Selasa, 04 November 2025

Badan Pengurus Pusat Komite Nasional Papua Barat (BPP KNPB) menyampaikan klarifikasi resmi terkait pernyataan publik Juru Bicara Tentara Nasional Papua Barat Sebby Sambom

Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua- Holandia Jayapura -Melangka Tanpa Alas Kaki- KnpbNews, !Badan Pengurus Pusat Komite Nasional Papua Barat (BPP KNPB) menyampaikan klarifikasi resmi terkait pernyataan publik yang dikeluarkan oleh Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), Sebby Sambom, pada 1 November 2025.

Dalam pernyataan tersebut, Sebby menyerukan dukungan politik terhadap satu faksi dan ajakan untuk membubarkan organisasi lain. Sikap ini dinilai oleh KNPB telah menimbulkan kebingungan serta perpecahan di tengah rakyat dan seluruh spektrum perjuangan bangsa Papua.

KNPB Klarifikasi dan Tegaskan Prinsip Perjuangan Kolektif

Human & Safety
KNPB menegaskan bahwa perjuangan pembebasan bangsa Papua Barat merupakan bagian dari revolusi demokratik nasional dan hak penentuan nasib sendiri yang tidak dapat dijalankan secara sepihak atau melalui klaim personal.

“Perjuangan kemerdekaan adalah milik kolektif seluruh rakyat Papua mencakup semua elemen perjuangan, baik politik, diplomasi, militer, adat, maupun sipil yang setara dalam cita-cita nasional untuk bebas dari kolonialisme dan membangun masa depan yang berdaulat, adil, dan demokratis,” tegas KNPB dalam pernyataannya kepada media ini, Senin (3/11).

Sebagai media gerakan perjuangan rakyat Papua, KNPB menegaskan perannya sebagai wadah rakyat untuk menyatukan pandangan dan langkah perjuangan menuju kemerdekaan sejati. Organisasi ini menolak dipolitisasi oleh pihak manapun dan menolak segala bentuk intervensi politik faksional.

“KNPB bukan lembaga kekuasaan atau alat faksi politik, melainkan wadah rakyat yang berfungsi menyatukan pandangan dan langkah perjuangan bangsa menuju kemerdekaan sejati,” lanjut pernyataan itu.

TPNPB Bukan Alat Politik

Dalam klarifikasi tersebut, KNPB juga menyoroti posisi dan peran TPNPB dalam struktur perjuangan nasional.

“TPNPB adalah pagar bangsa, bukan alat politik bagi kepentingan kelompok tertentu. Tugas TPNPB adalah menjaga keamanan nasional perjuangan, bukan menentukan arah politik atau kepemimpinan bangsa,” tegas KNPB.

KNPB menilai, pernyataan publik yang keluar tanpa mekanisme resmi Dewan Militer dan tanpa persetujuan bersama dari 36 Komando Daerah Pertahanan (Kodap) tidak sah secara kelembagaan dan dapat menimbulkan kesalahpahaman di tengah rakyat.

Seruan Disiplin Organisasi dan Mekanisme Kolektif

Sebagai tindak lanjut, KNPB telah mengirimkan surat resmi kepada Manajemen TPNPB, Dewan Militer, dan seluruh 36 Kodap di Tanah Papua. Isi surat tersebut menegaskan pentingnya disiplin organisasi serta mekanisme komunikasi kolektif dalam perjuangan nasional.

Menurut KNPB, setiap pernyataan publik yang keluar dari struktur perjuangan bersenjata harus melalui mekanisme resmi dan tidak boleh berpihak kepada kepentingan politik tertentu.

“Perjuangan nasional harus berlandaskan disiplin, struktur, dan kesadaran kolektif. Langkah sepihak hanya akan memperdalam perpecahan dan menghilangkan legitimasi perjuangan di mata rakyat maupun dunia internasional,” tegas KNPB.

Tiga Tahapan Strategis Revolusi Demokratik, KNPB menegaskan bahwa perjuangan bangsa Papua harus berjalan dalam tiga tahapan strategis revolusi demokratik dan penentuan nasib sendiri, yakni:

Fase Demokrasi Terbuka — fase di mana seluruh rakyat Papua diberikan ruang berpikir kritis, berdialog, dan mengemukakan pandangan politik secara bebas dan setara.
Fase Demokrasi Terpimpin — masa untuk menyatukan arah politik nasional dan membangun kepemimpinan kolektif melalui musyawarah, bukan melalui ambisi pribadi atau tekanan eksternal.
Fase Konsensus Nasional — tahap penyatuan seluruh kekuatan perjuangan politik, diplomasi, dan militer dalam wadah politik bangsa yang sah, demokratis, dan diakui oleh rakyat.
Menurut KNPB, melangkahi proses ini dengan tindakan sepihak akan memperdalam perpecahan dan menghilangkan legitimasi perjuangan di mata rakyat dan dunia internasional. Karena itu, KNPB menyerukan agar seluruh elemen perjuangan bangsa kembali ke garis revolusi demokratik yang disiplin dan memperkuat persatuan demokratik sebagai dasar menuju pembentukan wadah nasional bangsa Papua.

Seruan Persatuan dan Kesadaran Politik Rakyat

Dalam pernyataannya, KNPB mengajak seluruh kekuatan perjuangan bangsa untuk meninggalkan ego, ambisi pribadi, dan kepentingan kelompok sempit demi menjaga arah perjuangan yang murni dan kolektif.

“Persatuan sejati bukan tunduk pada individu, tetapi tunduk pada satu cita-cita bersama: kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Papua Barat,” tegas Juru Bicara KNPB, Ogram Wanimbo, yang turut menandatangani rilis resmi tersebut bersama Ketua Umum Agus Kossay.

KNPB juga mengimbau rakyat Papua agar tidak mudah terprovokasi oleh pernyataan individu yang tidak mewakili lembaga resmi perjuangan. Masyarakat diimbau memperkuat kesadaran politik, memperluas jaringan diplomasi internasional, serta melanjutkan perjuangan melalui jalan damai, terorganisir, dan revolusioner.

“Rakyat Papua harus tetap berjuang dengan cara yang damai, disiplin, dan terarah. Hanya dengan persatuan sejati kita dapat mewujudkan kemerdekaan bangsa Papua Barat,” pungkas Ogram Wanimbo.



Pos. Admin 

Kolonialisme Pemukiman Penindasan Harga Diri Pemilik Tanah

๐Š๐จ๐ฅ๐จ๐ง๐ข๐š๐ฅ๐ข๐ฌ๐ฆ๐ž ๐๐ž๐ฆ๐ฎ๐ค๐ข๐ฆ (๐’๐ž๐ญ๐ญ๐ฅ๐ž๐ซ ๐‚๐จ๐ฅ๐จ๐ง๐ข๐š๐ฅ๐ข๐ฌ๐ฆ)

Artikel, Yegema 
Konsep kolonialisme pemukim dapat didefinisikan sebagai sistem penindasan yang didasarkan pada genosida dan kolonialisme, yang bertujuan untuk menggusur populasi suatu bangsa (seringkali penduduk asli) dan menggantinya dengan populasi pemukim baru. Kolonialisme pemukim menemukan fondasinya pada sistem kekuasaan yang diabadikan oleh para pemukim yang menekan hak dan budaya penduduk asli dengan menghapusnya dan menggantinya dengan budaya mereka sendiri.

Kolonialisme pemukim didasarkan pada pencurian dan eksploitasi tanah dan sumber dayamilik penduduk asli. Sejarah dan konfl ik saat ini telah menunjukkan bahwa sistem penindasan yang sedang berlangsung ini sebagian besar didasarkan pada rasisme dan supremasi kulit putih.

Seringkali, kolonialisme pemukim bersifat Eurosentris: ia berasumsi bahwa orang Eropadan nilai-nilai mereka lebih unggul dibandingkan budaya pribumi lainnya, dan oleh karena itu sah-sah saja untuk menghancurkan hak-hak masyarakat pribumi dengan mencuri tanah mereka dan menghapus tradisi mereka.

Kolonialisme pemukim berbeda dari kolonialisme klasik dalam hal berikut: di satu sisi, kolonialisme adalah tindakan kekuasaan dan dominasi satu bangsa, dengan memperoleh atau mempertahankan kendali politik penuh atau sebagian atas bangsa berdaulat lainnya . Di sisi lain, kolonialisme pemukim memiliki kriteria tambahan yaitu penghancuran dan penggantian total penduduk asli dan budaya mereka oleh pemukim sendiri untuk menjadikan diri mereka sebagai penduduk yang sah. Oleh karena itu, pemukim tidak hanya mengeksploitasi tanah dan sumber daya penduduk asli, tetapi mereka juga menggusur mereka, mengubah nama kota dan tempat yang mereka jajah untuk menghapus jejak penduduk asli sepenuhnya.

Berbagai bentuk kolonialisme pemukim meliputi: Apartheid,pendudukan militer,kebijakan asimilasi nasional atau perang biologis.

Patrick Wolfe mendefinisikan kolonialisme pemukim sebagai sebuah sistem, bukansebuah peristiwa sejarah, yang melanggengkan penghapusan dan penghancuran penduduk asli sebagai prasyarat bagi kolonialisme pemukim dan perampasan tanah dan sumber daya (Wolfe, Patrick. Settler Colonialism and the Elimination of the Native. Journalof Genocide Research, Desember 2006, hlm. 387-409).

Contoh kolonialisme pemukim dapat ditemukan dalam Sejarah Aljazair. Antara tahun 1830 dan 1962 (tanggal kemerdekaan Aljazair), Aljazair dianggap sebagai “Departemen Prancis.”

Tidak seperti koloni Prancis lainnya (Haiti, Pantai Gading,dll.), Aljazair dianeksasi dan secara resmi menjadi bagian dari Prancis pada tahun 1848. Tujuan Prancis adalah menjadikan Aljazair bagian dari Prancis dengan menghapus hak-hak penduduk asli dan mengusir mereka dari tanah mereka. Kejahatan yang kejam dilakukan oleh otoritas kolonial Prancisdi Aljazair selama 132 tahun penjajahan. Lima juta penduduk asli Aljazair terbunuh dankejahatan termasuk penyiksaan,pembunuhan,pemerkosaan, pengusiran penduduk asli,uji coba nuklir, pencurian tanah, dan penolakan hak-hak paling dasar dilakukan terhadap penduduk asli.

Banyak kota di Aljazair yang namanya diubah agar bisa "di-Francisasi" (yakni dipaksa mengadopsi adat istiadat dan bahasa Prancis). Misalnya, nama ibu kota Aljazair, Algiers (dalam bahasa Arab Al-Jazaรฏr) diubah menjadi La Pointe-Pescade. Contoh lainnya adalah sebagai berikut: Bologine menjadi Saint-Eugรจne, Tamanrasset menjadi Fort-Laperrine, dan Tadjena menjadi Fromentin. Ini menunjukkan bahwa tujuan utama kolonialisme pemukim adalah menghapus budaya penduduk asli dan menghancurkan warisan mereka.

Hukum Prancis yang berlaku di Aljazair
mendiskriminasi bangsa Pribumi dan mengutamakan hak-hak orang Eropa kulit putih di atas hak-hak mayoritas bangsa Pribumi. Faktanya, hukum yang berbeda berlaku untuk Muslim di Aljazair, yang misalnya tidak diizinkan untuk memilih, sedangkan orang Prancis kulit putih diizinkan untuk memilih.

"Salam Masyarakat Adat Papua"

Selamatkan Tanah Adat dan Manusia Papua

Suara Masyarakat Adat Independent 
Komati Papua 
MAI-P Komite Sorong Raya 
MAI-P Komite Kota Timika 
MAI P Komite Kota Timika 
MAI-P Komite Kota Merauke 
MAI-P Komite Kota Agamua 


Pos. Admin 

Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Wilayah Numbay Menanggapi Terkait Melarang Demonstrasi Wali Kota Jayapura

Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua- Holandia Jayapura -Melangka Tanpa Alas Kaki- Ketua KNPB Numbay Menanggapi pernyataan Wali Kota Jayapura bersama 15 kampung yang melarang aksi demonstrasi damai dan menggantinya dengan dialog, Ketua I KNPB Wilayah Numbay, Wekcho Kogoya, menyampaikan bahwa pemerintah tidak boleh bersikap anti terhadap demonstrasi rakyat pada 4/11/2015. 

Aksi damai merupakan bagian dari hak konstitusional warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum sebagaimana dijamin dalam UUD 1945, dan pemerintah seharusnya menunjukkan wajah demokratis, bukan sebaliknya.

Berikut poin-poin sikap resmi KNPB Wilayah Numbay:

1. Menolak kebijakan anti-demokrasi.
KNPB menilai kebijakan Wali Kota Jayapura bertentangan dengan semangat demokrasi yang dijamin dalam UUD 1945 Pasal 28, yang memberikan hak kepada setiap warga negara untuk berpendapat, berserikat, dan berkumpul secara damai. Melarang demonstrasi berarti menutup ruang konstitusional rakyat untuk menyampaikan aspirasi secara terbuka.

2. Negara demokrasi seharusnya memberi ruang, bukan membatasi.
Sebagai negara yang mengaku demokratis, pemerintah justru memperlihatkan sikap yang berlawanan dengan prinsip tersebut. Demonstrasi damai bukan ancaman, tetapi mekanisme sah untuk mengoreksi kebijakan publik yang tidak berpihak kepada rakyat. Menolak aksi damai berarti mematikan suara rakyat dan menekan partisipasi politik masyarakat.

3. Dialog tidak dapat menggantikan hak rakyat untuk berdemonstrasi.
Wali Kota Jayapura, Abisai Rollo (ABR), mengimbau masyarakat agar menyampaikan aspirasi melalui dialog demi menjaga ketertiban umum. KNPB menegaskan bahwa dialog dan demonstrasi adalah dua bentuk penyampaian pendapat yang sama-sama sah secara hukum. Pemerintah tidak boleh meniadakan salah satunya. Dialog tanpa kebebasan menyuarakan pendapat hanyalah bentuk pengendalian, bukan partisipasi rakyat.

4. Rencana Perda pelarangan aksi adalah langkah mundur demokrasi.
Rencana Pemerintah Kota Jayapura dan DPRD untuk menjadikan usulan 14 kepala kampung sebagai Peraturan Daerah (Perda) pelarangan demonstrasi di jalan merupakan tindakan membatasi hak rakyat. Jika Perda ini disahkan, maka Wali Kota, DPRD, dan MRP telah secara sadar membungkam suara rakyat Papua. Tindakan ini adalah bentuk pelanggaran terhadap konstitusi dan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia.

5. Kebebasan berpendapat adalah hak yang tidak bisa dikurangi.
KNPB menegaskan bahwa kebebasan berpendapat bukan ancaman bagi pemerintah, melainkan sarana rakyat untuk ikut serta membangun kehidupan sosial dan politik yang terbuka, adil, dan bermartabat. Setiap bentuk pelarangan terhadap hak ini merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip demokrasi dan hukum nasional.

6. Seruan kepada rakyat Papua.
KNPB Wilayah Numbay menyerukan kepada masyarakat sipil, mahasiswa, pemuda, tokoh adat, dan organisasi rakyat di seluruh Tanah Papua untuk menjaga ruang demokrasi dan kebebasan berekspresi. Pemerintah daerah seharusnya melindungi hak-hak rakyat, bukan menjadi alat kekuasaan untuk membungkam aspirasi.

7. Demokrasi sejati memberi ruang bagi rakyat bersuara.
KNPB menegaskan bahwa demokrasi sejati adalah ketika rakyat bebas menyampaikan pendapat tanpa rasa takut dan tekanan dari penguasa. Larangan terhadap demonstrasi damai tidak hanya melanggar konstitusi, tetapi juga mencederai semangat kebangsaan dan nilai-nilai keadilan yang seharusnya dijunjung tinggi oleh setiap pemimpin bangsa.

Untuk itu:
Kami, Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Wilayah Numbay, dengan tegas menolak setiap kebijakan yang membatasi hak rakyat untuk menyampaikan pendapat secara damai. Pemerintah Kota Jayapura dan lembaga perwakilan rakyat harus menghormati prinsip demokrasi sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 dan nilai-nilai kemanusiaan universal.

Ketua I KNPB Wilayah Numbay
Wekcho Kogoya

Pos. Admin 

Sabtu, 01 November 2025

DPR Papua Tengah Paulus Mote, Mengatakan Atas Nama Pembangunan Pemerintah Daerah Kabupaten dan Provinsi Jangan Merusak Hutan yang Ada

Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua- Kota Jeruk ๐ŸŠ -Melangka Tanpa Alas Kaki- DPR Papua Tengah Paulus Mote: Mengatakan bahwa, Jangan Rusak Hutan Atas Nama Pembangunan Jalan!

Nabire Papua Tengah ||Suara keras mengguncang ruang publik Papua Tengah. Ketua Komisi II DPR Papua Tengah, Paulus Mote, meledak menyoroti maraknya pembongkaran dan pembukaan jalan baru di delapan kabupaten yang dinilai membabi buta dan tanpa kajian lingkungan yang jelas.

Menurutnya, aktivitas tersebut bukan sekadar proyek pembangunan, tapi sudah masuk kategori penghancuran ekosistem yang mengancam masa depan Papua Tengah.

“Jangan lagi ada jalan yang dibuka sepihak, seolah tanah dan hutan ini milik pribadi! Semua pembangunan yang berpotensi merusak lingkungan wajib memiliki AMDAL dan disosialisasikan secara terbuka!” tegasnya

Ia menilai, pembongkaran jalan yang dilakukan secara sporadis telah merusak hutan lindung, menggusur habitat satwa endemik, serta menimbulkan ketidakseimbangan alam yang akan berdampak panjang bagi masyarakat adat dan generasi berikutnya.

“Yang terjadi hari ini bukan pembangunan, ini pembabatan alam atas nama proyek. Kalau pemerintah tidak berhenti dan tidak belajar dari kesalahan, maka kita sedang menyiapkan bencana ekologis buatan manusia,” ujarnya tajam.

Paulus menekankan, AMDAL bukan sekadar dokumen formalitas, tetapi tanggung jawab moral dan hukum yang diatur tegas dalam:

1. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,

2. PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan,

3. Permen LHK No. 4 Tahun 2021 tentang Kegiatan yang Wajib Memiliki AMDAL.

“Kalau pemerintah terus berjalan tanpa AMDAL, itu artinya mereka sadar sedang merusak tempat tinggal manusia dan makhluk hidup lainnya. Kita tidak bisa diam,” tegasnya lagi.

Lebih jauh, Paulus Mote meminta moratorium total terhadap semua pembongkaran jalan baru sebelum kajian lingkungan dan tata ruang selesai. Ia juga menuntut transparansi publik dan audit menyeluruh terhadap seluruh proyek jalan yang telah berjalan.

“Pembangunan tanpa nurani sama saja dengan kejahatan terhadap alam. Alam Papua Tengah bukan objek, tapi sumber kehidupan. Jangan tunggu hutan hilang baru menyesal!” seru Paulus menutup pernyataannya.

Pos. Admin 

Senin, 27 Oktober 2025

Bangsa Papua Akan Kalah Jika Terus Bertengkar di Dalam Kandang Penjajahan

Artikel: Tapol, Victor F Yeimo 
Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua- Holandia Jayapura -Melangka Tanpa Alas Kaki- Hati-hati pada penjajah yang selalu menciptakan panggung untuk menguras energi kita, panggung penuh amarah, penuh reaksi, tapi kosong dari kesadaran. Penjajah tahu, bangsa yang sibuk marah di dalam kandang penindasan tidak akan pernah sempat keluar utk menghancurkan jerujinya.

Maka mereka ciptakan ribuan panggung kecil agar kita sibuk berteriak satu sama lain: kita diadu lewat konflik pemilu, dipecah lewat perebutan jabatan, diadu lewat isu agama, disibukkan dengan penghinaan ras dan simbol budaya, dibenturkan lewat perebutan gaji, dana otsus, dan kursi kekuasaan,
diadu antar suku, antar gereja, antar tokoh, antar kelompok perjuangan.

Setiap kali kita ribut, mereka tertawa, karena itu berarti rakyat masih terjebak di arena yang mereka buat. Inilah politik pengalihan dan pementasan kolonial: membuat bangsa terjajah sibuk di arena kecil, agar tidak sempat melihat tangan besar yang mengatur semuanya dari atas.

Dalam bahasa Pierre Bourdieu menyebut mekanisme ini kekerasan simbolik: kekerasan yang tidak memukul, tetapi menundukkan lewat makna. Penjajah mengatur wacana dan nilai: apa yang tampak penting, apa yang layak diperdebatkan, siapa yang layak dimusuhi. Dengan cara itu, mereka memaksa kita berkelahi di ruang yang mereka desain. Membuat kita merasa sedang berjuang padahal sebenarnya hanya sedang diputar-putar dalam kandang yang sama.

Kalau dakam bahasa Frantz Fanon disebut penjajahan kesadaran: bangsa terjajah disibukkan deng pertengkaran kecil di bawah, sementara struktur penindasan di atasnya tetap kokoh. Atau Jean Baudrillard bilang penjajahan menciptakan “realitas palsu” (simulacra): dunia penuh drama dan simbol, agar rakyat melupakan realitas sebenarnya: operasi militer, pembunuhan, perampasan tanah, dan penghancuran ekologi.

Begitulah cara penjajah menjaga kekuasaannya: figur menjadikan rakyatnya sibuk marah dalam kandang. Mereka tahu, bangsa yang sibuk bertengkar tak sempat berstrategi; bangsa yang sibuk bereaksi tidak sempat berpikir.

Sementara kita sibuk debat di media sosial, mereka menandatangani kontrak Freeport.
Sementara kita ribut soal kursi jabatan, mereka memperluas PSN dan tambang. Sementara kita bertengkar karena agama, mereka buka hutan dan gusur kampung. Sementara kita marah pada penghinaan simbolik, mereka terus menembak dan membunuh, seperti 12 warga sipil yang dibatai di Soanggama.

Inilah siasat halus kolonialisme modern, mengalihkan energi rakyat dari struktur ke permukaan. Mereka biarkan kita berteriak keras, asal tidak menyentuh akar. Mereka biarkan kita marah, asal tidak sadar. 

Kita mesti tolak peran yang mereka tuliskan untuk kita: peran rakyat yang reaktif, emosional, dan mudah diprovokasi. Kita harus menulis naskah sendiri, memainkan drama kita sendiri: drama pembebasan sejati, bukan drama simbolik.

Setiap isu yang muncul jangan ditelan mentah. Bertanyalah: siapa yang diuntungkan dari semua ini? Siapa yang diam-diam mengambil tanah, tambang, dan sumber hidup kita saat kita sibuk berdebat?

Kita harus belajar membaca lapisan di balik setiap peristiwa. Karena di balik semua keributan insidental itu, selalu ada satu pola: pengalihan perhatian agar bangsa Papua tidak sempat melihat bahwa akar penindasan tetap sama: militerisme, kapitalisme kolonial, dan penguasaan atas tanah serta sumber daya.

Bangsa Papua harus keluar dari jebakan ini. Kita harus mengubah amarah reaksioner menjadi kesadaran revolusioner. Setiap isu sektoral harus kita gunakan sebagai cermin utk melihat struktur yang menindas. Setiap penghinaan kecil harus menjadi pintu menuju analisis besar. Setiap konflik harus diarahkan menjadi pemahaman politik, bukan permusuhan sosial.

Jangan lagi marah di panggung yang mereka buat. Marahlah di medan yang mereka takuti: medan kesadaran, organisasi, solidaritas, dan pembongkaran sistem. Bangsa Papua akan kalah jika terus bertengkar di dalam kandang penjajahan. Tapi bangsa Papua akan menang jika mulai berpikir bersama, bergerak bersama, dan menembus dinding kandang itu menuju pembebasan bangsa.

Pos. Admin 

DALAM AKSI PANGGUN KEADILAN, JUSTICE FOR TOBIAS SILAK Anggota Bawaslu Kabupaten Yahukimo

PERNYATAN SIKAP!!!
FORUM SOLIDARITAS MAHASISWA DAN PELAJAR PEDULI RAKYAT PAPUA (FSMP-PRP) MAKASSAR
 YANG TERGABUNG DALAM (JUSTICE FOR TOBIAS SILAK KOMITE KOTA MAKASSAR 
_________________________________________
DALAM AKSI PANGGUN KEADILAN JUSTICE FOR TOBIAS SILAK MENYATAKAN SIKAP DENGAN TEGAS!
 
Justice For Tobias Silak , Justice For Naro Dapla, Justice For Viktor Deyal ,Justice For All ! 
 
Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua- Makasar - Melangkah Tanpa Alas Kaki- Kasuss Penembakan Terhadap Tobias Silak Staf Bawaslu Kabupaten Yahukimo (Meninggal ) dan Naro Dapla seorang anak bibawah umur (Luka berat ) pada 20 Agustus 2024, oleh gabungan Brimob Satuan Operasi Damai Cartenz di Jalan Sekla,Kab.Yahukimo Provinsi Papua Pegunungan merupakan satu dari sekian banyak kasus yang terjadi selama ini diatas Tanah Papua tanpa keadilan hukum. Papua menghadapi situasi hak asasi manusia yang jauh lebih buruk dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia. 
 
Konflik yang sudah berlangsung puluhan tahun belum terselesaikan justru semakin meningkat. Sejak Desember 2018-2025 lonjakan pembunuhan di luar hukum, penghilangan paksa, dan penyiksaan oleh aparat keamanan, terutama di wilayah konflik semakin buruk serta Kebebasan berekspresi tetap dibatasi, dengan pihak berwenang dan membubarkan protes damai. 
 
Tidak terlepas dari rangkaian peristiwa kekerasan di tanah Papua penembakan terhadap almarhum Tobias Silak dan Naro Dapla merupakan wujud nyata bahwa Papua menjadi daerah operasi militer. Berbagi operasi terus dilancarkan negara tanpa mempertimbangkan Hak Asasi Manusia, Dari praktek kekerasan terhadap warga sipil, Jakarta tidak punya niat untuk membangun Papua dan tegakan keadilan kecuali merampok sumber daya alam yang tersedia dengan jalan pembantaian, pemerkosaan, pembunuhan,dan penghilangan paksa. Hal tersebut terbukti dari pendekatan Jakarta dalam 5 Tahun terakhir pendropan militer organik dan non organik dalam jumlah yang besar di seluruh Tanah 
 
Kasus Penembakan terhadap Tobias Silak dan Naro Dapla pada tanggal 20 Agustus 2024 keluarga korban secara tegas bersama 12 Suku di Yahukimo menolak segala bentuk tawaran ( Bayar 
Kepala) kapolres Yahukimo dan menuntut pelaku diproses hukum sesuai perbuatanya. Kemudian Komnas HAM RI pada 24-26 September 2024 melakukan Investigasi kemudian hasil investigasinya diumumkan secara tertutup melalui keluarga korban pada tanggal 17 Desember 2024 . Selanjutnya Tim Penyidik Polda Papua telah pemeriksan saksi dan menyerahkan hasil BAP kepada kajati Papua pada pertengahan Juli dengan nomor:44/Pid.B/2025/PN.Wmn dan Perkara 45/Pid.B/2025/PN.Wmn. adapun korban Tobias Silak (meninggal dunia) dan Naro Dapla(Luka 
Berat) dengan terdawak Muh.Kurniawan Kudu,Fernando Aufa,Ferdi Koromoth dan Jatmiko 
 
Sidang di Pengadilan Negeri Wamena sudah digelar sebanyak 17 kali . Manjelis Hakim Pengadilan telah memeriksa sebanyak 18 saksi korban maupun pelaku,5 saksi ahli,dan 5 surat serta menyita 21 alat bukti. Sidang ke 17 akan digelar pada tanggal 2 Oktober 2025 mendatang dengan agenda Tuntutan JPU kepada 4 Terdakwa. 
Wamena 27 September 2025 Perkumpulan Pengacara HAM untuk Papua menyapaikan keprihatinan mendalam dan desakan tegas kepada Jaksa Penuntut Umum(JPU) agar menuntut pidana Maksimal terhadap kasus penembakan yang menewaskan Alm. Tobis Silak (staf Bawaslu Kab.Yahukimo) dan Melukai berat seorang anak Naro Dapla (17 Tahun) pada tanggal 20 agustus 2025 Pukul 21.21 WIT. Di Pos Brimob Sekla Kab.Yahukimo Berdasarkan fakta lapangan bahwa : 
• Terdawa Bribka.Muh Kurniawan Kudu terbukti melepaskan 8 tembakan dengan senjata AK-102 yang mengakibatkan korban Tobias Silak mengalami luka tembak di bagian kepala yang mengakibatkan meninggal dunia sementara Naro Dapla mengalami luka berat 
• Terdakwa Fernando Alexander Aufa,Jatmiko dan Ferdi Moses Koromat Turut serta dengan menyebar informasih palsu tentang “kontak tembak” yang memicu siaga dan aksi penembakan 
• Keterangan saksi korban,Saksi anggota Brimob,Ahli Forensik,Ahli Balestik serta barang bukti senjata dan selongsong peluru konsisten memperkuat keterlibatan para terdakwa 
• Fakta Persidangan membuktikan bahwa korban adalah sipil dan Anak dibawah umur bukan anggota bersenjata sebagai mana diklaim 
 
Dengan demikian kami Tim Kuasa Hukum Korban,Front Justice For Tobias Silak 12 Kota serta seluruh Masyarakat Yahukimo 12 Suku Besar Menyapaikan sikap tegs : 
 
1. Kami menuntut JPU memberikan Pidana Maksimal sesuai pasal 338 KUHP 80 Ayat 
(2) UU Pelindungan anak terhadap Terdakwa Bribka.Muh Kurniawan Kudu 
2. Kami menuntut JPU Pidana terhadap Fernando Alexander Aufa,Jatmiko dan Ferdi Moses Koromat berdasarkan pasal 338 KUHP Jo.55 KUHP dan Pasal 80 Ayat (2) UU No.35 Tahun 2024 Tentang perubahan UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo. Pasal 55 KUHP 
3. Kami menunut Majelis Hakim menjatuhkan hukuman setimpal serta menegaskan terhadap Pelindungan hukum bagi korban Anak 
4. Kami mendesak Komnas HAM dan Kejaksaan Agung membuka penyelidikan lanjutan untuk mengungkapkan keterlibatan atas pelaku Iptu.Irman Taliki (Danki Brimob) dan AKBP.Heru Hidayanto,S.sos.,M.M (Mantan Kapolres Yahukimo) 
5. Kami mendesak dan meminta Negara memberikan Restitusi,rahabilitasi dan kompensasi sesuai amanat UU Perlindungan Saks i dan korban 
6. Tarik Militer dari Yahukimo dan Seluruh Tanah Papua 
7. Kami menyerukan kepada seluruh Rakyat Papua Hentikan Proses Bayar Membayar kepala Manusia Papua dan mendesak DPRD.Kab Yahukimo segera bentuk PERDA Penyelesaian Masalah Pembunuhan Aparat kepada Warga sipil/ Penggaran HAM melalui jalur Hukum 
8. Segera Copot 4 Terdakwa dari Satuan Aparat Kepolsian Negera Republik Indonesia(Polri) 
9. Segera Tangkap,Pecat dan Adili Pelaku Pembunuhan Viktor Deyal dan Segera Copot Kapolres Yahukimo 
10. Tolak seluruh Peruaan Asing diatas Tanah Papua  
11. Tolak PSN di Marauke,Wamena,Yahukimo dan Seluruh Tanah Papua 
12. Buka Akses Jurnalis Di Tanah Papua 
13. Segara Usut Tuntas Kasus Penemabakan Pdt.Yeremiaz Zanambani 
14. Segera Bebas 4 Tahan Politik NRFB tanpa Syarat 
15. Mengecek kepada Pemerintah Indonesia atas seluruh Peristiwa Pelanggaran HAM diatas Tanah Papua dari 1961 hingaa kini 
16. Segara pulangkan 100 rb Pengungsi kekampung halaman 
17. Usut Tuntas Kasus BOM Molov di Kantor Jubi Papua 
18. Buka Ruang Demoktasi di seluruh Tanah Papua dan Indonesia 
 
Sekian ! 
 ____________________________________________ Justice For Tobias Silak Komite Kota makassar 
 ____________________________________________
Makassar,27 Oktober 2025 Part 5


Pos. Admin 

Minggu, 26 Oktober 2025

SATU ABAD "PERADABAN", MARI KITA PERGI KE KOTA EMAS, PAPUA BARU.

Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua- Teluk Wondama - Melangkah Tanpa Alas - Wondama Hari ini, seratus yang lalu (25 Oktober 1925)—sekolah modern pertama didirikan di Bukit Aitumeri, Miei, Teluk Wondama yang tenang. Itu adalah hari yang sejuk ketika Misonaris Zending I.S Kijne mulai mendirikan sekolah modern bagi anak-anak kulit hitam rambut keriting yang bertelanjang kaki di tanah yang permai. Fajar menyinsing dan peradaban baru mulai merekah di tanah Papua. 

I.S Kijne bernama lengkap Domine Izaac Samuel Kijne dilahirkan pada tanggal 1 Mei 1899 dari pasangan Hugorinus Kijne dan Maria Fige'e—seorang Yahudi yang bekerja sehari-hari sebagai guru sekolah. Ayahnya adalah tukang kayu di Vlaardingen, sebuah kota kecil di Negeri Belanda. 

Sejak kecil Kijne menunjukkan bakat yang luar biasa. Ia pandai berhitung dan cepat dalam membaca. Ayahnya mendaftarkan dia di sekolah dasar di kampung halaman mereka. Kemudian ia lanjut ke sekolah menengah pertama dan tamat pada tahun 1914. Pada tahun yang sama ia melanjutkan studi ke sekolah guru Klokenburg Nijmegen dan tamat tahun 1918. Setelah tamat, ia kembali ke Kota asalnya, Vlaardingen untuk menjadi guru. 

Saat itu arus ekonomi-politik sedang berkecamuk. Dunia sedang masuk dalam fase krisis paling parah yang berujung pada Perang Dunia Pertama (1914-1918) antara kekuatan-kekuatan imperialis utama. Saat itu, Belanda telah jauh hari mematok kekuasaanya di Hindia Belanda (sekarang Indonesia), tetapi belum mengontrol sepenuhnya tanah orang-orang kulit hitam rambut keriting, yang dikenal sebagai Papua hari ini. 

Inggris dan Jerman terus memaksa dari arah Timur, mengancam merebut Papua secara keseluruhan. Tidak tinggal diam, Belanda kemudian merubah haluan dan mulai memperluas pengaruhnya di tanah itu. Pertama mereka mengirim Zeendlin Ottow dan Geissler pada tahun 1855, kemudian diikuti dengan para peniliti dan penjelajah untuk mengkafling tanah Papua. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan, maka Belanda memulai kampanye dengan perekrutan kaum muda untuk mengadi ke tanah Papua. Disinilah Kijne muda mulai tertarik dengan tanah Papua—sebuah pilihan yang kemudian ia cintai untuk selama-lamanya.

Pertama-tama, Kijne mulai melanjutkan studi Akta Kepala Sekolah (Acte Hoofdonderwijzer) selama 2 tahun (1918-1920,) dan kursus bahasa Melayu (1921) dengan memperoleh Akta Pengetahuan Berbahasa Melayu (Acte Maleis-Lan En Volkenkunde). Setelah lulus, ia kemudian dikirim ke Jerman untuk sekolah musik, seni suara, budaya, dan melukis. Lalu pada tahun 1921-22 ia masuk pusat Zending Oegstgeest sebelum akhirnya dikirim ke tanah Papua. 

II. Menuju Papua dan Sentuhan Awal.

Januari tahun 1923, bersama kedua rekannya F. Slump dan Eygendaal, I.S Kijne meninggalkan tanah kelahirannya dan menuju tanah yang jauh di seberang sana, yang ia tidak kenal sama sekali. Hari itu langit cerah dan kapal yang mereka tumpangi meninggalkan Roterdam Negeri Belanda menuju Guinea Afrika Barat, Batvia, sebelum sampai ke Mansinam. Butuh 5 bulan dalam perjalanan, dan pada tanggal 23 Juni 1923, ia tiba di Papua dengan selamat.

Tidak ada sambutan istimewa, semua hilir-mudik seperti biasa. Tetapi tujuan Kijne bukanlah pujian, melainkan pengabdian. Berdasarkan cerita dari temannya Willem Van Hasselt, anak dari F.J.F Hasselt Ketua Zending saat itu dan kenyataan yang ia saksikan sendiri, bahwa satu-satunya kebutuhan mendesak saat ini adalah pendidikan bagi anak-anak asli daerah agar kelak mereka menjadi tenaga-tenaga pembangun di atas tanahnya sendiri. Inilah yang kemudian membulatkan tekad I.S Kijne untuk secara serius membangun pendidikan di tanah Papua.

Saat itu di Mansinam, Ottow dan Geissler sudah mendirikan sebuah sekolah guru, tetapi ini tidak berjalan maksimal dan kualitasnya buruk. Ditambah dengan kesombongan dan ejekan dari orang-orang Kei, Ambon, Sanghie, dll yang saat itu juga berada di Mansinam, membuat anak-anak Papua tidak ingin pergi ke sekolah dan ingin tetap di luar saja. Melihat kondisi itu, Kijne mulai tergerak untuk mendirikan sekolah yang dikhususkan hanya bagi anak-anak Papua supaya kelak mereka "menjadi tuan di atas tanahnya sendiri" seperti yang dinubuatkan olehnya kemudian hari. 

Kijne kemudian mulai mempelajari karakter anak-anak Papua saat itu, seni mereka, keterampilan mereka, budaya mereka, watak dan gaya mereka lalu kemudian memutuskan untuk mendirikan sekolah bagi mereka. Tetapi tantangannya adalah apabila sekolah didirikan lagi di Mansinam, maka misinya untuk mendidik anak-anak Papua akan terganggu dengan kehadiran para migran yang mulai banyak saat itu. Disinilah jalan terbuka, atas usul dari dua Zendling D.B Starrenburg dan D.C.A Bout yang saat itu sudah bertugas di Wondama, bahwa tempat di sana sangat cocok bagi sekolah yang dimaksud oleh I.S Kijne. Inilah awal mula ia tahu tentang Wondama, teluk yang yang indah nan permai itu. 

III. Wondama.

Awal Januai 1925, I.S Kijne betolak ke Wondama dari Mansinam untuk melihat-lihat kondisi disana. Suasana Wondama sangat tenang dan teduh, tanahnya subur dan indah, serta kampung-kampungya berdekatan sehingga sangat cocok apabila para siswa berpraktek dan lansung berkontak dengan masyarakat sekitar. Juga, sangat bagus apabila sekolah berasrama ditempatkan disana. Kijne akhirnya memutuskan bahwa disinilah tempatnya, dan pusatnya akan ditempatkan di Bukit Aitumeri yang letaknya tidak jauh dari perkampungan warga.

Kemudian, pada pertengahan Januari ia kembali ke Mansinam dan mengumpulkan anak-anak Papua yang akan ia didik serta keperluan-keperluan lain. Delapan bulan kemudian, segala persiapan telah rampung dan I.S Kijne telah siap untuk kembali ke Wondama. Itulah, tanggal 25 Oktober 1925 ia tiba dengan 35 orang murid yang telah ia rekrut untuk disekolahkan. Mereka semua adalah anak-anak Papua dari berbagai latar belakang, dan merupakan bejana yang kosong dan siap dibentuk oleh tangan seniman yang handal. 

IV. Permulaan Pengetahuan dan Pengenalan Jati Diri Bangsa.

Setelah tiba di Bukit Aitumeri, keesokan harinya I.S Kijne berkiling bukit Aitumeri untuk melihat-lihat keadaan sekitar. Dan disana ia menemukan satu buah batu besar, tempat yang akan ia jadikan untuk berdoa dan melatih anak-anak bermain musik, tarik suara, dan lain-lain. Di atas batu inilah, I.S Kijne menulis:

"DI ATAS BATU INI, SAYA MELETAKKAN PERADABAN ORANG PAPUA. SEKALIPUN ORANG MEMILIKI KEPANDAIAN TINGGI, AKAL BUDI DAN MARIFAT, TETAPI TIDAK DAPAT MEMIMPIN BANGSA INI, BANGSA INI AKAN BANGKIT DAN MEMIMPIN DIRINYA SENDIRI.” 

Semua murid yang ada saat itu adalah anak-anak Papua dari berbagai daerah. Mulai dari Biak, Jayapura, Manokwari, Mairasi, Sorong, hingga beberapa daerah lain di Papua. Mereka berkumpul dan saling mengenal satu sama lain. Tidak ada lagi perbedaan, tidak ada lagi sekat-sekat, yang ada hanya satu, Papua. Disinilah kesadaran tentang satu ras, satu warna kulit, satu peradaban—mulai muncul. Inilah awal mula pengatahuan dan pengenalan jati diri bangsa, yang secara tepat oleh sejarawan disebut sebagai embrio nasionalisme Papua.

Murid-murid inilah yang kemudian menjadi intelektual-inteletual pertama di Papua. Mereka memainkan peran sebagai kembang-kembang yang membawa sinar kemana-mana, menyinari seluruh bangsa Papua. Hingga tahun 1932, I.S Kijne kembali ke Belanda untuk meminang kekasihnya, Ny. Johana Regina Uitenbogaard lalu bersamanya kembali ke Aitumeri untuk melanjutkan pelayanannya mendidik generasi bangsa Papua yang tengah bangkit hingga tahun 1941.

I.S Kijne lalu dipindahkan ke Joka, Jayapura sebagai Direktur di Institut Joka (1949-1951) sebelum akhirnya kembali negeri asalnya, Vlaardingen. Bersamaan dengan itu, sekolah di Aitumeri pun tutup. 

IV. Kemana Kita Harus Pergi?

 23 tahun setelah nubutan pertama di Bukit Aitumeri, di atas geladak kapal KM Zee Aen di Dermaga Serui medio September 1958, ketika I.S Kijne bersama kekasihnya Ny. Johana dipaksa meninggalkan tanah yang telah mereka garap sepenuh hati itu sebagai akibat dari nafsu Indonesia yang ingin menguasai Papua, I.S Kijne berkata:

"Aku pergi dengan keyakinan tanah dan bangsa Papua akan dikuasai oleh mereka yang mempunyai kepentingan politik atas segala kekayaan dan hasil tanah itu, tetapi mereka tidak akan membangun Papua dengan kasih sayang, sebab kebenaran dan keadilan akan diputar-balikkan serta banyak hal baru yang akan membuat orang Papua menyesal tetapi itu bukan maksud Tuhan, melainkan keinginan manusia."

Kapal Zee Aen meninggalkan Papua pergi untuk tidak kembali lagi. Tanggal 1 Mei 1963 Indonesia mengambil alih kontrol Papua secara penuh dan melancarkan serangkaian pembunuhan massal serta penipuan paling menjijikan yang belum dikenal sebumnya. Tahun 1969, setelah membunuh ribuan orang Papua dan merekayasa kesepakatan New York 1962, Indonesia secara resmi menduduki Papua pada tahun 1969 melalui Pepera yang penuh tipu daya dan tidak masuk akal.

Sejak saat itu dan sebelumnya, bangsa Papua yang dipersiapkan oleh Kijne berubah menjadi lautan darah, penuh kekerasan, dan tipu daya. Hutan-hutan alam dibabat tanpa ampun, bekas galian mengaga seperti luka busuk, dan manusianya dibunuh setiap hari seperti anjing di warung RW. Terbaru 12 orang warga sipil dibunuh dalam waktu hanya 3 jam di Kampung Soanggama Intan Jaya, dan pelakunya adalah bangsa asing yang ingin meguasai kekayaan alam seperti nubuatan I.S Kijne.

Sekarang pertanyaannya, harus kemana bangsa Papua? I.S Kijne sudah mengatakan dengan jelas bahwa "sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, marifat dan akal budi, tidak akan mampu memimpin bangsa ini. Bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri." Kata-kata itu dengan jelas merujuk bahwa bangsa lain, termasuk bangsa Indonesia, tidak akan dapat mampu membangun bangsa Papua, KECUALI BANGSA PAPUA BANGKIT DAN MEMIMPIN DIRINYA SENDIRI.

Pengalaman kita 60an tahun bersama Indonesia sudah memberikan bukti-bukti yang kuat. Bahwa alih-alih bergerak maju, kita semakin hancur dan terseok-seok di atas tanah kita sendiri. Manusianya semakin hari semakin minoritas, sementara penduduk asing semakin mendominasi. Air kita diracuni, mahkota kita dibakar, hutan dibabat, tanah dikeruk, lalu kita tetap dalam keadaan miskin dan teraniya. 

Kalimat "BANGKIT MEMIMPIN DIRINYA" sendiri jelas menunjukkan bahwa bangsa Papua dan hanya bangsa Papua yang dapat memimpin dirinya sendiri. Ini berarti semua bangsa asing, termasuk Indonesia harus angkat kaki dari tanah Papua. Kalimat ini jelas merujuk pada tujuan yang jelas, Papua harus lepas dari kekangan bangsa asing (Indonesia) dan merdeka-berdaulat di atas tanah airnya. Papua Baru, Papua Merdeka!

=<>=

Ditulis oleh Musell M Safkaur, memperingati I Abad "Peradaban" Papua, 25 Oktober 2025.

_______

Sumber:

1. Hanz Wanma, "Domine Izak Samuel Kijne, Mengenang Hidup dan Karyanya Untuk Tanah dan Bangsa Papua", JW Press, 2016.

2. Yason Ngelia, "Gerakan Mahasiswa Papua", Apro Publisher 2019.

3. P.J Drooglever, "Tindakkan Pilihan Bebas, Orang Papua dan Penentuan Nasib Sendiri", Kanisius 2010.

4. Panita Jubelium Emas 150 Tahun Hari Pekabaran Injil di Tanah Papua, "Hidup dan Karya Rasul Papua Gotlob Geissler", 2005.

5. Jemaat GKI Diaspora Papua, "I.S Kijne Cita dan Pengorbanannya Untuk Bangsa Kulit Hitam di Timur Lautan Teduh", 2022.

6. Albert Rumbekwan, "Seratus Tahun Nubuatan D.S I.S Kijne, Refleksi Seabad Iman dan Enam Puluh Sembilan Tahun GKI di Tanah Papua", 2025.

Terlampir foto-foto koleksi dari penulis.

Oleh: Elius Heluka.

Pos. Admin 


Badan Pengurus Pusat Komite Nasional Papua Barat (BPP KNPB) menyampaikan klarifikasi resmi terkait pernyataan publik Juru Bicara Tentara Nasional Papua Barat Sebby Sambom

Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua- Holandia Jayapura -Melangka Tanpa Alas Kaki- KnpbNews, !Badan Pengurus Pusat Komite Nasional ...