Oleh. Yeti Tagi
Tetesan Air Mata Ibunda, Kota Tua Mapia, Melangkah Tanpa Alas Kaki, Sunyinya rembulan malam angin laut
Bersepoi - Sepoi membelai buluh badan ku daung mangga gugur satu demi satu.
Kaliharapan berharap harapan masa depan dan ingin menikmati musim buah -buahan tahun depan lagi.
Depan kubuk tua aku bercerita tentang masa silamku.
Kakak- kakak tingkat sekolahku SMP negeri 1 Mapia maupun SMA negeri 1 Mapia; serta guru - guru pengajarku disekolah.
Katanya. Pakaian jelana compan -camping, tidak pandai untuk mandi, Keras kepala, bodok, tukan porter, tukan mabuk, dan tukan makan pinang. bahkan makian yang terlalu pedis katanya anak ini mengudang masalah suatu saat. namun aku tak perna balas sekatapun karena belum paham penghinaan mereka terhadap saya.
Aku pasra pada ecekan, makian, hinaan ,dan kutukan - kutukannya.
Saat Kisa kasih di sekolah Aku tukan porter, tukan mabuk, tukan makan pinang, dan desa tercintaku desa Gopouya meman pemuda masa itu sangat terpengaru miras, porter, dan makan pinang.
Cukup hinaan mu ecekanmu penilaian terhadapku aku terima dengan senang dan lapandada dan aku berlutut padamu tuanku.
Kemudian aku beranjak kuliah di kota Makassar lalu daftarkan fakultas bahasa dan sastra Inggris.
Selama saya kuliah sangat rumit yang hadapi 10 km menempu jalan kaki. dibawa terik Matahari. sepanjang jalan petrani dari buakana kompleks Pertamina asrama kontrak Dogiyai menuju ke kampus di flay ovel dalam 5 tahun berjalan kaki pulan dan pergi.
Bukan aku tidak mampu menulis tapi air mata membatasi saya maka akan bersambung.
Kalau mata air bisa bendung untuk air irigasi bagi petani padi.
PEREMPUAN DAN MOTOR ITU BERBAHA BAGI ANAK SEKOLAH LAKI -LAKI.
Yang lain boleh ko lakukan.
Bersambung.
Post. Atmind
Tidak ada komentar:
Posting Komentar