Oleh. Gemuruh
Tetesan Air Mata Ibunda, Kota Tua Holandia, Melangkah Tanpa Alas Kaki, Di sini, di tempat yang tak pernah sepidunia mengabarkan kembali semua yang telah terjadi
betapa manisnya rangkaian kata yang menua karena waktu
seperti bebatuan sungai yang tergelincir karena aliran airnya yang menderas
lepas dan gegas.
Aku berkuasa sepenuhnya di sini
bangun sepagi mungkin dari tempat tidur
takjub melihat terbitnya kata pertama
di atas ruang kosong persegi panjang
"APA YANG ANDA PIKIRKAN?" sapanya ramah
aku jawab dengan malu-malu dengan sedikit berbisik, “Kamu”
semua tentangmu kubaluri mutiara, agar rasa ini menjadi berkilau.
Kemudian, melalui pagi yang teduh, ada banyak ramalan kebaikan
bagai mimpi peri hutan yang ingin tumbuh menjadi putri raja.
Pada siang hari, awan menyerap banyak warna emas
dan garis-garis keperakan
dengan suara gembira pada setiap ramuan kata yang ada
betapa manisnya semuanya dioalah dan diaduk
aku begitu bersemangat
seperti anak kecil yang membakar kembang api tanpa henti.
Terkadang berandaku juga kelabu, karena di atas bukit ada banyak kabut
nyaris tak kulihat matahari datang
yang biasa mengisi dengan serpihan benderangnya
tanpanya, segala ruang pun menjadi temaram
aku membujuknya untuk keluar dan menjemputnya langsung
atau bangunkan dia dengan sebuah puisi;
“Bangunlah, Sayangku!
Untuk langit yang bersinar
Keinginanmu adalah sejuta mata yang berbunga-bunga
Datanglah dari setiap arah
Dengan segala yang hangat, segar, indah, dan cerah
Berhiaslah seperti pengantin dari timur
Bangunlah, kekasih terbaikku!”
Syukurlah, dia pun terbangun.
Di sini, seluas-luasnya makna bisa diwujud
'asal kamu jujur'
kebahagiaan segera tereja dan bisa kaupeluk
ruangan dipenuhi semua yang hijau, segar dan hidup
yang baik untuk kesehatan tubuh dan jiwamu.
Post. Admind

Tidak ada komentar:
Posting Komentar