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa orang itu atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan apa pun yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan atau sepengetahuan seorang pejabat publik atau orang lain yang bertindak di dalam kapasitas publik. Hal itu tidak meliputi rasa sakit atau penderitaan yang semata-mata timbul dari, melekat pada atau diakibatkan oleh suatu sanksi hukum yang berlaku” sebagaimana diatur pada Pasal 1, Undang Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Internasional Tentang Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia. 

Berdasarkan fakta dalam bulan Maret 2024 di Wilayah Papua, tercatat ada 2 (dua) kasus penyiksaan yang terjadi di 2 (dua) tempat dan waktu yang berbeda serta dengan melibatkan pelaku yang berbeda pula sehingga tentunya mempertanyakan tugas pokok dari berbagai agenda pertahanan keamanan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat  di seluruh wilayah Papua sesuai denga ketentuan “kewenangan Provinsi Papua mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, moneter dan fiskal, agama, dan peradilan serta kewenangan tertentu di bidang lain yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” sebagaimana diatur pada Pasal 4 ayat (1), Undang Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Undang Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua. 

Peristiwa Pertama terjadi di Kabupaten Yahokimi terjadi saat penangkapan MH (15) dan BGE (15), dua pelajar yang ditangkap di Kali Brasa Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan, pada 22 Februari 2022.  Dua remaja di Distrik Dekai, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, ditangkap aparat TNI/Polri, Kamis (22/02). Mereka ditangkap tak lama setelah aparat menembak mati seorang milisi pro-kemerdekaan. Kejadian ini adalah rentetan dari penembakan pesawat Wings Air oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), 17 Februari lalu. Foto-foto penangkapan dua remaja di Yahukimo itu beredar luas. Dalam sebuah foto dua remaja laki-laki berusia 15 tahun itu berada dalam posisi menelungkup, sementara tangan mereka diikat ke belakang. Di sekitar mereka terdapat tiga tentara berseragam, salah satunya menjulurkan lidah ke arah pemotret. Pada foto lainnya, dua remaja laki-laki itu berada dalam posisi duduk bersila, dengan tangan diikat ke belakang. Sejumlah luka tampak pada tubuh mereka. Dua tentara berseragam dan bersenjata berdiri di belakang dan mengawasi mereka. BBC News Indonesia mengonfirmasi status dua remaja yang ditangkap tersebut kepada kepolisian. Keduanya dinyatakan tidak memiliki hubungan dengan milisi pro-kemerdekaan. “Statusnya masih saksi,” kata AKBP Bayu Suseno, Juru Bicara Satgas Damai Cartenz. Satgas ini berisi personel militer dan kepolisian. (baca : https://www.bbc.com/indonesia/articles/c2qe7e30gpyo). 

Peristiwa Kedua terjadi di Kabupaten Puncak sebagaimana terlihat dalam video viral yang menunjukan fakta adanya Penyiksaan kepada seseorang dalam sebuah drum dimana yang melakukan tindakan kekerasan salah satunya mengunakan baju berlambang Satgas Yonif Raider 300 Brawijaya. Atas peristiwa itu, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Nugraha Gumilar membenarkan, pelaku penganiayaan warga di Papua adalah anggota TNI. Ia mengatakan, warga diduga anggota TPNPB-OPM itu bernama Definus Kogoya. Kejadian penganiayaan dilakukan di Pos Gome di wilayah Kabupaten Puncak Papua. TNI, kata Nugraha, saat ini sedang melakukan penyelidikan. Anggota TNI itu juga sedang diperiksa. "TNI secara serius menangani masalah ini dan saat sedang dilakukan penyelidikan," kata Nugraha (Baca : https://nasional.tempo.co/read/1848617/kapuspen-benarkan-anggota-tni-aniaya-warga-diduga-afiliasi-tpnpb-opm). 

Dalam kasus pertama di Kabupaten Yahokimo ditemukan fakta pelanggaran ketentuan “Penangkapan terhadap Anak wajib dilakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya” sebagaimana diatur pada pasal 30 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Atas dasar itu, melalui adanya fakta tindakan penyiksaan dalam penangkapan maka jelas-jelas melanggar ketentuan “perlindungan Khusus bagi Anak yang berhadapan dengan hukum dilakukan melalui pembebasan dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi serta merendahkan martabat dan derajatnya” sebagaimana diatur pada Pasal 64 huruf e, Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Atas dasar itu, maka diharapkan agar Komisi Perlindungan Anak Indonesia dapat menjalankan tugas “menerima dan melakukan penelaahan atas pengaduan Masyarakat mengenai pelanggaran Hak Anak” sebagaimana diatur pada Pasal 76 huruf e, Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 

Dalam kasus kedua di Kabupaten Puncak ditemukan fakta pelanggaran ketentuan “Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, dipaksa, dikecualikan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang” sebagaimana diatur pada Pasal 34, Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dengan adanya fakta penyiksaan dalam penangkapan maka jelas-jelas melanggar ketentuan “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya” sebagaimana diatur pada Pasal 33 ayat (1), Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Atas dasar itu, maka diharapkan Komnas HAM wajib menjalankan Tugas dan wewenangnya melakukan “penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia” sesuai perintah Pasal 89 ayat (3) huruf b, Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam kasus video viral yang menunjukan fakta adanya Penyiksaan kepada seseorang dalam sebuah drum dimana yang melakukan tindakan kekerasan salah satunya mengunakan baju berlambang Satgas Yonif Raider 300 Brawijaya.

Berdasarkan pada penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 pada Bagian I Perihal Umum yang menegasakan bahwa “Deklarasi tersebut memuat perlindungan terhadap semua orang dari sasaran penyiksaan dan perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia, dan menyatakan perlunya langkah-langkah yang efektif untuk menjamin pelaksanaan Deklarasi tersebut. Langkah-langkah ini mencakup antara lain perbaikan cara interogasi dan pelatihan bagi setiap aparatur penegak hukum dan pejabat publik lain yang bertanggungjawab terhadap orang-orang yang dirampas kemerdekaannya. Adapun pengertian penyiksaan dalam Deklarasi ini adalah tindak pidana, menurut ketentuan dalam hukum pidana” sehingga dalam kedua kasus penyiksaan baik di Kabupaten Yahokimo dan Kabupaten Puncak ditemukan adanya fakta dugaan tindakan pidana sebagai berikut : 

1. Kasus Penyiksaan di Kabupaten Yahokimo ditemukan adanya Dugaan Tindak Pidana Terhadap Anak yang terlihat melalui fakta penyiksaan terhadap anak tersebut membuktikan bahwa adanya fakta pelanggaran ketentuan “Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak” sebagaimana diatur pada Pasal 76C, Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan atas tindakan tersebut wajib diberikan seangksi sesuai ketentuan “Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)” sebagaimana diatur pada Pasal 80 ayat (1), Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak;

2. Kasus Penyiksaan di Kabupaten Puncak ditemukan adanya dugaan Tindak Pidana yang terlihat melalui fakta penyiksaan tersebut membuktikan bahwa adanya fakta pelanggaran ketentuan “Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat” sebagaimana diatur pada Pasal 170 ayat (2) KUHP atau diistilahakan dengan Tindak Pidana Pengeroyokan dan fakta pelanggaran ketentuan “Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag-, steek-, of stootwapen), dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun” sebagaimana diatur pada Pasal 2 ayat (1), Undang Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 atau disitilahkan dengan Tindak Pidana Penyalahgunaan Senjata Tajam.

Sesuai dengan fakta dimana yang menjadi pelaku dalam kedua peristiwa penyiksaan diatas adalah oknum TNI yang sedang menjalankan operasi sesuai tujuan oknum TNI tersebut ditempatkan dikedua tempat masing-masing maka jelas-jelas tindakan tersebut tidak sesuai dengan Tugas pokok TNI sebagaimana yang diatur pada pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), Undang Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia sebab secara terang-terang telah terjadi tindakan pelanggaran hokum dan Hak Asasi Manusia sebagaimana disebutkan diatas.

Berdasarkan pada ketentuan “Prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang” sebagaimana diatur pada Pasal 65 ayat (2), Undang Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia maka terhadap oknum TNI terbukti melakukan Dugaan Tindak Pidana Terhadap Anak sesuai  Pasal 76C, Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 di Kabupaten Yahokimo dan oknum TNI terbukti melakukan Dugaan Tindak Pidana Pengeroyokan sesuai Pasal 170 ayat (2) KUHP dan Dugaan Tindak Pidana Penyalahgunaan Senjata Tajam sesuai Pasal 2 ayat (1), Undang Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 wajib diproses secara hokum. 

Pada prinsipnya “Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar” sebagaimana diatur pada Pasal 17, Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia maka kami Lembaga Bantuan Hukum Papua mengunakan kewenangan yang diberikan sesuai ketentuan “Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia” sebagaimana diatur pada Pasal 100, Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan kepada :

1. Presiden Republik Indonesia selaku pemegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara (Pasal 10, UUD 1945) segera perintahkan Panglima TNI segera Proses Hukum oknum TNI Pelaku Penyiksaan Terhadap Anak di Kabupaten Yahokimo dan Terhadap Warga di Kabupaten Puncak;

2. Panglima TNI segera Proses Hukum oknum TNI Pelaku Dugaan Tindak Pidana Terhadap Anak sesuai Pasal 76C, Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 di Kabupaten Yahokimo  dan oknum TNI pelaku Dugaan Tindak Pidana Pengeroyokan sesuai Pasal 170 ayat (2) KUHP dan Dugaan Tindak Pidana Penyalahgunaan Senjata Tajam sesuai Pasal 2 ayat (1), Undang Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 di Kabupaten Puncak sesuai perintah Pasal 65 ayat (2), Undang Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia;

3. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Repubik Indonesia segera mengefaluasi seluruh Kebijakan operasi pertahanan keamanan diseluruh Papua yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat sesuai Pasal 4 ayat (1), Undang Undang Nomor 2 Tahun 2021;

4. Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia segera membentuk Tim Penelaahan dan diterjunkan ke Kabupaten Yahokimo untuk melakukan penelahan mengenai pelanggaran Hak Anak sesuai perintah Pasal 76 huruf e, Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014;

5. Ketua Komnas HAM segera membentuk Tim Investigasi dan diterjunkan ke Kabupaten Puncak untuk melakukan penyelidikan sesuai sesuai perintah Pasal 89 ayat (3) huruf b, Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999;

6. Ketua LPSK segera berikan perlindungan kepada saksi dan korban dalam kasus Dugaan Tindak Pidana Terhadap Anak sesuai Pasal 76C, Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 di Kabupaten Yahokimo dan Dugaan Tindak Pidana Pengeroyokan sesuai Pasal 170 ayat (2) KUHP dan Dugaan Tindak Pidana Penyalahgunaan Senjata Tajam sesuai Pasal 2 ayat (1), Undang Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 di Kabupaten Puncak sesuai perintah Pasal 12, Undang Undang Nomor 13 Tahun 2006.

Demikian siaran pers ini dibuat, semoga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Atas perhatiannya disampaikan terima kasih.

Jayapura, 23 Maret 2024

Hormat Kami
LEMBAGA BANTUAN HUKUM PAPUA


EMANUEL GOBAY, S.H.,MH
(Direktur)


Narahubung :
082199507613

Post. Admind 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SETELAH DENGAR HASIL UJIAN PAKAIAN SISWA/I SMA Kelas XII Di NABIRE DIWARNAI BINTANG KEJORA POLISI MEMUKUL Mince Heluka, BEBERAPA ORANG MENANGKAP POLISI

Siswi SMA kelas XII,Foto Mince heluka dapat pukul dari Polisi Nabire. Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua- Kota Jeruk 🍊 -Melangkah Tanpa Alas Kaki- Nabire Siswa/i SMA kelas 3 dengar hasil ujian, mereka mewarnai pakeyan abu putih dirubah Bendera Identitas diri Papua Barat, Bendera Bintang Kejora/Bintang Fajar Polisi Melakukan pukulan dan penangkapan terhadap siswa/Siswi. Dengan melihat Siswa Mewarnai dengan warna Identitas sehingga beberapa orang anggota polisi dan ada pula yang dapat pukulan dari Polisi pada Senin 06/05/2024. Kata M.D melalui Handphone genggamnya. Penangkapan dan pemukulan dari polisi terhadap teman-teman SMA yang turun pawai kebahagiaan setelah mendengar kelulusan mereka, namun kami merasa kecewa karena polisi-polisi yang berada di Nabire melarang kegiatan kami, Lanjutnya. Kronologis yang Terjadi  Pukul 16: 7 wp. Kurang lebih 9 orang pelajar dikejar oleh 2 orang polisi berpakaian preman dengan kendaraan beroda 2 pengejaran tersebut lokasi da

SEPOTONG PERAHU KERTAS

Kecewakan mu  Di dalam hati yang terluka,   Kata-kata itu menggema.   Pahit getirnya rasa kecewa,   Menyatu erat dalam jiwa. Seperti bayangan yang tak pernah hilang,   Begitu juga rasa kecewa yang terpahat.   Sekali tersakiti, hatimu rapuh,   Dikhianati sekali, cintamu terus meragu. Siapa pun yang mengecewakanmu,   Tidak akan luput dari pandanganmu.   Setiap detik, setiap waktu,   Luka itu tetap merayap dalam ingatan. Namun di balik kekecewaan yang mendalam,   Tersembunyi pelajaran berharga.   Jangan biarkan rasa itu membelenggu,   Biarkan ia menjadi bekal untuk tumbuh lebih kuat. Eko-Vinsent  🍁🍁🍁 SEPIH Sekali lagi sepi Tanpa suaramu  Tak ada kata-kata manismu Hanya hening yang terasa  Sekali lagi sendiri  Merenungi semua rindu ini Menatap langit dengan tatapan hampa  Menyebut namamu tanpa sahutan Sekali lagi hanya diam Menanti sapa itu hadir lagi Membiarkan malam dan siang terlewati Tanpamu dan tanpa kita bercengkrama  Ly SMy  19.9.24 🍁🍁🍁 Se𝗖𝗶𝗻𝘁𝗮 

Adat-Mu Itulah yang Disebut Identitas-Mu, & Kebiasaan Itulan Adat-Mu & Itu-lah Sumber Hukum

Artikel. Oleh. Yegema Megolah sala satu identitas diri yg disebut (Kagane) Tetesan Air Mata Ibunda-kota Tua Paniai ---Melangkah Tanpa Alas Kaki -Kagane merupakan salah satu identitas diri yang diwariskan oleh moyang sejak saya dan kamu tiada. Barang atau benda itu telah ada sebelum manusia dipenuhi di muka bumi ini. Mereka mengolah Adat sesuai keinginan sesuai kepercayaan yang dimiliki setiap daerah termasuk tiga atau empat Wilayah adat Papua, termasuk Wilayah Meepago. Kebiasaan ini tidak bisa berubah dengan bentuk apapun dan bentuk bagimanapun alasan-Nya. Siapapun merasa berubah itulah yang disebut menggagalkan usaha yang diwariskan oleh nenek moyang dan tete moyang kita. Kebiasaan-kebiasaan merubah tampilan maupun warna dan bentuk maka Merusak wajah anda dan  telah menemukan Runtuhnya Manusia.  Ko lupa itulah ko lupa sejarah, akhirnya dibilang Rumah-Mu Runtuh Tapa sebab akibat. Adat-Mu Itulah yang Disebut Identitas-Mu, & Kebiasaan Itulan Adat-Mu & Itu-lah Sumber H