Langsung ke konten utama

Dalam Tunas Bambu Terdapat Bayi yang Cantik dan Berkilauan

Tetesan Air Mata Ibunda, Kota Tua Cina, Melangkah Tanpa Alas Kaki, Salah satu dongeng dengan akhir yang menyedihkan adalah kisah Putri Kaguya. Cerita rakyat dari Jepang ini sangat tua dan terkenal. Dikisahkan seorang kakek pemotong bambu yang hanya tinggal berdua dengan sang istri. Mereka tidak memiliki anak. Suatu hari, ia mendapati sebatang bambu bercahaya.

Sang kakek mendekat dan tanpa disangka-sangka, di dalam tunas bambu terdapat bayi yang cantik dan berkilauan. Ia begitu bahagia. Bersama istri, keduanya merawat bayi Kaguya dengan penuh sukacita. Anak itu pun tumbuh cepat seperti rebung.

Kaguya sebenarnya adalah putri yang berasal dari bulan. Ia memilih hidup di bumi karena ingin sebuah kebebasan. Menikmati udara segar, bermain bersama serangga, menghirup aroma rumput, dan berlarian di bawah kelopak sakura yang luruh.

Ketika Kaguya tumbuh remaja, sang kakek terus menemukan keping-keping emas dari dalam bambu bercahaya. Kehidupan mereka pun berubah. Laki-laki tua itu mampu membangun rumah mewah, lengkap dengan para pelayan.

Kaguya tumbuh dewasa bak seorang putri, mengenakan kimono-kimono mahal dan cantik. Cerita tentang keanggunan parasnya tersebar ke seluruh negeri. Putri jelita dengan wajah berkilauan. Sama seperti namanya.

Para bangsawan dan pangeran berduyun-duyun hendak meminang. Tak satu pun yang menarik perhatian Kaguya.

Ia merindukan kebebasan seperti ketika masih tinggal di pondok bambu. Rindu alam, bunga-bunga, binatang, dan rumput hijau.

Puncaknya, ketika salah seorang pangeran memaksa ingin membawanya ke istana, Putri Kaguya menolak. Dalam hati, ia berkata pada Bulan, memohon diselamatkan.

Pada saat itu memori akan asal-usulnya tersibak. Ia bisa mengingat semuanya. 

Putri Kaguya bersedih. Ia ingin menetap di bumi. Ingin tinggal di bawah hamparan sakura, bersama burung-burung yang terbang bebas. Bisa memiliki kenangan, memiliki perasaan, merasakan bahagia, juga mensyukuri rasa sedih. Ia merasa begitu beruntung menjadi manusia. Ia ingin tinggal bersama orang tuanya.

Namun, saat bulan purnama, Putri Kaguya dijemput kembali ke bulan. Meninggalkan sepasang kakek nenek yang semakin renta, yang menangisi kepergiannya dengan pilu.

***

Aku kenal orang di masa kecilku bernama Daeng Naba. Seorang pengemis tua yang buta. Ia menumpang tinggal bersama kerabat di kompleks kumuh.

Setiap pagi, Daeng Naba selalu membeli jajanan khas Makassar seperti putu cangkir dan jalangkote. Dia punya langganan becak yang siap mengantarnya berangkat dan pulang ke tempat mengemis.

Ketika sedang bersemangat, ia tak hanya mengandalkan kaleng bekas mentega untuk menadah uang koin, namun juga akan memainkan kecapi yang tak kalah tua dengan usianya.

Petikan kecapinya indah dan menghibur. Lirik-lirik lagunya yang berbahasa Bugis Makassar begitu jenaka serta mengundang tawa.

Daeng Naba didampingi asisten, seorang anak kecil yang diupahnya. Tiga ribu rupiah untuk menunggui selama delapan hingga dua belas jam. Dia punya dua asisten yang bergantian jaga, seorang anak perempuan berusia tanggung, dan satu lagi, aku.

Ketika menjaganya, aku harus kuat menahan kantuk. Menunggu orang-orang datang menghampiri dan menjatuhkan kepingan uang logam. Atau jika sedang sangat, sangat beruntung, uang bergambar Soeharto mendadak tercebur ke dalam kaleng. Lima puluh ribu rupiah sangat bernilai, terlebih jika dilemparkan begitu saja untuk seorang pengemis.

Jika ia lapar, aku harus menuntunnya menuju rumah makan. Aku boleh memilih menu apa saja tanpa dipotong upah. Kami sama-sama makan dengan lahap.

Kalau ingin buang air kecil, aku membawanya ke selokan di area parkir pusat perbelanjaan yang kami datangi.

Jika ingin merokok, aku membakarkan cerutunya. 

Tugas paling penting dari semuanya adalah menjadi mata keduanya saat menghitung penghasilan hari itu. Kami biasa pulang naik becak pada pukul sepuluh malam. Esoknya ketika tiba hariku bertugas, aku kembali menjadi asisten Daeng Naba sepulang sekolah.

Pernah ada kasak-kusuk yang beredar. Satu dua orang bilang, Daeng Naba tidak benar-benar buta. Ada pula kabar yang menyebutkan, Daeng Naba jatuh cinta pada gadis kecil penjual putu cangkir langganannya. Sempat tersiar desas-desus bahwa laki-laki tua itu sempat bertindak tak pantas pada si anak.

Rumor itu tersiar beberapa waktu saja. Sama seperti Putri Kaguya, akhir hidup Daeng Naba pun menyedihkan bagiku. Bahkan masih terkenang hingga aku dewasa. 

Daeng Naba menghabiskan masa tua dalam keadaan lumpuh. Tak pernah menikah. Tak ada istri tempat berbagi, tak ada anak-cucu.

Sungguh, aku tak sanggup membayangkan menjalani hari-hari tua sesunyi itu. 

Ada yang bilang, orang yang paling keras tertawanya, adalah yang paling kesepian hidupnya. Barangkali begitulah Daeng Naba. Yang selalu tampak ceria dan membuat orang-orang terpingkal dengan lirik lagunya.

Banyak orang beranggapan cerita semacam itu hanya serupa angin lalu, hingga perlahan terlupa. Tak ada yang tertarik menuliskannya. Terlalu biasa. Tak ada aksi heroik yang layak dibanggakan. Tak ada scene epik yang pantas jadi pesan moral. Tapi bagiku, cerita tentang orang tua yang kesepian adalah terlalu pahit. 

Ketika bertemu sosok kakek atau nenek tua di jalan, tengah menjajakan dagangannya atau terjebak dalam derasnya hujan, dalam kepalaku bertanya, “Adakah belahan hati yang menunggunya pulang? Atau setidaknya, anak maupun cucu-cucu yang mengelilinginya ketika ia tiba di rumah?”

Berbeda dengan kisah Putri Kaguya yang tersohor ke seluruh Jepang, kisah-kisah orang kecil seperti kami hanya menguar sesaat di telinga sekitar, lalu lenyap seperti embun. Hal-hal baik mudah sekali dilupakan sedangkan berita buruknya mengendap lama dalam ingatan.

Namun, sekecil apa pun kita, sesepele apa pun peran kita di dunia, setidak penting apa pun cerita kita di hidup orang lain, kita adalah tokoh utama dalam dongeng kehidupan kita sendiri.

Dan ajaibnya, kita bisa memilih peran itu. Menjadi tokoh protagonis, entah sebagai sosok kesatria, atau bahkan sekadar pelayan raja namun baik hati. Maupun menjadi penyihir jahat yang banyak menimbulkan kerusakan. Sering membuat orang lain kesal dan marah oleh ayunan tongkat kita, kerap membubuhkan racun dalam setiap tingkah laku maupun ucapan.

Semoga, kita mampu menjadi tokoh yang baik. Hingga ujungnya ketika lembar terakhir kehidupan ditutup, kita bisa meraih akhir yang berbahagia.

***

Post. Admind

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SETELAH DENGAR HASIL UJIAN PAKAIAN SISWA/I SMA Kelas XII Di NABIRE DIWARNAI BINTANG KEJORA POLISI MEMUKUL Mince Heluka, BEBERAPA ORANG MENANGKAP POLISI

Siswi SMA kelas XII,Foto Mince heluka dapat pukul dari Polisi Nabire. Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua- Kota Jeruk 🍊 -Melangkah Tanpa Alas Kaki- Nabire Siswa/i SMA kelas 3 dengar hasil ujian, mereka mewarnai pakeyan abu putih dirubah Bendera Identitas diri Papua Barat, Bendera Bintang Kejora/Bintang Fajar Polisi Melakukan pukulan dan penangkapan terhadap siswa/Siswi. Dengan melihat Siswa Mewarnai dengan warna Identitas sehingga beberapa orang anggota polisi dan ada pula yang dapat pukulan dari Polisi pada Senin 06/05/2024. Kata M.D melalui Handphone genggamnya. Penangkapan dan pemukulan dari polisi terhadap teman-teman SMA yang turun pawai kebahagiaan setelah mendengar kelulusan mereka, namun kami merasa kecewa karena polisi-polisi yang berada di Nabire melarang kegiatan kami, Lanjutnya. Kronologis yang Terjadi  Pukul 16: 7 wp. Kurang lebih 9 orang pelajar dikejar oleh 2 orang polisi berpakaian preman dengan kendaraan beroda 2 pengejaran tersebut lokasi da

SEPOTONG PERAHU KERTAS

Kecewakan mu  Di dalam hati yang terluka,   Kata-kata itu menggema.   Pahit getirnya rasa kecewa,   Menyatu erat dalam jiwa. Seperti bayangan yang tak pernah hilang,   Begitu juga rasa kecewa yang terpahat.   Sekali tersakiti, hatimu rapuh,   Dikhianati sekali, cintamu terus meragu. Siapa pun yang mengecewakanmu,   Tidak akan luput dari pandanganmu.   Setiap detik, setiap waktu,   Luka itu tetap merayap dalam ingatan. Namun di balik kekecewaan yang mendalam,   Tersembunyi pelajaran berharga.   Jangan biarkan rasa itu membelenggu,   Biarkan ia menjadi bekal untuk tumbuh lebih kuat. Eko-Vinsent  🍁🍁🍁 SEPIH Sekali lagi sepi Tanpa suaramu  Tak ada kata-kata manismu Hanya hening yang terasa  Sekali lagi sendiri  Merenungi semua rindu ini Menatap langit dengan tatapan hampa  Menyebut namamu tanpa sahutan Sekali lagi hanya diam Menanti sapa itu hadir lagi Membiarkan malam dan siang terlewati Tanpamu dan tanpa kita bercengkrama  Ly SMy  19.9.24 🍁🍁🍁 Se𝗖𝗶𝗻𝘁𝗮 

Adat-Mu Itulah yang Disebut Identitas-Mu, & Kebiasaan Itulan Adat-Mu & Itu-lah Sumber Hukum

Artikel. Oleh. Yegema Megolah sala satu identitas diri yg disebut (Kagane) Tetesan Air Mata Ibunda-kota Tua Paniai ---Melangkah Tanpa Alas Kaki -Kagane merupakan salah satu identitas diri yang diwariskan oleh moyang sejak saya dan kamu tiada. Barang atau benda itu telah ada sebelum manusia dipenuhi di muka bumi ini. Mereka mengolah Adat sesuai keinginan sesuai kepercayaan yang dimiliki setiap daerah termasuk tiga atau empat Wilayah adat Papua, termasuk Wilayah Meepago. Kebiasaan ini tidak bisa berubah dengan bentuk apapun dan bentuk bagimanapun alasan-Nya. Siapapun merasa berubah itulah yang disebut menggagalkan usaha yang diwariskan oleh nenek moyang dan tete moyang kita. Kebiasaan-kebiasaan merubah tampilan maupun warna dan bentuk maka Merusak wajah anda dan  telah menemukan Runtuhnya Manusia.  Ko lupa itulah ko lupa sejarah, akhirnya dibilang Rumah-Mu Runtuh Tapa sebab akibat. Adat-Mu Itulah yang Disebut Identitas-Mu, & Kebiasaan Itulan Adat-Mu & Itu-lah Sumber H