Oleh : Willy Literasi
Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua Kota Jeruk -Melangkah Tanpa Alas Kaki-Papua Tengah, mencerminkan adanya praktik yang merugikan masyarakat lokal, terutama masyarakat adat yang memiliki hak ulayat atas tanah dan hutan mereka.
Willy Literasi - (12 Mei 2025) Di tanah Papua, khususnya di Nabire, Papua Tengah, terdapat sebuah perusahaan kayu yang telah beroperasi selama bertahun-tahun.
Perusahaan ini meskipun memiliki kerja sama dengan pemerintah daerah, namun oleh masyarakat adat tetap dianggap sebagai perusahaan ilegal. Hal ini disebabkan karena proses masuknya perusahaan tidak melalui mekanisme adat yang sah. Dalam pandangan masyarakat, legalitas administrasi pemerintah belum tentu berarti legal secara adat.
Pemerintah daerah kerap kali menjadi perantara atau tengkulak dalam pemberian izin, yang pada akhirnya diperjualbelikan dengan nilai uang yang besar. Ini mencerminkan adanya praktik yang merugikan masyarakat lokal, terutama masyarakat adat yang memiliki hak ulayat atas tanah dan hutan mereka.
Ironisnya, ketika perusahaan-perusahaan besar mengeksploitasi hutan Papua, yang menikmati hasilnya bukanlah masyarakat adat sebagai pemilik sah tanah tersebut. Justru, pihak-pihak yang diuntungkan adalah pemerintah daerah, aparat keamanan, dan perusahaan itu sendiri. Sementara itu, masyarakat adat hanya menjadi penonton di tanahnya sendiri—disisihkan dari pengambilan keputusan dan jauh dari kesejahteraan yang dijanjikan.
Pertanyaannya? sampai kapan eksploitasi ini terus berlangsung tanpa mempertimbangkan suara dan hak masyarakat adat? Sudah saatnya semua pihak membuka mata dan menempatkan masyarakat Papua sebagai subjek utama, bukan objek dari pembangunan dan eksploitasi.
Pos. Admin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar