Sabtu, 26 September 2020

LBH Papua: Komnas HAM Republik Indonesia Segera Turun Investigasi Kasus Pdt. Yeremia Zanambani

 


Deiyai Tetesan Air Mata Ibunda. Com --siaran pers dari Lembaga Bantuan Hukum Papua yang di keluarkan. Selasa (22/09/2020) yang di terima media Tetesan Air Mata  Ibunda Jumat (25/09/2020) dengan nomor : 013/SP-LBH-Papua/2020 kebijakan keamanan di Papua tidak mengimplementasikan uu no 59 tahun 1958 tentang ikut serta negara republik Indonesia dalam seluruh konpensi Jenewa tanggal 12 agustus 1949.

Pada tanggal 31 Agustus 2020, Frits Ramandey selaku Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua menerima beberapa laporan dugaan pelanggaran HAM dari Theo Hesegem dan Ketua DPRD Nduga, Ikabus Gwijangge terkait dugaan pelanggaran HAM di antaranya penemuan makam lima warga sipil yang diduga korban penembakan. Makan itu ditemukan di Kampung Iniye, Distrik Mbua pada 10 Oktober 2019 lalu. Selain itu, Laporan penembakan terhadap Elias Karunggu (40 tahun) dan anaknya Selu Karunggu (20 tahun) oleh Satgas Pamtas Yonif PR 330/TD, di Distrik Kenyam pada 18 Juli 2020 (Baca : https://jubi.co.id/komnas-ham-papua-laporan-dugaan.../).

 Fakta laporan dugaan pelanggaran HAM diatas secara prinsipil mempertanyakan tugas melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan Negara pada tataran sebagaimana diatur pada pasal 7 ayat (1), UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

 Diatas sekian pertanyaan yang belum terjawab itu, Pada tanggal 9 September 2020, media online www.viva.co.id melansir berita berjudul OPM Ganggu PUPR, Jenderal TNI Andika Kerahkan Pasukan ke Papua terlihat percakapan Wakil Menteri PUPR dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) sebagai berikut :  "Saya mohon dukungan bapak kebetulan arahan pak Presiden, saya ditugaskan bagaimana mengendalikan situasi di Papua. Kebetulan kita juga banyak bangun infrastruktur di sana namun sering mengalami gangguan," kata John Wempi ke Jenderal Andika.

 "Siap pak, dalam waktu satu minggu sekaligus surat pengajuan kepada Menteri tembusan kepada Wakil Menteri untuk pengajuan rusun juga yang kedua adalah surat penugasan pengamanan pembangunan infrastruktur di Papua dan Papua Barat," kata Jenderal Andika saat menerima aduan dari Wakil Menteri PUPR John Wempi Wetipo di Markas TNI AD Jakarta.

 

Sikap Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) diatas sesunguhnya sangat jauh dari kebijakan Pengerahan Dan Penggunaan Kekuatan TNI sebagaimana yang diatur pada pasal 17, Pasal 18, Pasal 19 dan Pasal 20, UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

 Untuk diketahui terkait “Pengerahan Pasukan” mekanismenya sebagai berikut : Kewenangan dan Tanggung jawab pengerahan kekuatan TNI berada pada Presiden.  Dalam hal pengerahan kekuatan TNI, Presiden harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.  Sementara itu, Dalam keadaan memaksa untuk menghadapi ancaman militer dan/atau ancaman bersenjata, Presiden dapat langsung mengerahkan kekuatan TNI.  Terkait, Dalam hal pengerahan langsung kekuatan TNI, dalam waktu 2 X 24 jam terhitung sejak dikeluarkannya keputusan pengerahan kekuatan, Presiden harus melaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.  Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui pengerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Presiden harus menghentikan pengerahan kekuatan TNI tersebut. 

 Terlepas dari itu, terkait “Pengunaan kekuatan TNI” mekanismenya sebagai berikut : Tanggung jawab penggunaan kekuatan TNI berada pada Panglima TNI.  Dalam hal penggunaan kekuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Panglima bertanggung jawab kepada Presiden.  Penggunaan kekuatan TNI dalam rangka melaksanakan operasi militer untuk perang, dilakukan untuk kepentingan penyelenggaraan pertahanan negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.  Penggunaan kekuatan TNI dalam rangka melaksanakan operasi militer selain perang, dilakukan untuk kepentingan pertahanan negara dan/atau dalam rangka mendukung kepentingan nasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan.  Penggunaan kekuatan TNI dalam rangka tugas perdamaian.

 Sekalipun ada kebijakan Penggunaan kekuatan TNI dalam rangka melaksanakan operasi militer selain perang, dilakukan untuk kepentingan pertahanan negara dan/atau dalam rangka mendukung kepentingan nasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan namun yang perlu diperhatikan disini adalah kebijakan pengunaan kekuatan TNI berada pada Panglima TNI yang bertanggung jawab kepada Presiden dengan demikian berdasarkan ketentuan diatas secara tegas menunjukan bahwa kebijakan Penggunaan kekuatan TNI berada pada Panglima TNI. Untuk diketahui bahwa Panglima TNI adalah  perwira tinggi militer yang memimpin TNI.  Dengan demikian secara jelas menunjukan bahwa Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) tidak memiliki kewenangan dan tanggungjawab pengunaan kekuatan TNI.

 Diatas fakta permohonan dan jawaban yang dilakukan antara Wakil Menteri PUPR dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) tanpa dasar hukum yang jelas di Negara Indonesia yang adalah Negara hukum sebagaimana diatur pada pasal 1 ayat (3), UUD 1945 

Pada tanggal 20 September 2020 media online suarapapua.com merilis berita berjudul Diduga TNI Tembak Mati Pdt. Yeremia Zanambani di Hitadipa  dalam berita tersebut dijelaskan bahwa “Warga yang berada di Hitadipa yang tak ingin dimediakan namanya kepada media ini membenarkan bahwa telah terjadi penembakan yang menewaskan warga sipil. “Bapak dia (Alm. Yeremia Zanambani) pergi ke Bomba. Kampung yang tidak jauh dari Hitadipa tujuan almarum untuk kasih makan ternak babi. Mayatnya baru ditemukan pagi tadi dengan kondisi tangan sudah disabet dan telah ditembak”.

 Lebih lanjut dijelaskan bahwa “Sebelumnya, para anggota TNI memberikan peringatan keras kepada warga Hitadipa agar segera kembalikan dua pucuk senjata yang diduga telah diambil TPNPB usai menembak mati anggota TNI yang bertugas di pos Koramil Hitadipa.

 Sumber informasi suarapapua.com mengatakan, dengan alasan untuk mencari dan mengejar pelaku yang tembak mati anggota TNI dan mencari dua pucuk senjata yang telah dirampas tersebut, para anggota TNI menyusul Pdt. Yeremia ke kandang babinya”.

 Sementara itu, pada tanggal 20 September 2020 media online jubi.co.id merilis berita berjudul Oknum TNI tembak mati seorang pendeta di Intan Jaya dalam berita tersebut dijelaskan bahwa “Aner Maisini, anak pendeta Yakobus Maisini, tetangga dekat almarhum Zanambani di Hitadipa.

 Aner Maisini menuturkan, ditemani istri pada Sabtu (19/9/2020) sore, Pdt Zanambani pergi ke honai milik mereka yang juga di sana piara babi sekaligus untuk memberi makan. Dari rumah mereka di kompleks Sekolah Satu Atap YPPGI ke lokasi honai letaknya di seberang kali di Hitadipa. “Setelah selesai dari honai untuk kasih makan babi dan saat mau balik pulang ke rumah itulah pasukan TNI langsung menembak pendeta hingga meninggal di tempat,” ujarnya. 

 

Terlepas dari itu, pada tanggal 20 September 2020 media online Kompas.com melansir berita berjudul “Seorang Pendeta Tewas Ditembak KKB di Intan Jaya, Papua” didalamnya disebutkan bahwa Kapen Kogabwihan III, Kol Czi IGN Suriastawa menegaskan Kelompok Kriminal Bersenjata ( KKB) kembali berulah di Kabupaten Intan Jaya, Papua. Kali ini korban mereka adalah seorang pendeta bernama Yeremia Zanambani. "Kejadian terjadi di Kampung Hitadipa, Distrik Hitadipa, Intan Jaya, pada Sabtu (19/9/2020) sekitar pukul 18.00 WIT."

 Berdasarkan ketiga pemberitaan diatas semuanya menunjukan bahwa hak hidup Pdt. Yeremia Zanambani yang dijamin pada pasal 28a, UUD 1945 junto Pasal 9 ayat (1), UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM junto Pasal 6 ayat (1), UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Tentang Hak Hak Sipil Politik telah terlanggar.

 Untuk diketahui bahwa berkaitan dengan hak hidup secara prinsip telah ditegaskan bahwa  Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun sebagaimana diatur pada pasal 28I ayat (1), UUD 1945 junto Pasal 4, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

 Dalam konteks Hak untuk hidup adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun ingin menunjukan keadaan aman atau tidak aman dan baik pihak TNI maupun TPN PB sehingga ditengah kondisi Kabupaten Nduga, Kabupaten Intan Jaya dan Kabupaten Mimika yang sampai saat ini sedang dilakukan operasi militer perlu mengedepankan prinsip-prinsip dalam Pasal 3 ayar (1), Konvensi Jenewa Tahun 1949 sebagai berikut :

 Pasal 3

Dalam hal pertikaian bersenjata yang tidak bersifat internasional yang berlangsung dalam wilayah salah satu Pihak Peserta Agung, tiap Pihak dalam pertikaian itu akan diwajibkan untuk melaksanakan sekurang-kurangnya ketentuan-ketentuan berikut:

 (1) Orang-orang yang tidak turut serta aktif dalam pertikaian (sengketa) itu, termasuk anggota-anggota angkatan perang yang telah meletakkan senjata-senjata mereka serta mereka yang tidak lagi turut serta (hors de combat) karena sakit, luka-luka, penahanan atau sebab lain apapun, dalam keadaan bagaimanapun harus diperlakukan dengan perikemanusiaan, tanpa perbedaan merugikan apapun juga yang didasarkan atas ras, warna kulit, agama atau kepercayaan, kelamin, keturunan, atau kekayaan, atau setiap ukuran lainnya serupa itu.

 Untuk maksud ini, maka tindakan-tindakan berikut dilarang dan tetap akan dilarang untuk dilakukan orang-orang tersebut di atas pada waktu dan tempat apapun juga:

 a) Tindakan kekerasan atas jiwa dan raga, terutama setiap macam pembunuhan, pengudungan, perlakuan kejam dan penganiayaan;

b) Penyanderaan;

c) Perkosaan atas kehormatan pribadi, terutama perlakuan yang menghina dan merendahkan martabat.

d) Menghukum dan menjalankan hukuman mati, tanpa didahului keputusan yang dijatuhkan oleh suatu pengadilan yang dobentuk secara teratur, yang memberikan segenap jaminan peradilan yang diakui sebagai keharusan oleh bangsa-bangsa yang beradab.

 Pada prinsipnya usulan diatas diberikan berdasarkan pada adanya Undang Undang Nomor 59 Tahun 1958 Tentang Ikut Serta Negara Republik Indonesia Dalam Seluruh Konpensi Jenewa Tanggal 12 Agustus 1949 serta penegakan prinsi Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun sebagaimana diatur pada pasal 28I ayat (1), UUD 1945 junto Pasal 4, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

 Berdasarkan uraian diatas, Lembaga Bantuan Hukum Papua menyimpulkan bahwa Penyebab semua pelanggaran hak hidup ini bersumber dari kebijakan keamanan di papua tanpa mengedepankan prinsip pasal 3 ayat (1), konvensi jenewa tahun 1945 sesuai dengan amanah undang undang nomor 59 tahun 1958 tentang ikut serta negara republik indonesia dalam seluruh konpensi jenewa tanggal 12 agustus 1949. Atas dasar itu, Lembaga Bantuan Hukum Papua menegaskan kepada :

 1. Presiden Republik Indonesia selaku pemegang Kewenangan dan Tanggung jawab pengerahan kekuatan TNI berada pada Presiden (Pasal 17 ayat (1), UU Nomor 34 Tahun 2004) untuk MENGIMPLEMENTASIKAN UNDANG UNDANG NOMOR 59 TAHUN 1958 TENTANG IKUT SERTA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM SELURUH KONPENSI JENEWA TANGGAL 12 AGUSTUS 1949 DALAM KEBIJAKAN KEAMANAN DI PAPUA untuk melindungi hak hidup masyarakat sipil di Papua;

 2.Wakil Menteri PUPR dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) untuk tidak menyalahartikan Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19 dan Pasal 20, UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI;

 3.Ketua Komnas HAM Republik Indonesia untuk membentuk Tim Investigasi dan turun melakukan investigasi atas terlanggarnya hak hidup Pdt. Yeremia Zanambani yang dijamin pada pasal 28a, UUD 1945 junto Pasal 9 ayat (1), UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM junto Pasal 6 ayat (1), UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Tentang Hak Hak Sipil Politik.

 Demikian siaran pers ini dibuat, semoga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Atas perhatiannya disampaikan terima kasih. Jayapura, 22 September 2020.

 Hormat Kami. Lembaga Bantuan Hukum Papua. Emanuel Gobay, S.H.,MH (Direktur) Narahubung :082199507613.

Atmin Yaweimugu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kolonialisme Pemukiman Penindasan Harga Diri Pemilik Tanah

𝐊𝐨𝐥𝐨𝐧𝐢𝐚𝐥𝐢𝐬𝐦𝐞 𝐏𝐞𝐦𝐮𝐤𝐢𝐦 (𝐒𝐞𝐭𝐭𝐥𝐞𝐫 𝐂𝐨𝐥𝐨𝐧𝐢𝐚𝐥𝐢𝐬𝐦) Artikel, Yegema  Konsep kolonialisme pemukim dap...