Langsung ke konten utama

BEBERAPA HAL YANG AKU TULISKAN DUA TAHUN YANG LALU PADA TANGGAL 30 MARET 2021

Oleh. Mahesa Jenar
1. AMSAL SEEKOR KENARI KECIL

Seekor kenari kecil tinggal di sebuah pohon kecil.
Saat ia membuka mulutnya selalu ada rasa manis yang keluar, suaranya seperti cahaya keemasan di sekitar dahan cemara.
Tapi kenari itu tidak puas.
Ia benar-benar tidak puas.
Bosan ia sebagai penghibur.

Ia melihat banyak orang berkumpul di bawah pohon untuk mendengarkan suaranya.
Ia pun berpikir: aku lebih tinggi dari mereka, aku memberi banyak kesenangan pada manusia.
Ia pun terus berbicara, yang kita dengar sebagai kicauan.
Ia berorasi perihal perasaannya pada semesta, kita mendengarnya sebagai kicauan merdu tanpa henti.
Ia berkeluh kesah susahnya cari ulat untuk mangsa, yang terdengar sebagai kicauan yang parau.
Ia ingin menjadi manusia.
Ingin menemukan gairah cinta yang lebih menjejak bumi.
Menyatukan kasih sayang dan emosi, beranak pinak dan membangun dinasti.
Tidak sekadar membuka mulut dan menutupnya lagi.
Kemudian mati.

Segera ia lengkingkan suaranya tinggi-tinggi, sebelum ia pejamkan mata dan menjatuhkan diri ke bawah, agar bisa menjadi manusia.

Nada manis seketika hilang dari mulutnya.
Tubuhnya jatuh berdebam pelan ke bumi, hilang begitu saja.
Semua orang sibuk mencari tubuhnya.
Tapi tak ada bekasnya sama sekali.
Yang ada hanya cerukan kecil di tanah, yang segera hilang disapu angin.

Besoknya samar-samar terdengar kicau burung kenari.
Seperti dari tempat yang jauh, tapi begitu dekat di telinga.
Pelan suaranya, terasa sedikit menggema.
Rupanya ia telah melanjutkan perjalanannya lagi.
Tetap sebagai kenari.

2. BIRU ABADI DI KAWAH IJEN
(kenangan di Kawah Ijen Banyuwangi)

Ia serupa bintang malam, yang muncul dengan lambat dari bagian gelap lembah terendah, tempat ia dilahirkan.

Keinginannya hanya ingin merentang malam; lalu meluncur ke laut selatan, juga ke dalam langit yang redup, tempat ia merahasiakan kekuatannya.

Barisan cahaya di belakangnya  berjejer rapi dan menyatu, merangkak diam-diam, perlahan, sampai pada beberapa perbukitannya yang suram.

Pantulan kilauannya samar, menguar diiringi garis tipis awan yang terbentang panjang-panjang.

Bayangnya akan terus bergerak mengikuti curamnya lembah, seperti benang renda perak yang keluar dari tempat pembilasan.

Kemudian ia akan berputar-putar di pusarannya yang terdalam, yang perlahan-lahan dilapisi kuasa merah membara yang keemasan.

Pada akhirnya akan terlihat blue safir besar yang terbakar, meletup-letup, ia berontak untuk terakhir kali, sebelum berangsur menyerah seutuhnya pada fajar yang merekah

3. MENANAM PUISI

Kita musafir seluasnya bumi, menanam puisi, tanpa perduli beberapa kemungkinan laba atas investasi, apakah untung atau rugi.

Meski terkadang harus mengakui ada kegagalan dalam tugas ini; pada prinsipnya ini bukan laku atau tidak laku, tapi menanamnya karena kita mau.

Terkadang dan hanya sepintas di benak, seharusnya tidak susah untuk menumbuhkannya.  

Atau, jika kita harus menanamnya saat hujan lebat, pada malam-malam dingin yang semakin kerap datang akhir-akhir ini, seharusnya ia akan terus tumbuh.

Tanah di sini gembur, dan puisi selalu berkawan dengan musim yang basah -- sedang di negeri lain, bisa saja sepanjang dua belas bulan panas, kering dan kerontang.

Semua ini milik kita; bersama kita menanam benihnya, melihat tunas pertama merobek tanah, dan segera saja rimbun hijaunya semaki hari-hari. 
 
Kita memiliki benih terbaik di hati, dalam pemahaman yang telanjang tanpa membeda-bedakan harga hidup dan diri.

Kita tidak perlu tahu, atau tidak perduli seberapa banyak hama yang akan muncul; jamur di batang, daun berbintik-bintik, menguning dan berjatuhan -- bahkan di bulan Maret ini, pada musim pancaroba yang renyai. 

Kitalah yang bertanggung jawab untuk tanaman merambat ini.

Post. Admind

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menteri Investasi Indonesia Bahlil Lahadalia, Orang Sulawesi yang Mengklaim Diri Sebagai “Anak Papua”

Sebuah Mesin Perampasan yang Bekerja atas Nama Negara, Investasi, dan Kepentingan Global.  Oleh : Victor F. Yeimo  Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua Holandia-Melangkah Tanpa Alas Kaki - Bahlil   Lahadalia, orang Sulawesi yang mengklaim diri sebagai “anak Papua” memainkan peran yang secara teoritis dapat kita sebut sebagi agen apropriatif kolonial, atau individu yang melakukan klaim identitas demi legitimasi proyek hegemonik pusat atas wilayah pinggiran.  Bahlil Lahadalia, Sebagai Menteri Investasi, ia menjelma menjadi agen ideologis dan teknokratis kapitalisme kolonial. Proyek Strategis Nasional (PSN) di Papua adalah mega-infrastruktur of dispossession, yaitu infrastruktur raksasa yang berfungsi sebagai mekanisme primitive accumulation dalam versi abad ke-21. PSN adalah wajah mutakhir dari kapitalisme kolonial, sebuah mesin perampasan yang bekerja atas nama negara, investasi, dan kepentingan global.  Di Merauke, negara merampas...

SEPOTONG PERAHU KERTAS

NEGERI BAJAKAN Di negeriku yang lucu ini Nelayan adalah bajak laut Petani bajak tanah Anak-anak bajak wifi Agama bajak kewarasan Pejabat bajak rakyat Di bawah hukum pemerintah bajakan Di negeri yang penuh drama ini Pencuri sandal lebih biadab dari koruptor Nyawa aktivis tak ada harganya dibandingkan sebungkus rokok yang membela tanah adat, dibunuh dan mayatnya dibuang ke dalam got Darah-darah mengalir, membasuh dosa siapa, membaptis anak-anak siapa? Pemuda-pemuda merancang perlawanan Dari dusun-dusun kecil, pulau-pulau terpencil Dari pendidikan-pendidikan yang kalian sebut, terbelakang Dari orang-orang yang kalian sebut miskin dengan baju diskriminasi Pemuda-pemuda jangan berhenti melakukan perlawanan Di negeri yang lebih mencintai baliho daripada rakyatnya sendiri Di negeri yang lebih mencintai investor daripada anaknya sendiri Jangan berhenti melakukan perlawanan di negeri yang sibuk membangun dinasti politik daripada membangun sekolah dan rumah sakit Sekolah baik-baik, b...

Ini 11 Pernyataan Protes KNPB Mengenai New York Agreement, Apa Saja?

Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua Menado-Melangkah Tanpa Alas kaki - Manado - Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menyatakan menolak perjanjian New York yang dilakukan Amerika, Belanda, Indonesia dan PBB tanpa melibatkan bangsa Papua. Pernyataan itu disampaikan KNPB memperingati perjanjian New York yang terjadi pada 15 Agustus 1962. “Kami menolak Perjanjian New York 1962 yang dibuat secara sepihak tanpa melibatkan bangsa Papua dan yang mengkhianati hak kami untuk merdeka dan berdiri sendiri,” kata Hiskia Meage, Ketua KNPB Konsulat Indonesia pada 15 Agustus 2024. Hiskia mengatakan, perjanjian tersebut tidak memiliki legitimasi, karena tidak mencerminkan keinginan dan aspirasi rakyat dan bangsa Papua. Oleh sebab itu, KNPB menyatakan sikap bahwa ; 1. Pihaknya menolak hasil Pepera 1969, yang dilaksanakan dengan manipulasi, intimidasi, dan kekerasan. Proses Pepera yang melibatkan hanya 1.026 orang dari sekitar 809.337 rakyat Papua dan di bawah ancaman senjata tidak mencerminkan p...