Langsung ke konten utama

KELELAWAR HITAM

Oleh: Mahesa Jenar
Pada selasar rumah di tepi gunung, di bukit terjal nan lengang, aku terbaring dan melihatmu datang. O, kelelawar hitam! Kau datang dari gua terdalam, di mana lumut-lumut hitam tumbuh subur. Dan aneka macam rumput dan perdu, akan mekar seperti mawar.

Hari ini, masuk musim panas pertama, setelah untaian panjang hari-hari yang berhujan. O, kelelawar hitam! Hitammu rerimbun yang mengilap. Kepakmu mencacah awan hitam. Pergerakanmu diam-diam, tapi mematikan. O, kelelawar hitam! Bergegaslah mencari buah dan serangga untuk santap malam. Segeralah menghilang, jangan memberi pertanda pada siapa pun.

Dipaksa bersemayam di selasar rumah gunung ini. Setelah terpojok bagai anak domba yang terjebak di tepi jurang, dengan ratusan anjing hutan yang bersiap datang. Matilah aku.

Aku datang paksa ke tempat sunyi ini, merebahkan tubuh tanpa jiwa ini. Aku pecundang korban keadaan. Mereka yang curang, aku yang menjadi korban.

Di sekitar tempatku terbaring, seekor tikus yang waspada melompat dan berlari —seekor binatang dengan sedikit kecerdasan, tapi tangkas menghadapi keadaan. Sedang aku? Gelar sarjana bertingkat dua tak ada guna, ketika dengan bodohnya tertawa bahagia saat ditunjuk sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) sebuah proyek pelebaran dan peningkatan kualitas jalan nasional. Terbayang ada banyak kebangaan yang akan datang. Nyatanya? 

***

"Mahes, untuk proyek pelebaran dan peningkatan kualitas jalan nasional di provinsi Jawa Barat, kamu yang pegang ya. PPK-nya kamu. Aku tidak percaya pada si Satrio lagi. Proyek sebelumnya, memang kontraktor utamanya aku yang tunjuk, tapi sub kontraktornya dari dia semua. Dia atur semaunya sendiri. Sebentar lagi dia akan berurusan dengan internal auditor kita. Aku sudah berikan beberapa "masukan berharga" pada mereka. Lihat saja ... lagian, sudah waktunya bagi kamu untuk belajar berkoordinasi dengan para kontraktor besar dan mendapatkan tugas yang lebih besar." Dengan masih menundukkan kepala dan membaca berkas persetujuan proyek dari kementrian, sang juragan, pejabat eselon satu di instansi ini memberi instruksi tugas kepadaku. Lugas dan jelas.

"Paket pertama sebesar 320 miliar rupiah, total ada empat paket dengan total pagu proyek 1,2 triliun rupiah, nanti kita bicarakan detilnya dengan kontraktor yang sudah aku tunjuk. Kamu persiapkan dulu segala administrasi dan persiapan tendernya." Sang juragan melanjutkan ucapannya, kali ini sambil scroll layar gawainya, dan berhenti sejenak untuk menuliskan sesuatu di chat wa-nya.

"Siap, Pak. Saya menunggu instruksi lebih lanjut," jawabku singkat.

"Aku sudah kirim pesan ke kontak person perusahaan kontraktor yang akan kita tunjuk, namanya Hartawan, dia wakil direktur di perusahaan itu. Cobalah akrab dengannya. Dia juga yang nanti akan memfasilitasi kamu dan team kita di proyek ini, biar kalian bisa bersenang-senang."

Ini pembicaraanku dengan sang juragan dua bulan yang lalu. Sejak itu lebih dari dua minggu ada banyak pembicaraan intens dari pihak pemilik proyek, yang diwakili sang juragan dan aku, juga dengan PT. ABC, sebuah perusahaan jasa konstruksi nasional yang akan ditunjuk sebagai pemenang tender. Apa peranku dalam pembicaraan dan negosiasi ini? Tidak lebih sebagai pendengar yang baik dan mencatat beberapa poin penting terkait proyek dan drawdown atau pencairannya.

Tender dilaksanakan secara terbuka, tapi dengan beberapa persyaratan tender yang hanya bisa dipenuhi oleh PT. ABC. Semua sudah dikondisikan dengan baik. Komitmen fee 30% dibayar di muka, paling lambat seminggu sebelum tanda tangan surat perintah kerja (SPK). Komitmen fee ini ditransfer ke rekening istri sang juragan di sebuah bank swasta di Singapura. Detil-detil lainnya bersifat teknis, normatif, sebagai kelaziman pengerjaan proyek besar; seperti seremonial dimulainya pengerjaan proyek dengan mengundang Menteri, Gubernur, dll.

Sejak itu aku menjadi super sibuk. Aku harus menyiapkan team administrasi untuk acara tender proyek secara terbuka, membentuk team pengawas proyek, persiapan seremonial dimulainya proyek, membentuk taskforce berkolaborasi dengan team provinsi Jawa Barat, menyewa homebase di beberapa kota tempat proyek tersebut dilaksanakan, booking tempat karaoke di akhir minggu, sampai nomer telepon beberapa pialang cinta di sana.

'Ini amanat atau ujian, ya Tuhan!' rasanya berat sekali mengemban tugas kali ini. Ingin sekali menolaknya, tapi sebagai bawahan tentu aku tidak punya pilihan. Cepat atau lambat aku memang akan berada pada posisi ini.

***

Pelaksanaan tender proyek berlangsung dengan lancar. PT. ABC menjadi pemenangnya. Ada poin utama yang belum siap dipenuhi para pesaingnya —dukungan kredit pengerjaan proyek dari bank plat merah minimal sebesar 300 miliar rupiah. Tentu saja PT. ABC menjadi satu-satunya pihak yang bisa memenuhinya, karena sejak jauh-jauh hari sudah disampaikan ke mereka untuk menyiapkan ini. Pihak bank plat merah pun berani memberikan kredit sebesar ini atas konfirmasi tertulis dari aku, selaku PPK bahwa PT. ABC yang akan menjadi perusahaan yang mengerjakan proyek ini. Tentu ini semua atas instruksi sang juragan. Permainan yang sempurna. 

Tender done. Tinggal menyiapkan SPK dan sebelum itu ... menagih komitmen fee dari PT. ABC.

"Aman pak Mahes, besok sebelum jam dua siang, paket durian sebanyak 96 ikat kami kirim ke Singaparna." Ini jawaban lugas dari pak Hartawan, wakil direktur PT. ABC saat aku telepon langsung menanyakan perihal komitmen feenya. 96 ikat durian ini tentu adalah 96 miliar rupiah atau 30% dari 320 miliar rupiah, besarnya paket pertama proyek yang dimenangkan mereka ini. 

Aku segera sampaikan konfirmasi telepon ini ke sang juragan. 

"Setelah 96 ikat duriannya masuk, besok sore langsung buat SPK-nya."

"Tidak menunggu enam hari lagi, Pak?"

"Nggak usah. As soon as possible saja, Mahes."

"Siap, Pak."

Besoknya komitmen fee telah terkonfirmasi masuk, dan SPK juga sudah ditandatangani para pihak —aku sebagai pihak pertama dan PT. ABC sebagai pihak kedua.

Pelaksanaan proyek paket pertama ini dibagi menjadi tiga termijn atau tiga tahap, tapi pembayaran kepada kontraktor dibagi menjadi empat tahap, sbb:

Tahap 1 : uang muka sebelum pelaksanaan proyek sebesar 10% atau 32 miliar rupiah.

Tahap 2 : pembayaran sebesar 128 miliar rupiah setelah proyek selesai 40%.

Tahap 3 : pembayaran sebesar 80 miliar rupiah setelah proyek selesai 70%.

Tahap 4 : pembayaran sebesar 80 miliar rupiah setelah proyek selesai 100%.

PT. ABC benar-benar bergerak cepat untuk pengerjaan proyek ini. Setelah SPK ditanda tangani, keesokan harinya mereka mengajukan permohonan pencairan uang muka sebesar 32 miliar rupiah. Satu bulan kemudian mengajukan pencairan kedua sebesar 128 miliar rupiah setelah pengerjaan proyek sudah 40%, dengan disertai berita acara pembobotan pekerjaan dari team pengawas proyek yang menyatakan proyek telah dikerjakan 40%.

Terbit juga keraguanku untuk pencairan sebesar 128 miliar rupiah ini. Skedul pengerjaan pada tahap ini dua bulan, tapi bisa dikerjakan mereka hanya dalam waktu satu bulan. Secara hitungan teknis tidak mungkin capaian pekerjaan bisa sebesar ini.

Tahap pertama sebesar 40% ini dimulai dari pelebaran bahu jalan, kemudian dilanjutkan proses konstruksi jalan tersebut sampai proses tahapan finishing sepanjang 60 km. Ajaib jika bisa selesai hanya dalam waktu satu bulan.

"Bayar saja, Mahes! Kan sudah ada berita acara pembobotan 40% dari team pengawas proyek! As soon as possible kan lebih baik."

Sekali lagi "as soon as possible" menjadi kalimat ajaib sang juragan kepadaku untuk menyegerakan tugasku sebagai PPK. Damn it!

Dengan berat hati aku tanda tangani dokumen pencairan ini. Rasanya aku tidak lebih dari sekadar juru bayar. Ok, aku bayarkan. Aku tunaikan tugasku sebagai juru bayar ini. Aku anggap ini wujud loyalitasku sebagai anak buah. Tapi aku tidak tinggal diam. Keesokan harinya aku dan teamku sendiri turun ke lapangan untuk melihat secara langsung kemajuan proyek.

Benarlah dugaanku. Ada yang tidak beres dari pengerjaan mereka. Aku ragu dengan kualitas pekerjaan mereka ini telah sesuai spesifikasi yang ada pada SPK, bahkan aku ragu mereka telah mengerjakan sepanjang 60 km.

Teamku bergerak cepat untuk melakukan uji kualitas dengan pengambilan sampel inti (core drill), hammer test, kepadatan lapangan dengan sand cone, pengujian aspal dari penetrasi sampai berat jenisnya, dan beberapa uji teknis lainnya. Hasil dari laboratorium kami diperkuat hasil laboratorium teknik sipil dari sebuah perguruan tinggi negeri di Jakarta menunjukan angka minor semua.

Ada yang tidak beres dengan laporan team pengawas proyek. Sejak awal aku memang sudah meragukan independensi dan integritas dari anggota team pengawas ini. Mereka semua orang-orangnya sang juragan.

‘Apa yang harus aku lakukan?’

Malamnya aku berdiskusi dengan teamku untuk mencari solusi agar semua kesalahan ini tidak terus berlanjut, segera ada recovery, dan pelaksanaan proyek berjalan sesuai rencana, baik secara kualitas mau pun waktu.

Malam itu juga semua resume temuan diskrepansi proyek aku sampaikan lewat email pada sang juragan, dengan catatan kecil “as soon as possible” besok pagi aku harus menghadap padanya.

***

"Pak, sesuai laporan yang saya kirimkan lewat email semalam, ada masalah besar pada pengerjaan proyek ini. Mohon petunjuk lebih lanjut." 

Hanya ada aku dan sang juragan di ruang kerjanya ini. Rasanya aku tidak mungkin mempertajam ucapanku. Laporan yang aku berikan padanya sudah menelanjangi bulat-bulat adanya kecurangan pada pengerjaan proyek ini.

"Kamu punya rekening di luar negeri, Mahes? Siang ini PT. ABC akan transfer 10 miliar rupiah ke rekeningmu. Kamu atur-aturlah ke orang-orangmu."

Ucapannya ini benar-benar tikaman pisau tajam. Integritas bukanlah perkara rupiah, ia perkara keteguhan hati menjaga kejujuran pada situasi apa pun. 

"No way, Pak. Tolong beri solusi yang terbaik. Bapak pasti paham makna terbaik di sini. Kalau ada yang salah luruskan. Kalau ada yang curang selesaikan. Saya paham di mana bapak berdiri saat ini, tapi kalau sudah terlalu jauh dan merugikan negeri ini, tentu pilihan saya adalah memihak pada kepentingan negeri ini. Dan pada kebenaran."

"Kurang ajar kamu! Who are you to dare threaten me ... just see what happens. Keluar kamu!"

Aku keluar dari ruangnya dengan hati lapang. Sama sekali tidak ada kemarahan di hatiku, sedikit pun tidak ada keinginan untuk melayani amarahnya. 

Hari ini baru dua bulan aku ditunjuk sebagai PPK, seharusnya ini menjadi milestone dari perjalanan karierku, tapi hari ini juga aku akan mengajukan permohonan pengunduran diri dari instansi ini. 

Aku bergegas ke ruang kerjaku untuk membuat surat pengunduran diri. Tak ada lagi yang aku harapkan dari pekerjaan dan jabatanku di sini. Mengundurkan diri adalah jalan yang terbaik. Aku titipkan suratku ini ke anak buahku agar bisa segera diserahkan ke sang juragan. Malas aku kalau harus berjumpa dengannya lagi.

Rasanya lega telah melakukan hal yang benar meski kesadaran ini datangnya terlambat. Hari ini aku akan istirahat saja di rumah, besok berencana ke kantor polisi untuk membuat laporan masalah proyek ini.

***

Aku lihat di langit seekor kelelawar hitam terbang berputar-putar di atasku. Gelapnya langit malam ini gagal menyembunyikan kepekatannya. Kelelawar itu nampak riang. Meski hitam tapi nampak kalau hatinya senang. Rasanya aku seperti melihat diriku sendiri. Meski hitam, pada akhirnya memilih untuk berbuat benar.

Aku masih terbaring di selasar rumah tepi gunung yang terpencil ini. Terus berbaring dengan tersenyum, setelah sore tadi tiga orang menculikku, membawaku ke sini, menembak kepalaku, memastikan aku telah mati di sini.

Post. Admind

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SETELAH DENGAR HASIL UJIAN PAKAIAN SISWA/I SMA Kelas XII Di NABIRE DIWARNAI BINTANG KEJORA POLISI MEMUKUL Mince Heluka, BEBERAPA ORANG MENANGKAP POLISI

Siswi SMA kelas XII,Foto Mince heluka dapat pukul dari Polisi Nabire. Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua- Kota Jeruk 🍊 -Melangkah Tanpa Alas Kaki- Nabire Siswa/i SMA kelas 3 dengar hasil ujian, mereka mewarnai pakeyan abu putih dirubah Bendera Identitas diri Papua Barat, Bendera Bintang Kejora/Bintang Fajar Polisi Melakukan pukulan dan penangkapan terhadap siswa/Siswi. Dengan melihat Siswa Mewarnai dengan warna Identitas sehingga beberapa orang anggota polisi dan ada pula yang dapat pukulan dari Polisi pada Senin 06/05/2024. Kata M.D melalui Handphone genggamnya. Penangkapan dan pemukulan dari polisi terhadap teman-teman SMA yang turun pawai kebahagiaan setelah mendengar kelulusan mereka, namun kami merasa kecewa karena polisi-polisi yang berada di Nabire melarang kegiatan kami, Lanjutnya. Kronologis yang Terjadi  Pukul 16: 7 wp. Kurang lebih 9 orang pelajar dikejar oleh 2 orang polisi berpakaian preman dengan kendaraan beroda 2 pengejaran tersebut lokasi da

SEPOTONG PERAHU KERTAS

Kecewakan mu  Di dalam hati yang terluka,   Kata-kata itu menggema.   Pahit getirnya rasa kecewa,   Menyatu erat dalam jiwa. Seperti bayangan yang tak pernah hilang,   Begitu juga rasa kecewa yang terpahat.   Sekali tersakiti, hatimu rapuh,   Dikhianati sekali, cintamu terus meragu. Siapa pun yang mengecewakanmu,   Tidak akan luput dari pandanganmu.   Setiap detik, setiap waktu,   Luka itu tetap merayap dalam ingatan. Namun di balik kekecewaan yang mendalam,   Tersembunyi pelajaran berharga.   Jangan biarkan rasa itu membelenggu,   Biarkan ia menjadi bekal untuk tumbuh lebih kuat. Eko-Vinsent  🍁🍁🍁 SEPIH Sekali lagi sepi Tanpa suaramu  Tak ada kata-kata manismu Hanya hening yang terasa  Sekali lagi sendiri  Merenungi semua rindu ini Menatap langit dengan tatapan hampa  Menyebut namamu tanpa sahutan Sekali lagi hanya diam Menanti sapa itu hadir lagi Membiarkan malam dan siang terlewati Tanpamu dan tanpa kita bercengkrama  Ly SMy  19.9.24 🍁🍁🍁 Se𝗖𝗶𝗻𝘁𝗮 

Adat-Mu Itulah yang Disebut Identitas-Mu, & Kebiasaan Itulan Adat-Mu & Itu-lah Sumber Hukum

Artikel. Oleh. Yegema Megolah sala satu identitas diri yg disebut (Kagane) Tetesan Air Mata Ibunda-kota Tua Paniai ---Melangkah Tanpa Alas Kaki -Kagane merupakan salah satu identitas diri yang diwariskan oleh moyang sejak saya dan kamu tiada. Barang atau benda itu telah ada sebelum manusia dipenuhi di muka bumi ini. Mereka mengolah Adat sesuai keinginan sesuai kepercayaan yang dimiliki setiap daerah termasuk tiga atau empat Wilayah adat Papua, termasuk Wilayah Meepago. Kebiasaan ini tidak bisa berubah dengan bentuk apapun dan bentuk bagimanapun alasan-Nya. Siapapun merasa berubah itulah yang disebut menggagalkan usaha yang diwariskan oleh nenek moyang dan tete moyang kita. Kebiasaan-kebiasaan merubah tampilan maupun warna dan bentuk maka Merusak wajah anda dan  telah menemukan Runtuhnya Manusia.  Ko lupa itulah ko lupa sejarah, akhirnya dibilang Rumah-Mu Runtuh Tapa sebab akibat. Adat-Mu Itulah yang Disebut Identitas-Mu, & Kebiasaan Itulan Adat-Mu & Itu-lah Sumber H