Oleh : Yeti Tagi
Tetesan Air Mata Ibunda, Kota Jeruk, Melangkah Tanpa Alas Kaki, Boikot pemilu 2024 adalah sikap konsolidasi bagi rakyat bangsa Papua.
Kepolisian tamatan SMA merekalah yang ciptakan kriminalisasi dihadan dan dibubarkan terhadap masa aksi demonstrasi damai dinabire.
Polisi yang tangani aksi demo damai di Nabire merupakan aksi bermartabat dan bertangunjawab tapi sulit negoisasi karena tamatan SMA yang dangkal pendidikan, berilmia dan berlrtotika. Polisi otak kosong dan dangkal isi ilmu pengetahuan. ibarat robot karena. polisi tamatan SMA.
Kepolisian republik Indonesia resolt Nabire penangkatan kepolisian tidak boleh tamatan SMA karena polisi tamatan SMA sulit memahami tentang mengayomi masyarakat. Negara besar ini bisa fakum ketika buta pimpin buta.
Calon DPRP dan DPRD tidak boleh manusia yang punya kapasitasnya tidak mampu membuat peraturan daerah (PERDA) Seperti DPRD Nabire.
Menjadi polisi itu jangan robot atau boneka yang di atur oleh kepala kepolisian tapi harus paham UUD kepolisi dan belajar UUD dan KUHP.
usia sekolah ditawarkan dengan cabatan TNI maupun PORLI adalah mematikan bangsa dan menghidupkan kapitalis.
Mereka bisa paham UUD 1998 nomor 9 tentang hak sampaikan pendapat dan kemerdekaan di muka umum.
Mereka bisa paham UUD 1945 pembukaan bahwa sesungguhnya merdeka itu hak suatu bangsa maka bangsa Papua berhak merdeka. Oleh sebab itu sekolahkan mereka, jangan beri mereka cabatan.
Bila tidak dengar dari kaporles Nabire dan Kapolda Papua maka surat rekapan 2024 kasi bakar setiap TPS dan KPPS serta di tingkat KPU di seluruh tanah papu boikot.
Boikot, plipres, Pilgub, pilbup,. adalah bentuk aksi tuntut referendum.
Admind.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar