Pada Abad ke-19, Antropolog Lewis Henry Morgan melakukan Penelitian Corak Produksi dan Corak Kehidupan Masyarakat Indian Primitif
Artikel. Yegema
Pada abad ke-19, antropolog Lewis Henry Morgan melakukan penelitian corak produksi dan corak kehidupan masyarakat Indian primitif yang masih bertahan di benua Amerika dan Kepulauan Hawaii kala itu.
Cara hidup masyarakat selama puluhan ribu tahun, bagaimana bentuk masyarakat di masa-masa pra-sejarah umat manusia.
Dari hasil penelusurannya, ia menemukan bahwa masyarakat Komunal atau kehidupan primitif Hawaii memiliki corak pernikahan yang jauh berbeda dari bentuk pernikahan sekarang ini .
Mereka menikah secara kelompok (group), di mana semua anak lelaki sebuah keluarga menikah dengan semua anak perempuan dari keluarga lain.
Dalam penelitian tersebut menjelaskan bahwa, jika kita lelaki, maka anak saudara lelaki kita adalah anak kita juga. Sedangkan anak saudara perempuan kita adalah keponakan kita.
Begitu juga jika kita perempuan, maka anak saudara perempuan kita adalah anak kita juga. Dan, anak saudara laki-laki kita adalah keponakan kita. Satu keluarga besar yang terdiri dari banyak ayah, ibu, dan anak ini tinggal di satu rumah.
Mereka bercocok tanam bersama, di mana hasil pertanian dinikmati bersama pula. Dalam bentuk pernikahan grup seperti ini, posisi perempuan dan laki-laki setara.
Bahkan, kaum perempuan sangat dihormati karena merekalah yang telah melahirkan anak-anak ke dunia.
Bukan itu saja, pernikahan grup tidak memungkinkan seorang ayah untuk mengetahui siapa anak kandungnya. Hanya perempuan lah yang bisa mengetahui siapa anak kandungnya dari anak-anak lainnya.
Kondisi ini juga turut membuat derajat perempuan tinggi dan dihormati. Dari sini, garis keturunan ikut ke jalur ibu, yang sering disebut matrilineal.
Corak pernikahan ini berbeda dengan bentuk pernikahan di masyarakat Yunani dan Romawi Kuno, yang secara garis besar masih diteruskan sampai hari ini. Bentuk pernikahan dan keluarga masyarakat Yunani dan Romawi kuno adalah monogami dan patriarkal: seorang laki-laki berpasangan dengan seorang perempuan, dan garis keturunan ikut ke jalur ayah. Tapi umumnya, pernikahan monogami ini hanya berlaku di pihak perempuan. Sedangkan di pihak lelaki, yang kerap terjadi adalah poligami. Jadi, satu suami memiliki banyak istri, sedangkan sang istri hanya memiliki satu suami.
Dalam bentuk keluarga yang monogami dan patriarkal ini, kaum perempuan menjadi manusia kelas dua.
Engels, dengan menerapkan metode dialektika materialis ke dalam studi sejarah umat manusia, mencapai kesimpulan bahwa perubahan bentuk pernikahan ini terjadi karena corak produksi yang berlaku di masyarakat juga berubah.
Masyarakat Yunani Kuno sudah memasuki tahap Perbudakan, sedangkan masyarakat Indian baru memasuki tahapan yang disebut Lewis H. Morgan sebagai tahapan “Barbarisme” (atau, lebih tepatnya, tahapan peralihan dari corak produksi berburu meramu ke pertanian awal).
Barbarisme awal adalah tahap di mana pertanian baru pertama kali muncul. Awalnya, pertanian hanyalah menggantikan tugas mengumpulkan buah-buahan & akar-akaran (food gathering) yang diemban oleh kaum perempuan di tahapan berburu-meramu sebelumnya.
Artinya, bercocok tanam pada awalnya dikerjakan oleh kaum perempuan. Sedangkan kaum lelaki tetap bertugas untuk berburu binatang. (The Meaning of Marxism, Paul DamDamat
Dalam masyarakat pertanian awal ini, hasil pertanian masihlah belum melampaui jumlah yang dibutuhkan masyarakat, dan pertanian juga belum menjadi modal produksi utama. Sehingga, belum ada surplus alias kelebihan panen.
Ketiadaan surplus ini membuat seluruh masyarakat terlibat dalam produksi, di mana lelaki berburu dan perempuan bercocok tanam. Dan karena setiap orang (baik laki-laki maupun perempuan) terlibat dalam produksi serta alat-alat produksi dimiliki bersama, maka semua orang memiliki posisi yang setara, termasuk laki-laki dan perempuan. Tidak ada orang kaya dan orang miskin. Tidak ada tuan dan hamba.
Kondisi berubah drastis ketika pertanian mulai menghasilkan surplus akibat perkembangan alat-alat pertanian yang semakin maju.
Peralihan ini dikenal sebagai Revolusi Neolitik, dengan ledakan peradaban karena kemajuan teknik pertanian, yang terjadi sekitar 10.000 tahun sebelum masehi. Adanya surplus mendorong pembagian kerja lebih lanjut dalam masyarakat, terutama antara lelaki dan perempuan.
Post. Admind
Komentar
Posting Komentar