Penulis : Seruni Baskoro
Sepanjang jalan menuju keluar desa, Fajar merasa aneh karena satu pun tak melihat ada rumah di desa itu, padahal tadinya di desa itu banyak rumah, bahkan di dekat jalan masuk desa, dia melihat ada rumah bagus yang di depan rumahnya dipagar teralis. Tapi kali itu yang dia lihat hanya semak-semak kebun dan pepohonan saja.
Meskipun Fajar merasa heran dan mulai takut kalau-kalau dia disesatkan oleh makhluk halus yang mengganggunya, tapi Fajar terus saja berlari kecil menuju jalan raya, jika sudah sampai jalan raya, dia merasa tenang karena sudah keluar dari desa sang dukun yang baru dua kali itu dia datangi.
Sesampainya di tepian jalan beraspal, Fajar pun tak lagi berlari, karena sudah kelelahan dan mulai kedinginan sebab seluruh bajunya basah kuyup, bahkan hoodie tebal yang dia kenakan itu itu terasa kian berat karena basah oleh air hujan.
Fajar tak tau itu sudah jam berapa, yang penting dia terus berjalan menyusuri pinggiran jalan aspal sambil menggingil kedinginan.
"Kukuruyuk ... kukuruyuk..!"
Fajar berhenti berjalan saat mendengar suara ayam jantan berkokok, dia merasa senang karena pasti saat itu sudah pagi.
Sebenarnya Fajar mengantongi hp androidnya, tapi dia tak mau mengeluarkan hpnya itu karena takut kian rusak kena air hujan, sedangkan duit hasil kerjanya di Jakarta saja tinggal lima ratus ribu, jadi sayang jika hpnya rusak dia tak bisa beli lagi.
"Dari mana suara ayam jago kluruk itu ya? Di sekitar sini kan ndak ada rumah?" batin Fajar yang masih berhenti di tepian jalan itu, lalu dia menoleh ke sekitarnya.
"Kukuruyuk...!"
Kembali terdengar suara ayam jago di sekitarnya hingga dia mencari sumber suara itu.
Seketika mata Fajar melotot kala melihat kepala kuntilanak tadi itu masih mengikutinya dan ternyata kepala perempuan tanpa badan itulah yang menirukan suara ayam jago kluruk tadi.
"Haahh! Setan alas ... ngapain sih kamu ngikuti aku terus? Pergi sana, kalau ndak pergi ku kencingi nih!" teriak Fajar sambil menggigil kedinginan.
"Kik..kik..kik..!
Kepala itu tetap tertawa hingga membuat Fajar kesal lalu dia benar-benar membuka resleting celananya hendak mengencingi kepala itu hingga kepala itu pun menghilang entah ke mana.
"Dasar setan sialan, kamu pikir aku takut opo!" gerutu Fajar lalu segera berjalan menembus derasnya hujan hingga jauh, karena desanya memang jauh dari desa dukun itu dan meskipun melewati jalan raya beraspal, jika tengah malam belum tentu ada mobil lewat karena itu bukan jalan raya utama tempat kendaraan umum, hanya jalan raya alternatif saja.
Saat Fajar memasuki gapura jalan masuk desanya, hujan sudah mulai reda, hanya tinggal rintik-rintik saja dan dari masjid desa sudah terdengar murotal pengajian yang berarti subuh sudah hampir tiba.
Tapi karena hujan masih rintik-rintik, suasana desa tetap sepi dan tak ada seorang pun yang berjalan di jalan desanya itu kecuali dirinya.
"Tok..tok..tok..!"
Fajar mengetuk pintu rumah Simbahnya itu sambil menggigil kedinginan karena kehujanan sejak tengah malam tadi.
"Mbah.. Simbah..!" panggil Fajar sambil mengetuk pintu rumah dan dia terus saja menggigil kedinginan.
Mendengar panggilan dan ketukan pintu membuat Mbah Mijan atau kakeknya Fajar terbangun lalu keluar kamarnya dengan masih kubutan sarung karena suasana yang dingin.
"Lho.. Kamu itu dari mana tho Le, kok malah ngujan-ujan begini tho?" tanya Mbah Mijan saat membuka pintu dan melihat sang cucu menggigil dengan baju basah kuyup.
"Aku dari rumah Trianto, Mbah." jawab Fajar lalu langsung babalas ke belik atau kamar mandi khas di desa itu.
Fajar sengaja mandi keramas sekalian karena dia ingat kalau tadi dari kuburan dan kehujanan, jadi daripada nanti dia sakit, lebih baik mandi keramas sekalian.
Selesai mandi dan ganti baju, Fajar buru-buru ke kamar dan selimutan tebal tanpa mempedulikan hpnya yang juga masih basah, sebab dia hanya ingin selimutan yang hangat subuh itu.
****
Sementara itu di rumah Sri dari jam sebelas malam suasana sudah dirasa aneh, awalnya Sri merasa gerah dan tak bisa tidur, meskipun biasanya jam sepuluh malam dia sudah tertidur lelap.
Anehnya malam itu Sri merasa seperti ada yang sedang mengawasinya dari sudut-sudut kamarnya, bahkan dia terkadang kaget karena merasa ada bayangan hitam yang bergerak di belakangnya.
Hingga hampir tengah malam Sri belum juga bisa tidur dan dia merasa takut karena merasa seperti ada yang mengawasinya, namun saat jam dua belas lewat lima menit dia kubutan selimut dengan rapat sebab merasa ketakutan, hingga akhirnya dia bisa terlelap juga. Namun anehnya meskipun baru terlelap tidur, dia masih bisa mendengar seseorang sedang berbincang di dekatnya.
Sri pun membuka mata lagi meskipun dia masih kubutan selimut sambil menajamkan pendengarannya, karena suara orang berbincang itu hanya lirih, bahkan seperti orang sedang berbisik-bisik.
Karena penasaran dengan siapa yang sedang berbisik itu, Sri pun membuka selimut pelan-pekan untuk mengintip, tapi seketika mata Sri melotot kala melihat kondisi kamar dan disekitar tempatnya tidur itu.
GILANYA SANG KEMBANG DESA - Karya Seruni Baskoro
Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link di bawah:
https://read.kbm.id/book/detail/85cabd4c-a1e6-4f16-afdd-15f387edcd40
Post. Admind
Komentar
Posting Komentar