Sabtu, 24 September 2022

LUKAS ENEMBE MELAWAN PARA GUBERNUR BERBINTANG RAKYAT INDONESIA DAN RAKYAT PAPUA JANGAN TERTIPU DENGAN UANG 1 MILIAR RUPIAH,

Tetesan Air Mata Ibunda, Kota Jeruk, Melangkah Tanpa Alas Kaki, Rakyat Indonesia dan Rakyat Papua Jangan Tertipu Uang 1 Milyar

PARA JENDERAL BERBINTANG  'BERPERANG' MELAWAN GUBERNUR PAPUA LUKAS ENEMBE, KEPENTINGAN POLITIK TAHUN 2024

(Dan para Jenderal Berbintang didukung oleh Menkopolhukam dan KPK untuk kriminalisasi Gubernur Papua Lukas Enembe)

"Jangan takut tulis tentang sebuah kebenaran." (Barnabas Suebu, SH) 

Oleh Gembala DR. A.G. Socratez Yoman

Jenderal Polisi (Purn) Tito Karnavian (sekarang Mendagri), Jenderal Polisi (Purn) Budi Gunawan (sekarang Kepala BIN), Komisaris Jenderal Polisi (Purn) Paulus Waterpauw (sekarang Pjs. Gubernur Papua Barat), 'berperang' atau melawan Gubernur Papua Lukas Enembe dengan konspirasi politik untuk kepentingan politik tahun 2024. Konspirasi ini didukung oleh KPK dan Menkopolhukam Prof. Mahfud MD. 

Uang 1 milyar adalah uang pribadi Lukas Enembe yang ada di kamarnya, bukan uang gratifikasi. Ini murni perlawanan dan kejahatan para jenderal, KPK, dan Menkopolhukam, yang berjalan telanjang. KPK dan Menkopolhukam menyebarkan informasi yang tidak benar dan menyesatkan. 

Saya sampaikan bukti-bukti konspirasi para Jenderal Berbintang. Dari banyak bukti, ada tiga yang diberikan News.detik.com pada 14 September yang mengungkapkan: 

"Sudah lama partai dan penguasa memakai KPK, BIN, dan Polisi sebagai tameng berupaya kriminalisasi Gubernur Papua."

Ada tiga kali KPK berusaha untuk kriminalisasi Gubernur Papua Lukas Enembe, yaitu: 

Pertama, KPK vs Gubernur Papua pada Juli 2017. 
KPK kalah karena niat kriminalisasi Gubernur Papua gagal. 

Kedua, KPK vs Gubernur Papua pada Februari 2019 di Hotel Borobudur Jakarta. 
Upaya KPK untuk OTT terhadap Gubernur Enembe Gagal total, sebaliknya 2 orang staf KPK ditangkap dan diserahkan kepada Polda Metro Jaya. 

Ketiga, KPK vs Gubernur Papua pada September 2022. 
KPK tanpa memeriksa (klarifikasi) terhadap Gubernur Papua, tiba-tiba umumkan Gubernur Papua sebagai Tersangka. 

Ini benar-benar tirani kekuasaan, kejahatan dalam konspirasi politik, kriminalisasi pejabat dan subur dengan diskriminasi rasial yang berjalan telanjang di siang bolong, dan rakyat Indonesia serta rakyat Papua mendapat informasi-informasi sesat. 

Ada reaksi dari para Pengacara atau Penasihat Hukum Gubernur Papua Lukas Enembe, sebagai berikut: 

Roy Rening mengatakan, 
"Saya tidak main-main, saya serius. Kalau saya katakan politisasi, inilah politisasi"
(Kompas TV, dipandu Liviana Cherlisa, Kamis, 22 Agustus 2022)

"Pada 2017 pak Budi Gunawan, Jenderal Bintang-4, meminta pak Lukas Enembe agar dalam periode ke-dua berpasangan dengan Paulus Waterpauw.
Politisasinya dimana? 
Bagaimana bisa seorang Kepala BIN ikut mengintervensi situasi kehidupan politik di Tanah Papua.
Ini urusan demokrasi di Tanah Papua, bagaimana bisa kepala BIN ikut intervensi."

Budi Gunawan, kata Roy, meminta Lukas Enembe menanda-tangani poin ke-enam. 
"Yang salah satunya adalah minta supaya bapak Paulus Waterpauw diterima sebagai Wakil Gubernur Lukas Enembe."

Aloysius Renwarin mengatakan, 
"Ini pak Gubernur (Lukas Enembe) korban praktik politik. Ada kepentingan orang tertentu yang mau berkuasa di Tanah Papua."
(VIVA, Selasa, 20 September 2022) 

Aloysius lantas mengungkapkan bahwa Lukas Enembe dipaksa untuk menerima politikus Paulus Waterpauw sebagai Wakil Gubernur pada Pilkada 2017 lalu. Paksaan ini datang dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.  
"Pada 2017, menjelang Pemilukada periode ke-dua pak Gubernur, saudara Tito Karnavian memaksa agar Paulus Waterpauw bisa diterima Gubernur Papua menjadi Wakil Gubernur."

Apa yang disampaikan Roy dan Renwarin itu tidak bisa dibantah, dan Tito Karnavian tidak bisa banyak dalih dan alasan. 

"Politisasi yang ke-dua, lagi-lagi pak Tito, Jenderal Bintang-4, bersama Menteri Investasi pak Bahlil, datang secara khusus ke Papua pada 10 Desember 2021 menemui Lukas Enembe."

•••••

KPK sudah menjadi alat politik praktis. KPK sudah tidak berdiri sebagai lembaga independen. Ini tanda-tanda kekacauan dan perpecahan di Indonesia, karena KPK sudah tidak netral dan sudah berperan menjadi alat salah satu Partai Politik, terutama Partai Politik yang berkuasa. 

Ada ketakutan besar jika orang-orang yang berkuasa sekarang ini, ke depan tidak lagi ada dalam lingkaran kekuasaan. 
Mereka tahu resiko-resikonya kalau tidak berkuasa lagi. Mereka akan menjadi 'sampah' masyarakat. Mereka akan dibuat susah dan menderita karena mereka saat ini memanfaatkan posisi membuat orang lain susah dan menderita. Hukum Tabur Tuai sedang menunggu mereka. Hukum Karma itu hukum mercusuar yang tidak pernah bergeser. 

Pada saat ini, para jenderal berbintang yang berada di puncak kekuasaan dengan berbagai cara yang 'licik' dan 'jahat' mengkriminalisasi Gubernur Papua Lukas Enembe, dengan alasan korupsi dana 1 milyar. Lebih tidak manusiawi dan sangat tidak beradab adalah karena Lukas Enembe dalam keadaan sakit. 

Tuhan sayang, jaga dan lindungi Lukas Enembe. Biarlah para jenderal berbintang, KPK dan Menkopolhukam menekan Lukas Enembe dalam keadaan sakit dan tidak bisa berbicara dengan sempurna. 

Pada 23 September 2022, Lukas Enembe sampaikan: 

"Saya siap menyampaikan keterangan kepada KPK, tapi lihat saya, saya tidak bisa bicara dengan baik. Sejak menjadi Wakil Bupati, Bupati Puncak Jaya, dan Gubernur Papua dua periode, saya bekerja sesuai aturan. Saya tidak pernah curi uang." 

"Sebelum saya menjadi Gubernur, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Papua sebesar Rp 300 milyar. Setelah saya menjadi Gubernur, saya tingkatkan PAD Provinsi Papua sebesar Rp 1 Triliun 600 juta."

"Kalau KPK persoalkan 1 milyar, itu uang pribadi saya. Mungkin KPK bicara masalah lain, kalau uang 1 milyar itu uang saya yang saya simpan di kamar saya."

"Saya sudah jaga NKRI ini dengan sekuat tenaga. Lebih berat waktu saya menjadi Wakil Bupati dan Bupati di Puncak Jaya di bawah tekanan dan gempuran OPM. Saya pikir, pak Yoman tahu itu. Saya seharusnya dihargai, bukan ditekan dengan tipu-tipu begini."

"Ini kerjanya orang-orang PDIP yang menggunakan KPK untuk kriminalisasi saya. Pak Tito Karnavian, pak Budi Gunawan paksa-paksa saya untuk berpasangan dengan pak Paulus Waterpauw. Saya sampaikan, harus melalui partai dan partai harus menyetujui."

"Jujur saja, saya tidak pernah mencuri uang Negara. Saya selalu gunakan uang dari pasal saya. Karena TUHAN jaga saya sampai saat ini, walaupun saya sudah lumpuh total. Kalau saya ambil dan curi uang negara, saya tidak hidup seperti saat ini."

"Saya tidak takut satupun karena saya tidak pernah korupsi uang Negara. Kalau saya sehat, saya hargai KPK untuk kasih keterangan, supaya rakyat tahu bahwa uang 1 milyar itu uang pribadi saya yang ada di kamar saya. Dan uang itu yang dikirim pak Tono."

Akhirnya, TUHAN Maha-Kuasa, Maha-Tahu, Maha-Adil membuka tabir konspirasi politik, kriminalisasi, dan diskriminasi rasial yang dibangun oleh Jenderal Polisi (Purn) Tito Karnavian (sekarang Mendagri), Jenderal Polisi (Purn) Budi Gunawan (sekarang Kepala BIN), dan Komisaris Jenderal Polisi (Purn) Paulus Waterpauw (sekarang Pjs. Gubernur Papua Barat), yang didukung oleh KPK dan Menkopolhukam Prof. Mahfud MD. 

Saya tidak setuju dengan korupsi. Tapi, saya tidak setuju dan menentang konspirasi politik, kriminalisasi, diskriminasi rasial terhadap teman saya, Gubernur Papua Lukas Enembe. 

Saya tidak setuju dan mengutuk orang-orang yang menekan teman saya, Gubernur Papua Lukas Enembe, yang dalam keadaan kesehatan terganggu. Ini perilaku dari orang-orang yang tidak memiliki hati nurani kemanusiaan. 
Dimana perasaan kemanusiaan mereka? 

Saya marah karena KPK meminta Kantor Imigrasi membatasi perjalanan Lukas Enembe ke Singapura untuk Chekup Kesehatan. 

Saya tidak setuju karena semua nomor rekening pribadi pak Lukas Enembe dan Ibu Yulce W. Enembe diblokir KPK. Gubernur Papua Lukas Enembe bukan teroris. 
Kalau diblokir demikian, apakah pelabelan dari Menkopolhukam Mahfud MD, "Pemerintah menganggap bahwa organisasi dan orang-orang di Papua yang melakukan kekerasan masif dikategorikan sebagai teroris" ini termasuk Lukas Enembe dan keluarganya? 

Saya tidak setuju dan marah karena anak kedua dari bapak Lukas Enembe dan Ibu Yulce W. Enembe berhenti sekolah di Australia dan kembali ke Papua karena semua rekening diblokir KPK. 

Ada kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran HAM serius yang secara sistematis dan masif dilakukan KPK yang terbukti di sini, yaitu: 

1. Hak kesehatan Gubernur Papua Lukas Enembe dibatasi. Ini proses pembiaran supaya Lukas Enembe sakit berat dan tidak tertolong. 

2. Hak hidup dan pendidikan anak dirugikan oleh KPK. 

3. Hak hidup ekonomi dibatasi dengan memblokir semua nomor rekening pribadi. 

Akhirnya, kami Penduduk Orang Asli Papua (POAP) mengetahui siasat para jenderal berbintang, KPK, dan Menkopolhukam. 

Tuhan memberkati semua orang yang berdoa untuk kesembuhan bapak Gubernur Papua Lukas Enembe. 

"Meskipun kebohongan itu lari secepat kilat, satu waktu kebenaran itu akan mengalahkannya." 
• In Memoriam Prof. Dr. Jacob Elfinus Sahetapy. 

Doa dan harapan saya, tulisan singkat ini memberikan pencerahan untuk para pembaca. 

Selamat membaca. 
Tuhan Yesus memberkati. 

Ita Wakhu Purom, 
Sabtu, 24 September 2022

Penulis: 
1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua. 
2. Anggota Dewan Gereja Papua (WPCC).
3  Anggota Konferensi Gereja-gereja Pasifik (PCC)
4. Anggota Baptist World Alliance (BWA).
---
HP/WA :  08124888458

Pos. Atmind

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KOMITMEN BUPATI TOLIKARA, TIDAK BOLEH ADA NYAWA YANG HILANG SIA SIA KARENA DITOLAK OLEH LAYANAN RUMAH SAKIT

Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua- Tolikara -Melangka Tanpa Alas Kaki-    Tanah Injil Tolikara - Beberapa waktu lalu, Tanah Papua...