Artikel : Yefta Lengka
Jumlah penduduk orang Papua semakin sedikit tetapi kelakuan orang Papua masih sembrono dan masa bodoh.
Kalimat "Masa Bodoh" seringkali diucapkan kepada orang-orang yang selalu bertindak sembrono walau sudah tahu dan atau telah mengetahui kondisi sekitarnya.
Sekarang Kita lihat, jumlah orang asli Papua semakin sedikit.
Jumlah ini dilihat dari tahun 1969, ketika penentuan pendapat Rakyat (PEPERA) dilaksanakan, waktu itu jumlah penduduk Papua Barat lebih dari 800.000 jiwa. Sedangkan di tahun yang sama penduduk Papua New Guinea berjumlah 670.000 jiwa. Setelah 43 tahun sejak 1969 hingg tahun 2003 penduduk orang asli Papua berjumlah 1.300.000 jiwa sedangkan di tahun yang sama penduduk asli Papua New Guinea berjumlah 6.000.000 Jiwa. Ini perbedaannya sangat jauh.
Kita lihat lagi, data Hasil penelitian Jim Elmslie tahun 2011 dalam penelitiannya yang berjudul "West Papapuan Demograpic transition and the 2010 Indonesian Cencus: "Slow Motion Genosida" or not?" Dalam konferensi pers pada 23-24 Februari di Sidney mengemukakan bahwa: Tahun 1971 orang asli Papua berjumlah 887.000 jiwa dan orang non Papua berjumlah 36.000 jiwa. Total penduduk 923.000 jiwa. Dalam presentase Papua 96% dan non Papua 4%. Tahun 1990 penduduk orang asli Papua berjumlah 1. 215. 897 jiwa dan non Papua 414. 210 Jiwa. Total penduduk 1.630.107 jiwa. Dalam presentasenya orang asli Papua 75% dan non Papua 25%. Tahun 2005 jumlah penduduk orang asli Papua 1.558.795 jiwa dan jumlah penduduk non Papua 1.087.694 jiwa. Totalnya 2.646.489. Presentase jumlah penduduk asli Papua 59% dan non Papua 41%. Tahun 2011 penduduk orang asli Papua berjumlah 1.700.000 jiwa dan Non Papua 1.980.000 jiwa. Total 3.680.000 jiwa. Presentasenya orang asli Papua 47% dan non Papua 53%. Dalam penelitiannya Jim memperkirakan pada tahun 2030 penduduk asli Papua bisa menjadi minoritas dengan presentase 15,2% dan non Papua 80,8%.
Kita lihat faktanya di Merauke orang asli Anim-ha 30 % dan orang pendatang 70%. Di kota Jayapura dan Keerom semua sektor hampir dikuasai orang pendatang. Ini gila. Belum dengan daerah lain.
Jumlah orang Papua yang semakin sedikit ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1. Keputusan Politik Indonesia Bagi Papua. Keputusan Politik Indonesia bukan hanya tentang menguasai sumber daya alam, pengolahan sistem pemerintahan, penambahan daerah otonomi baru dll. Tetapi tentang bagaimana men-depopulasi-kan penduduk pribumi Papua. Keputusan Politik ini disertai dengan militer, anggaran dan Alusista. Keputusan ini berlaku bagi semua sektor sistem yang ada di atas tanah Papua. Mereka berkerjasama untuk mencapai satu tujuan yaitu slow motion Genosida.
2. Operasi militer. penempatan militer atas dasar poin 1 diatas, mengakibatkan kebencian orang Papua terhadap kehadiran pemerintah Indonesia melalui aparat keamanan. Kebencian ini terjadi secara genetik akibat sejarah masa lalu orang Papua. Dengan demikian banyak orang Papua yang melakukan perlawanan terhadap aparat keamanan yang mengakibatkan operasi militer besar-besaran di tanah Papua. Dalam operasi militer ini, ratusan ribu orang Papua telah menjadi korban sejak 1963 hingga kini.
3. Miras dan Narkoba. Miras dan Narkoba menjadi sala satu alat bagi Indonesia dalam upaya depopulasi penduduk asli Papua. Miras dan narkoba telah memakan banyak korban orang asli Papua. Korban fisik, korban Psikologi dan sosial.
4. Orang Papua mati karena HIV-AIDS. Tidak terlepas dari poin 3, kebanyakan dampak dari miras dan narkoba seseorang dengan cepat terangsang untuk melakukan hubungan seksual tanpa memikirkan resiko bagi dirinya dan orang lain. Dengan demikian hingga kini angka HIV-AIDS di tanah Papua. Dinas kesehatan kabupaten Jayawijaya mencatat bahwa tahun 2025 kasus HIV-AIDS mencapai 8.340 kasus. Belum dengan yang tidak terdaftar. Belum lagi dengan kabupaten lain di tanah Papua.
5. Orang Papua mati karena Perang Suku. Perang suku telah menjadi satu kebiasaan orang Papua di wilayah pegunungan. Perang suku seringkali disebabkan oleh Miras dan narkoba. Ini adalah pemicu utama di wilayah pegunungan. Namun sayangnya korban yang dialami bukan hanya oknum namun setiap suku yang tergabung dalam aliansi perang juga ikut menjadi korban. Baik korban fisik, psikologi, sosial dan lainnya.
Belum lagi dengan hal-hal kecil lainnya yang membuat orang Papua tidak dapat bertahan hidup lebih lama atau sewajarnya.
*II. Persatuan orang Papua dalam menyelamatkan manusia yang tersisa dan tanah Papua menjadi hal yang sangat urgent dan mendesak hari ini.*
"Tidak ada bangsa lain yang akan datang menolong orang Papua. Kecuali orang Papua sendiri. Yang mengetahui dan mengerti persoalan Papua hanya orang Papua sendiri".
Fakta hari ini kita melihat banyak orang Papua yang berbicara tentang kemerdekaan Papua Barat secara menyeluruh. Tetapi yang menjadi hal yang menyedihkannya adalah:
1. orang-orang itu sendiri masih terikat dengan Miras dan Narkoba. Lantas kita berjuang untuk siapa?
2. Ada juga yang saling menjatuhkan sesama pejuang. Lantas kita berjuang bersama siapa?
3. Ada juga yang menjadi penghianat bagi saudaranya.
4. Ada juga yang berbicara tapi tidak pernah mencari data untuk inventarisasi sebagai peluru dalam perlawanan. Lantas apa yang dapat kita yakinkan kepada dunia tentang penderitaan bangsa kita?
5. Menjadikan diri orang yang paling inti dalam perjuangan tetapi lupa dengan krisis kemanusiaan di depan matanya. Lantas apa yang kita perjuangkan?
Mari bersatu, kita akhiri. Persatuan tidak akan jatuh dari langit. Persatuan tidak dibawakan oleh orang lain atau bangsa lain. Kita sendiri yang bangun persatuan.
Agamua, 09 Mei 2025
Penulis adalah Aktivis kemanusiaan dari Wamena
Pos. Admin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar