Artikel.
Oleh. Angky
Tetesan Air Mata Ibunda- Kota Tua Holandia Jayapura-Melanglah Tanpa Alasan Kaki-Bicara mengenai sosok capo, tak bisa lepas dari pembicaraan mengenai sebuah ultras. Mereka berdua adalah dua elemen yang saling berkaitan satu sama lain.
Ultras, dalam perkembangannya sebagai salah satu kelompok suporter, memiliki sejarah yang cukup panjang. Memang sejarah ini juga memiliki banyak kesimpangsiuran, karena setiap kelompok suporter di berbagai negara pada masa lampau kerap mengidentikkan diri sebagai ultras. Ultras sendiri secara etimologi, berarti segala sesuatu yang luar biasa dan lebih dari biasanya.
Namun, jika ditelisik, sejarah ultras sebenarnya berasal dari Brasil pada 1939 silam. Ketika itu, di Negeri Samba berdiri sebuah kelompok suporter bernama torcida organizada. Pada Piala Dunia 1950, torcida memperlihatkan dirinya kepada dunia lewat koreografi-koreografi menarik.
Suporter Hajduk Split terinspirasi hal tersebut, dan pada akhirnya membentuk Torcida Split pada Oktober 1950. Torcida Split ini menjadi kelompok ultras tertua di Eropa, sekaligus menjadi cikal bakal kelahiran ultras-ultras lain yang ada di Eropa. Memasuki Italia, ultras ini menghadirkan lagi sosok dan nuansa lain.
Selain memunculkan nuansa politik yang begitu kental, dengan aroma sayap kiri yang kerap menghiasi dasar dari pergerakan dan sikap politik yang mereka ambil, ultras di Italia juga menghadirkan istilah baru: capo, atau biasa disebut juga capo tifoso.
Lalu, siapa dan apakah cafo tifoso atau capo itu?
Sejarah Capo/Capo Tifoso
Secara bahasa, jika diartikan, capo tifoso/capo memang berasal dari bahasa Italia. Dia berarti 'pemimpin kelompok suporter'. Pemberian gelar capo tifoso ini juga tak bisa sembarangan. Eddward S. Kennedy dalam bukunya berjudul Sepak Bola Seribu Tafsir menyebut jika gelar capo tifoso diberikan kepada seseorang yang sukses membunuh polisi kala sekelompok ultras bertengkar dengan polisi.
Lebih lanjut, beberapa literatur menyebut jika capo adalah sosok yang memimpin sekelompok ultras di salah satu sudut stadion. Lazimnya, ultras akan mendiami curva, bagian stadion yang melengkung dengan letaknya di tribune utara atau selatan. Maka, nama-nama ultras kerap berkaitan dengan nama tribune utara dan selatan, seperti Curva Nord atau Curva Sud (khusus Italia).
Di tengah-tengah lengkungan kurva itulah capo berdiri. Dia memberikan komando kepada para ultras, membuat koreografi, serta meneriakkan suara dukungan bagi para pemain yang ada di stadion. Tapi, tak jarang para ultras, sesuai namanya, melakukan sesuatu yang berlebihan di stadion, seperti menyalakan suar dan cerawat, atau malah memancing keributan di stadion.
Di balik semua aksi menghibur sekaligus berlebihan dari ultras di stadion, ada sosok capo yang menjadi pemimpinnya. Dalam tulisan yang ditulis oleh Tobias Jones di laman The Guardian berjudul 'Beyond the Violence, The Shocking Power the Ultras Wield Over Italian Football', sosok capo ini digambarkan sebagai sosok yang berwibawa dan memiliki pengaruh besar.
Namun, sosok capo ini tidak hanya berwibawa dan berpengaruh saja. Sosok capo ini juga mesti bisa menyatukan pendapat dari para ultras yang lain, menghimpunnya, dan menjadikan sebagai sebuah suara dari ultras yang dia pimpin. Maka, tak jarang ultras mengadakan rapat-rapat, serupa rapat politik, untuk mengambil keputusan perihal banyak hal.
KumparanBOLA
Pos. Admin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar