Langsung ke konten utama

GILANYA SANG KEMBANG DESA


Penulis : Seruni Baskoro 
BAB-6
Sepanjang jalan menuju keluar desa, Fajar merasa aneh karena satu pun tak melihat ada rumah di desa itu, padahal tadinya di desa itu banyak rumah, bahkan di dekat jalan masuk desa, dia melihat ada rumah bagus yang di depan rumahnya dipagar teralis. Tapi kali itu yang dia lihat hanya semak-semak kebun dan pepohonan saja.

Meskipun Fajar merasa heran dan mulai takut kalau-kalau dia disesatkan oleh makhluk halus yang mengganggunya, tapi Fajar terus saja berlari kecil menuju jalan raya, jika sudah sampai jalan raya, dia merasa tenang karena sudah keluar dari desa sang dukun yang baru dua kali itu dia datangi.

Sesampainya di tepian jalan beraspal, Fajar pun tak lagi berlari, karena sudah kelelahan dan mulai kedinginan sebab seluruh bajunya basah kuyup, bahkan hoodie tebal yang dia kenakan itu itu terasa kian berat karena basah oleh air hujan.

Fajar tak tau itu sudah jam berapa, yang penting dia terus berjalan menyusuri pinggiran jalan aspal sambil menggingil kedinginan.

"Kukuruyuk ... kukuruyuk..!"
Fajar berhenti berjalan saat mendengar suara ayam jantan berkokok, dia merasa senang karena pasti saat itu sudah pagi.

Sebenarnya Fajar mengantongi hp androidnya, tapi dia tak mau mengeluarkan hpnya itu karena takut kian rusak kena air hujan, sedangkan duit hasil kerjanya di Jakarta saja tinggal lima ratus ribu, jadi sayang jika hpnya rusak dia tak bisa beli lagi.

"Dari mana suara ayam jago kluruk itu ya? Di sekitar sini kan ndak ada rumah?" batin Fajar yang masih berhenti di tepian jalan itu, lalu dia menoleh ke sekitarnya.

"Kukuruyuk...!"
Kembali terdengar suara ayam jago di sekitarnya hingga dia mencari sumber suara itu. 

Seketika mata Fajar melotot kala melihat kepala kuntilanak tadi itu masih mengikutinya dan ternyata kepala perempuan tanpa badan itulah yang menirukan suara ayam jago kluruk tadi.

"Haahh! Setan alas ... ngapain sih kamu ngikuti aku terus? Pergi sana, kalau ndak pergi ku kencingi nih!" teriak Fajar sambil menggigil kedinginan.

"Kik..kik..kik..!
Kepala itu tetap tertawa hingga membuat Fajar kesal lalu dia benar-benar membuka resleting celananya hendak mengencingi kepala itu hingga kepala itu pun menghilang entah ke mana.

"Dasar setan sialan, kamu pikir aku takut opo!" gerutu Fajar lalu segera berjalan menembus derasnya hujan hingga jauh, karena desanya memang jauh dari desa dukun itu dan meskipun melewati jalan raya beraspal, jika tengah malam belum tentu ada mobil lewat karena itu bukan jalan raya utama tempat kendaraan umum, hanya jalan raya alternatif saja.

Saat Fajar memasuki gapura jalan masuk desanya, hujan sudah mulai reda, hanya tinggal rintik-rintik saja dan dari masjid desa sudah terdengar murotal pengajian yang berarti subuh sudah hampir tiba.

Tapi karena hujan masih rintik-rintik, suasana desa tetap sepi dan tak ada seorang pun yang berjalan di jalan desanya itu kecuali dirinya.

"Tok..tok..tok..!" 
Fajar mengetuk pintu rumah Simbahnya itu sambil menggigil kedinginan karena kehujanan sejak tengah malam tadi.

"Mbah.. Simbah..!" panggil Fajar sambil mengetuk pintu rumah dan dia terus saja menggigil kedinginan.

Mendengar panggilan dan ketukan pintu membuat Mbah Mijan atau kakeknya Fajar terbangun lalu keluar kamarnya dengan masih kubutan sarung karena suasana yang dingin.

"Lho.. Kamu itu dari mana tho Le, kok malah ngujan-ujan begini tho?" tanya Mbah Mijan saat membuka pintu dan melihat sang cucu menggigil dengan baju basah kuyup.

"Aku dari rumah Trianto, Mbah." jawab Fajar lalu langsung babalas ke belik atau kamar mandi khas di desa itu.

Fajar sengaja mandi keramas sekalian karena dia ingat kalau tadi dari kuburan dan kehujanan, jadi daripada nanti dia sakit, lebih baik mandi keramas sekalian.

Selesai mandi dan ganti baju, Fajar buru-buru ke kamar dan selimutan tebal tanpa mempedulikan hpnya yang juga masih basah, sebab dia hanya ingin selimutan yang hangat subuh itu.

****

Sementara itu di rumah Sri dari jam sebelas malam suasana sudah dirasa aneh, awalnya Sri merasa gerah dan tak bisa tidur, meskipun biasanya jam sepuluh malam dia sudah tertidur lelap.

Anehnya malam itu Sri merasa seperti ada yang sedang mengawasinya dari sudut-sudut kamarnya, bahkan dia terkadang kaget karena merasa ada bayangan hitam yang bergerak di belakangnya.

Hingga hampir tengah malam Sri belum juga bisa tidur dan dia merasa takut karena merasa seperti ada yang mengawasinya, namun saat jam dua belas lewat lima menit dia kubutan selimut dengan rapat sebab merasa ketakutan, hingga akhirnya dia bisa terlelap juga. Namun anehnya meskipun baru terlelap tidur, dia masih bisa mendengar seseorang sedang berbincang di dekatnya.

Sri pun membuka mata lagi meskipun dia masih kubutan selimut sambil menajamkan pendengarannya, karena suara orang berbincang itu hanya lirih, bahkan seperti orang sedang berbisik-bisik.

Karena penasaran dengan siapa yang sedang berbisik itu, Sri pun membuka selimut pelan-pekan untuk mengintip, tapi seketika mata Sri melotot kala melihat kondisi kamar dan disekitar tempatnya tidur itu.

GILANYA SANG KEMBANG DESA - Karya Seruni Baskoro
Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link di bawah:
https://read.kbm.id/book/detail/85cabd4c-a1e6-4f16-afdd-15f387edcd40

Post. Admind

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menteri Investasi Indonesia Bahlil Lahadalia, Orang Sulawesi yang Mengklaim Diri Sebagai “Anak Papua”

Sebuah Mesin Perampasan yang Bekerja atas Nama Negara, Investasi, dan Kepentingan Global.  Oleh : Victor F. Yeimo  Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua Holandia-Melangkah Tanpa Alas Kaki - Bahlil   Lahadalia, orang Sulawesi yang mengklaim diri sebagai “anak Papua” memainkan peran yang secara teoritis dapat kita sebut sebagi agen apropriatif kolonial, atau individu yang melakukan klaim identitas demi legitimasi proyek hegemonik pusat atas wilayah pinggiran.  Bahlil Lahadalia, Sebagai Menteri Investasi, ia menjelma menjadi agen ideologis dan teknokratis kapitalisme kolonial. Proyek Strategis Nasional (PSN) di Papua adalah mega-infrastruktur of dispossession, yaitu infrastruktur raksasa yang berfungsi sebagai mekanisme primitive accumulation dalam versi abad ke-21. PSN adalah wajah mutakhir dari kapitalisme kolonial, sebuah mesin perampasan yang bekerja atas nama negara, investasi, dan kepentingan global.  Di Merauke, negara merampas...

SEPOTONG PERAHU KERTAS

NEGERI BAJAKAN Di negeriku yang lucu ini Nelayan adalah bajak laut Petani bajak tanah Anak-anak bajak wifi Agama bajak kewarasan Pejabat bajak rakyat Di bawah hukum pemerintah bajakan Di negeri yang penuh drama ini Pencuri sandal lebih biadab dari koruptor Nyawa aktivis tak ada harganya dibandingkan sebungkus rokok yang membela tanah adat, dibunuh dan mayatnya dibuang ke dalam got Darah-darah mengalir, membasuh dosa siapa, membaptis anak-anak siapa? Pemuda-pemuda merancang perlawanan Dari dusun-dusun kecil, pulau-pulau terpencil Dari pendidikan-pendidikan yang kalian sebut, terbelakang Dari orang-orang yang kalian sebut miskin dengan baju diskriminasi Pemuda-pemuda jangan berhenti melakukan perlawanan Di negeri yang lebih mencintai baliho daripada rakyatnya sendiri Di negeri yang lebih mencintai investor daripada anaknya sendiri Jangan berhenti melakukan perlawanan di negeri yang sibuk membangun dinasti politik daripada membangun sekolah dan rumah sakit Sekolah baik-baik, b...

Ini 11 Pernyataan Protes KNPB Mengenai New York Agreement, Apa Saja?

Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua Menado-Melangkah Tanpa Alas kaki - Manado - Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menyatakan menolak perjanjian New York yang dilakukan Amerika, Belanda, Indonesia dan PBB tanpa melibatkan bangsa Papua. Pernyataan itu disampaikan KNPB memperingati perjanjian New York yang terjadi pada 15 Agustus 1962. “Kami menolak Perjanjian New York 1962 yang dibuat secara sepihak tanpa melibatkan bangsa Papua dan yang mengkhianati hak kami untuk merdeka dan berdiri sendiri,” kata Hiskia Meage, Ketua KNPB Konsulat Indonesia pada 15 Agustus 2024. Hiskia mengatakan, perjanjian tersebut tidak memiliki legitimasi, karena tidak mencerminkan keinginan dan aspirasi rakyat dan bangsa Papua. Oleh sebab itu, KNPB menyatakan sikap bahwa ; 1. Pihaknya menolak hasil Pepera 1969, yang dilaksanakan dengan manipulasi, intimidasi, dan kekerasan. Proses Pepera yang melibatkan hanya 1.026 orang dari sekitar 809.337 rakyat Papua dan di bawah ancaman senjata tidak mencerminkan p...