Langsung ke konten utama

JOGYA


Oleh. Mahesa Jenar
1/
Jogya yang sekarang, adalah Jogya yang sama di masa silam. Begitukah juga dengan cinta?

Jogya adalah kisah cinta dua manusia, cinta yang biasa saja, tak istimewa. Layaknya dua berkas cahaya yang pernah melintas bersama-sama di atas bukit dan turun perlahan, membelah dan memanjang ke bawah. Cahaya itu tak akan pernah lagi menyatu. 

Jogya adalah matahari pagi yang malu-malu melihat ke bawah, atau mungkin segan memercik terik yang bisa membakar alam di bawahnya. Atau seperti sebuah bukit yang hanya bisa memandang lembah melalui dinding batunya yang terjal. Mereka tak akan pernah menyatu.

Jatuh cahayanya yang samar menyempurnakan debur di dada. Segala kenangan cinta pun menyaru sebagai warna ungu, abu-abu, bahkan coklat. Bahagia dan luka. Lapang dan sesak bergantian. Ikhlas dan sesal datang berulang-ulang. Pada senja hari, dia pancarkan jingga yang menyapu seluasnya angkasa. Berpendar terang sampai gelap menghapus cahaya, malam sekadar menyisakan getar.
 
Jogya, atau barangkali bisa kau baca sebagai cinta kita adalah bunga mekar dan gugur, dengan banyak kelopak yang cerah dan kusam. Di dasar lembah mereka menjadi kenangan yang bertumpuk-tumpuk, layu dan terabaikan. Tapi, beberapa masih ada yang memaksa berbaring terjaga sepanjang hari, sepanjang malam.

2/

Jogya yang sekarang, adalah Jogya yang sama di masa silam. Begitukah juga dengan cinta?

Sebagaimana seorang anak laki-laki yang merasa sudah dewasa melepaskan diri dari kepompongnya. Terburu-buru dia berjalan melalui jalan yang sering dilalui ayahnya, atau oleh laki-laki dewasa lainnya. Terpesona oleh semua keindahan yang membuatnya mendekat. Mencari kemauan baru dan meraih impian menjadi diri sendiri.

Dia mendengar banyak suara dari hatinya, merasakan ritmenya. Mengikuti nalurinya. Meresapkannya ke dalam sanubari. Dia terlena, merasa sudah dewasa. Luka? Anggap saja biasa.

Dia sudah besar kini. Mungkin sedikit dewasa, dan semakin tidak bisa menyembunyikan apa pun. Setiap titik air matanya adalah cermin luka hatinya. Tapi, terkadang dia masih tidak tahu, ke mana kesedihan akan berakhir atau dimulai kembali —atau ke mana kebahagiaan akan dijumpa.

Hari ini, menggigil dia dalam dinginnya Jogya. Cinta? Tak ada lagi yang tersisa.

Post. Admind

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menteri Investasi Indonesia Bahlil Lahadalia, Orang Sulawesi yang Mengklaim Diri Sebagai “Anak Papua”

Sebuah Mesin Perampasan yang Bekerja atas Nama Negara, Investasi, dan Kepentingan Global.  Oleh : Victor F. Yeimo  Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua Holandia-Melangkah Tanpa Alas Kaki - Bahlil   Lahadalia, orang Sulawesi yang mengklaim diri sebagai “anak Papua” memainkan peran yang secara teoritis dapat kita sebut sebagi agen apropriatif kolonial, atau individu yang melakukan klaim identitas demi legitimasi proyek hegemonik pusat atas wilayah pinggiran.  Bahlil Lahadalia, Sebagai Menteri Investasi, ia menjelma menjadi agen ideologis dan teknokratis kapitalisme kolonial. Proyek Strategis Nasional (PSN) di Papua adalah mega-infrastruktur of dispossession, yaitu infrastruktur raksasa yang berfungsi sebagai mekanisme primitive accumulation dalam versi abad ke-21. PSN adalah wajah mutakhir dari kapitalisme kolonial, sebuah mesin perampasan yang bekerja atas nama negara, investasi, dan kepentingan global.  Di Merauke, negara merampas...

SEPOTONG PERAHU KERTAS

NEGERI BAJAKAN Di negeriku yang lucu ini Nelayan adalah bajak laut Petani bajak tanah Anak-anak bajak wifi Agama bajak kewarasan Pejabat bajak rakyat Di bawah hukum pemerintah bajakan Di negeri yang penuh drama ini Pencuri sandal lebih biadab dari koruptor Nyawa aktivis tak ada harganya dibandingkan sebungkus rokok yang membela tanah adat, dibunuh dan mayatnya dibuang ke dalam got Darah-darah mengalir, membasuh dosa siapa, membaptis anak-anak siapa? Pemuda-pemuda merancang perlawanan Dari dusun-dusun kecil, pulau-pulau terpencil Dari pendidikan-pendidikan yang kalian sebut, terbelakang Dari orang-orang yang kalian sebut miskin dengan baju diskriminasi Pemuda-pemuda jangan berhenti melakukan perlawanan Di negeri yang lebih mencintai baliho daripada rakyatnya sendiri Di negeri yang lebih mencintai investor daripada anaknya sendiri Jangan berhenti melakukan perlawanan di negeri yang sibuk membangun dinasti politik daripada membangun sekolah dan rumah sakit Sekolah baik-baik, b...

Ini 11 Pernyataan Protes KNPB Mengenai New York Agreement, Apa Saja?

Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua Menado-Melangkah Tanpa Alas kaki - Manado - Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menyatakan menolak perjanjian New York yang dilakukan Amerika, Belanda, Indonesia dan PBB tanpa melibatkan bangsa Papua. Pernyataan itu disampaikan KNPB memperingati perjanjian New York yang terjadi pada 15 Agustus 1962. “Kami menolak Perjanjian New York 1962 yang dibuat secara sepihak tanpa melibatkan bangsa Papua dan yang mengkhianati hak kami untuk merdeka dan berdiri sendiri,” kata Hiskia Meage, Ketua KNPB Konsulat Indonesia pada 15 Agustus 2024. Hiskia mengatakan, perjanjian tersebut tidak memiliki legitimasi, karena tidak mencerminkan keinginan dan aspirasi rakyat dan bangsa Papua. Oleh sebab itu, KNPB menyatakan sikap bahwa ; 1. Pihaknya menolak hasil Pepera 1969, yang dilaksanakan dengan manipulasi, intimidasi, dan kekerasan. Proses Pepera yang melibatkan hanya 1.026 orang dari sekitar 809.337 rakyat Papua dan di bawah ancaman senjata tidak mencerminkan p...