Oleh : Hengky Yeimo
Tetesan Air Mata Ibunda- Kota Tua Kota Jeruk -Melangkah Tanpa Alas Kaki-Bukan pancaran warna dari tembok dan baliho yang dipajang rapi. Entalah bagaimana ide Warna Kuning, Biru Putih dijadikan warnah khas bagi pengojek di Kabupaten Nabire.
Orang orang di Nabire tahu bahwasanya pengguna helem Kuning, Biru, Putih tentunya pengojek. Bila mereka lewat orang ketahui bahwa mereka adalah pengojek.
Pada Rabu saya bertemu dengan Danny Nawipa di Kantor yang dipimpinnya yakni Lembaga Bantuan Hukum Talenta Keadilan Papua yang terletak di Kelurahan Oyehe, Nabire Papua Tengah.
Kami berdiskusi seputar masalah hukum dan isu isu sektoral yang kerap luput dari pemberitaan media massa.
"Saya belum tahu soal Komunitas LGBT di kabupaten Nabire," kata Danny membalas pertanyaan saya.
Kalau komunitas tukang ojek di Nabire saya kenal. Dan Ketuanya adalah kepala Divisi Buruh di Lembaga Bantuan Hukum Talenta Keadilan Papua.
"Saya bisa minta nomor HPnya ka.." kata saya kepada Dani.
Dani menjawab, "Ada Kaka". Bagaimana kaka mau wawancara ka ? Atau saya telepon dia ke kantor baru Kaka wawancara dia.
"Coba adik telepon datang, baru saya wawancara dia dlo," jawab saya.
Dani mengambil Handphone yang ditaruhnya di atas meja kerjanya, lalu meneleponnya.
Danip "kaka bisa ke kantor ka. Ada wartawan jubi mau wawancara dengan Kaka," katanya.
"Oh baik. Sedikit saya tiba di situ," katanya.
Setelah menelepon ke ketua pengojek. Dari kediamannya menuju ke kantor LBH-TK Papua.
Sekitar 30 Menit dihabiskannya selama perjalanannya. Ia, menggunakan motornya.
Setibanya di kantor kemudian ia masuk dan menghampiri saya dan Dani Nawipa di Kantor LBH-TK Papua.
"Selamat pagi ..."katanya.
"Selamat pagi juga Kaka," balas saya dan Dani serempak, sembari pernikahannya untuk duduk di kursi.
Ia, tersenyum sambil duduk di kursi yang terbuat dari rotan, sambil bercerita tentang nasib pengojek di Nabire.
Sembari berdiskusi, Dani meminta pamit ke Kantor Polres Nabire untuk mengambil surat dari pihak kepolisian di Polresta Nabire.
"Saya pamit dulu. Kaka kam dua lanju dlo," katanya.
"Baik sudah," balas kami serempak, sembari pelayanan di kantor LBH-TK Papua menyediakan teh.
Sementara kami sedang berdiskusi tentang masalah penikaman tehadap pengojek di Nabire Papua. Lelaki bertubuh kekar berjenggot itu mengambil sebatang rokok dan menyalakan rokok tersebut.
"Izin kaka sebelum Kita mulai wawancara perkenalkan dulu kaka pu nama, dan kapasitas kaka," tanya saya.
Sembari menarik rokok dan membuang asap, dan ia memperkenalkan identitasnya.
Nama saya Imburi, saya sebagai ketua tukang ojek helem warna kuning dan Putih di Kabupaten Nabire. Kalau untuk helem warna biru Itu strukturnya terpisah.
Tetapi saya merangkum semua khasus, kekerasan terhadap tukang ojek, baik helem biru, kuning dan Putih. Sebab kami sama-sama seprofesi.
"Ada 18 khasus penikaman, pengeroyokan, perampokan di Nabire,dari 18 ada dua khasus yang sudah diselesaikan di pengadilan dan pelakunya di proses secara hukum, sisa lainnya belum,"katanya.
Mais Imburi berharap berbagai khasus yang telah terjadi itu agar dapat diselesaikan secara hukum. Agar kedepannya pengojek mendapatkan keadilan dan perdamaian dan kami melakukan aktivitas seperti biasa.
"Kami orang Papua tidak pernah Diajarkan untuk membunun. Jika apabila pelaku OAP saya minta stop. Tetapi apabila pelaku saudara saudari dari nusantara kami minta stop, kami harus menjaga keberagaman demi perdamaian di Nabire Papua. Apalagi sekarang dalam suasana Natal,"katanya.
Pengojek di Nabire ini tingkat kerawanan tinggi sehingga, polisi harusnya melakukan patroli agar pengojek bisa terlindungi.
Usai diskusi kami mengambil Foto-foto berbackground LBH-TK Papua. Tapi juga Foto-foto ini digunakan di berita.
Kami saling sapa, bercanda gurau....
Bersambung. .....!
Post. Admin
Komentar
Posting Komentar