Oleh. Mahesa Jenar
Rimbun bunga bakung menyemai rindu
Perbukitan hijau tempat berpendar mimpi
Hutan bambu dengan terang cuaca
Dengan batang dan akarnya tempat hujan tak berani surut
Semuanya senantiasa tersenyum, bersepakat untuk bahagia.
Puisi adalah pohon purba dengan daun-daun selalu muda
Dan buahnya menari bagai bayang bulan di sungai
Bergelombang oleh bilah dayung saat fajar menyingsing
Seolah bintang-bintang berdenyut di kedalamannya.
Puisi terkadang tenggelam dalam kesedihan yang disamarkan
Seperti laut yang dibelai oleh tangan senja
Kehangatan musim kemarau ada di dalamnya, sementara getaran musim hujan masih terasa
Seperti kematian dan kelahiran, kegelapan dan terang; silih berganti
Isak tangis berkobar hingga bahagia gemetar di jiwa
Kegilaan penyair pada dunianya.
Puisi seolah lengkungan kabut menghujam awan
Dan setetes demi setetes menjadi hujan
Seolah kanak-kanak terbahak-bahak di lapangan bola.
Puisi adalah hujan
Diiring ceciutan burung di pepohonan
Jatuh, jatuh, basah
Menetes, menderas
Airnya yang deras, atau pun lindap terus mengalir
Seolah seorang anak yang tidur mengigau
Tentang ibunya yang telah lama pergi
Saat terbangun, pahit airmata membangunkannya
Tapi tetap tak ada ibunya di sampingnya.
Puisi adalah teman bermain yang asyik, sejak kita lahir
Seperti puting susu kemerahan di bibir bayi
Dunia masa depan paling awal, pembawa kelezatan
Yang disesap sebentar-sebentar, bagai menyadap nektar.
Puisi adalah kuncup dari biji bunga
Yang entah mekar atau malah layu
Setiap kata-katanya ditangisi orang-orang yang lapar dan telanjang
Tapi setiap tetes airmata yang tertumpah
Adalah senyuman untuk terbitnya fajar baru.
Post. Admind
Tidak ada komentar:
Posting Komentar