Langsung ke konten utama

10 Desember Sebagai Peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM), Negara Indonesia Masih Sangat Lemah Menghargai Hari HAM Tersebuat

Tetesan Air Mata Ibunda-Melangkah Tanpa Alas kaki- Kota Jeruk_ Majelis Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada 1948 menetapkan tanggal 10 Desember sebagai peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM)

Para aktivis hak asasi manusia (HAM) menilai penegakan HAM di Indonesia masih sangat lemah. Hal ini membuktikan bahawa, orang Asli Papua Lebih mengerti tentang Hari HAM 10 Desember tersebut dan selalu mengadakan demostrasi para tokoh-tokoh pejuang untuk memperingati hari HAM tersebut melalui organisasi KNPB Namun Kolonial Indonesia Mengangap KNPB sebagai sebuah organisasi pengacau di indonesia sehingga Saudara-sudara kita selalu dapat teror dari moncok senjata api Indonesia.

Pada dasarnya, Majelis Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada 1948 menetapkan tanggal 10 Desember sebagai peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM). Hari di mana PBB mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights/UDHR). 

Seluruh negara memperingati hari penting ini, termasuk Indonesia. Meskipun peringatan dilakukan setiap tahun, kasus kejahatan terhadap kemanusiaan dan penegak hukum dinilai masih jauh panggang dari api. Jadi di indonesia kami menggarisbawahi bahawa pelanggaran HAM berat di Indonesia masih memiarkan dan belum akan selesai dengan baik dan benar. Kondisi keburukan akan terus berjalan sampai selamanya di Indonesia.

Peneliti di Ruang Arsip dan Sejarah (RUAS), Ita Fatia Nadia, dalam diskusi di Jakarta, Jumat (8/12) menekankan setelah reformasi, negara mestinya mengusut dan mengadili pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat di masa lalu, yang menurutnya tidak pernah dilakukan di Indonesia.

"Ketika negara tidak memenuhi kewajibannya, negara telah melakukan impunitas. Impunitas adalah kegagalan negara melakukan penuntutan kepada pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu yang dianggap sebagai pelaku kejahatn serius menurut hukum internasional dan itu tidak pernah dilakukan," ujarnya.


Sejarah Hari HAM Sedunia

Hari Hak Asasi Manusia tercetus pertama kali sejak tahun 1950 silam. Merangkum dari laman resmi United Nation, Hari HAM secara formal dimulai setelah Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan revolusi 423 (V). Pada saat itu semua negara dan organisasi yang berkepentingan diundang.

Peringatan ini juga erat kaitannya dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada 10 Desember 1948. Melalui momentum tersebut ditetapkannya tanggal 10 Desember setiap tahunnya sebagai Hari Hak Asasi Manusia.



Ilustrasi Hak Asasi Manusia

Ilustrasi Hari HAM Sedunia 10 Desember 2023 (Foto: Getty Images/iStockphoto/urbazon)
Semarang - Peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) jatuh pada tanggal 10 Desember setiap tahunnya. Momentum ini ditetapkan sebagai wujud untuk meningkatkan kesadaran bagi masyarakat tentang pentingnya hak asasi bagi setiap manusia.

Berdasarkan informasi yang dibagikan melalui laman resmi UNICEF, hak asasi manusia adalah standar yang mengakui dan melindungi martabat seluruh umat manusia. Hadirnya Hak Asasi Manusia (HAM) bertujuan untuk mengatur bagaimana individu hidup sebagai manusia. Baik di dalam kehidupan bermasyarakat maupun sebagai warga negara.

Lantas seperti apa Hari HAM Sedunia? Agar mengetahui lebih dekat tentang peringatan ini, berikut sejarah, tujuan, hingga makna dari Hari HAM Sedunia!

Sejarah Hari HAM Sedunia

Hari Hak Asasi Manusia tercetus pertama kali sejak tahun 1950 silam. Merangkum dari laman resmi United Nation, Hari HAM secara formal dimulai setelah Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan revolusi 423 (V). Pada saat itu semua negara dan organisasi yang berkepentingan diundang.

Peringatan ini juga erat kaitannya dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada 10 Desember 1948. Melalui momentum tersebut ditetapkannya tanggal 10 Desember setiap tahunnya sebagai Hari Hak Asasi Manusia.

Baca juga:
Sinopsis Film Beyond Skyline di Bioskop Trans TV, Dibintangi Iko Uwais!
Makna Hari Ham Sedunia
Penetapan Hari HAM Sedunia menyimpan makna tersendiri. Makna dari momentum ini berasal dari sebuah Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada tahun 1948. Masih dikutip dari sumber yang sama, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dianggap sebagai 'standar pencapaian bersama bagi semua bangsa dan negara'.

Melalui deklarasi tersebut ditetapkannya serangkaian hak dan kebebasan mendasar yang menjadi hak kita semua. Ia menjamin hak-hak setiap individu di mana pun, tanpa pembedaan berdasarkan kebangsaan, tempat tinggal, jenis kelamin, asal kebangsaan atau etnis, agama, bahasa, hingga status lainnya.

Diketahui terdapat juga undang-undang mengenai hak asasi manusia yang mewajibkan pemerintah untuk melakukan beberapa hal sekaligus melarang melakukan hal lain. Individu memiliki tanggung jawab dalam menggunakan hak asasinya, tetapi juga harus menghormati hak milik orang lain. Berkat adanya HAM, tidak ada satupun pihak yang berhak melakukan apa pun yang bisa melanggar hak orang lain. Baik itu individu, kelompok, maupun pemerintah sekalipun.

Demikian tadi informasi mengenai tema, sejarah, dan makna dari Hari Hak Asasi Manusia. Semoga bermanfaat. (Yegema)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menteri Investasi Indonesia Bahlil Lahadalia, Orang Sulawesi yang Mengklaim Diri Sebagai “Anak Papua”

Sebuah Mesin Perampasan yang Bekerja atas Nama Negara, Investasi, dan Kepentingan Global.  Oleh : Victor F. Yeimo  Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua Holandia-Melangkah Tanpa Alas Kaki - Bahlil   Lahadalia, orang Sulawesi yang mengklaim diri sebagai “anak Papua” memainkan peran yang secara teoritis dapat kita sebut sebagi agen apropriatif kolonial, atau individu yang melakukan klaim identitas demi legitimasi proyek hegemonik pusat atas wilayah pinggiran.  Bahlil Lahadalia, Sebagai Menteri Investasi, ia menjelma menjadi agen ideologis dan teknokratis kapitalisme kolonial. Proyek Strategis Nasional (PSN) di Papua adalah mega-infrastruktur of dispossession, yaitu infrastruktur raksasa yang berfungsi sebagai mekanisme primitive accumulation dalam versi abad ke-21. PSN adalah wajah mutakhir dari kapitalisme kolonial, sebuah mesin perampasan yang bekerja atas nama negara, investasi, dan kepentingan global.  Di Merauke, negara merampas...

SEPOTONG PERAHU KERTAS

NEGERI BAJAKAN Di negeriku yang lucu ini Nelayan adalah bajak laut Petani bajak tanah Anak-anak bajak wifi Agama bajak kewarasan Pejabat bajak rakyat Di bawah hukum pemerintah bajakan Di negeri yang penuh drama ini Pencuri sandal lebih biadab dari koruptor Nyawa aktivis tak ada harganya dibandingkan sebungkus rokok yang membela tanah adat, dibunuh dan mayatnya dibuang ke dalam got Darah-darah mengalir, membasuh dosa siapa, membaptis anak-anak siapa? Pemuda-pemuda merancang perlawanan Dari dusun-dusun kecil, pulau-pulau terpencil Dari pendidikan-pendidikan yang kalian sebut, terbelakang Dari orang-orang yang kalian sebut miskin dengan baju diskriminasi Pemuda-pemuda jangan berhenti melakukan perlawanan Di negeri yang lebih mencintai baliho daripada rakyatnya sendiri Di negeri yang lebih mencintai investor daripada anaknya sendiri Jangan berhenti melakukan perlawanan di negeri yang sibuk membangun dinasti politik daripada membangun sekolah dan rumah sakit Sekolah baik-baik, b...

Ini 11 Pernyataan Protes KNPB Mengenai New York Agreement, Apa Saja?

Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua Menado-Melangkah Tanpa Alas kaki - Manado - Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menyatakan menolak perjanjian New York yang dilakukan Amerika, Belanda, Indonesia dan PBB tanpa melibatkan bangsa Papua. Pernyataan itu disampaikan KNPB memperingati perjanjian New York yang terjadi pada 15 Agustus 1962. “Kami menolak Perjanjian New York 1962 yang dibuat secara sepihak tanpa melibatkan bangsa Papua dan yang mengkhianati hak kami untuk merdeka dan berdiri sendiri,” kata Hiskia Meage, Ketua KNPB Konsulat Indonesia pada 15 Agustus 2024. Hiskia mengatakan, perjanjian tersebut tidak memiliki legitimasi, karena tidak mencerminkan keinginan dan aspirasi rakyat dan bangsa Papua. Oleh sebab itu, KNPB menyatakan sikap bahwa ; 1. Pihaknya menolak hasil Pepera 1969, yang dilaksanakan dengan manipulasi, intimidasi, dan kekerasan. Proses Pepera yang melibatkan hanya 1.026 orang dari sekitar 809.337 rakyat Papua dan di bawah ancaman senjata tidak mencerminkan p...