Selasa, 01 November 2022

Kematian Filep Jacob Semuel Karma dan Biografi Singkatnya

 Pada tanggal 1 Desember 2004, ia ikut mengibarkan bendera Bintang Kejora dalam sebuah upacara di JayapuraIndonesia.

 Karena tindakannya itu, ia dituduh melakukan pengkhianatan kepada negara dan dihukum penjara selama 15 tahun. 

AmnestI nternational dan 

Human Rights Watch telah melayangkan protes atas penahanannya dan Amnesty International menetapkan Filep Karma sebagai tahanan hati nurani.


Filep Jacob Semuel Karma
Lahir14 Agustus 1959
BiakNugini Belanda
Meninggal1 November 2022 (umur 63)
JayapuraPapua
KebangsaanIndonesia
PekerjaanAktivis kemerdekaan
Dikenal atasDitangkap tahun 2004
Orang tuaAndreas Karma (ayah)

Filep Karma kecil dipengaruhi oleh serangan dini hari ke rumahnya oleh tentara Indonesia yang merusak perabotan di rumahnya.

Ia kemudian mengenyam pendidikan di Solo, Jawa Tengah, sebelum menjadi pegawai negeri sipil seperti ayahnya.

 Pada tahun 1997, ia berangkat ke Manila untuk kuliah selama satu tahun di Asian Institute of Management. Ia tidak menyelesaikan studinya.

Karma dikaruniai dua anak dari pernikahannya dengan Ratu Karel Lina, keturunan Melayu-Jawa, yang bernama Audryne and Andrefina.[4][5]

Pengibaran bendera dan penangkapanSunting


Bendera Bintang Kejora yang dipakai oleh pendukung kemerdekaan Papua

Sepulangnya dari Manila, Karma melihat Jawa dibanjiri unjuk rasa melawan Presiden Soeharto. Ia terlibat dalam pergerakan tersebut dan mulai mengangkat isu pemisahan Papua dari Indonesia.[4]

Pada tanggal 2 Juli 1998, ia memimpin upacara pengibaran bendera Papua Barat di Biak. Para aktivisnya terlibat rusuh dengan polisi dan mencederai beberapa polisi. Militer Indonesia menduduki Pulau Biak empat hari kemudian dan menembaki aktivis. Karma menduga lebih dari 100 pengunjuk rasa tewas dan dikuburkan di pulau-pulau terdekat. Jumlah korban tewas tidak diketahui secara pasti. Human Rights Watch memprotes aksi pemerintah Indonesia dan menyebut bahwa beberapa bulan setelah peristiwa ini pemerintah "gagal melaksanakan investigasi serius terhadap insiden ini dan gagal memaksa para pelaku penyiksaan warga di Biak bertanggung jawab".[3] Kedua kaki Karma terluka akibat peluru karet.[3] Ia kemudian ditangkap, diadili, dan dihukum penjara selama 6,5 tahun atas tuduhan pengkhianatan. Hukuman dibatalkan di sidang banding setelah Karma dipenjara selama 10 bulan.[6]

Tanggal 1 Desember 2004, ia berpartisipasi dalam upacara pengibaran bendera kedua yang menandakan ulang tahun kemerdekaan Papua dari Belanda.[2] Pasukan keamanan Indonesia lagi-lagi diduga menembaki kerumunan dan menewaskan para aktivis pro-kemerdekaan.[3] Karma kembali ditangkap atas tuduhan pengkhianatan terhadap negara. Kali ini ia ditangkap bersama sesama aktivis Yusak Pakage.[2]

Di sidang pengadilan Karma, hakim mengolok-olok agama Kristen yang dianutnya dan hukumannya ditambah tiga kali lipat.[4] Karma dihukum penjara selama 15 tahun di Penjara Abepura, Jayapura.[2] Pakage dihukum penjara selama 10 tahun dan dibebaskan dini pada tahun 2010.[7] Pasca pengadilan, para pengacara Karma kabarnya mendapati kepala anjing di depan pintu rumah mereka disertai catatan bertuliskan "Bunuh Karma".[4]

Laporan penyiksaan dan perhatian internasionalSunting

Pada bulan Agustus 2008, 40 anggota Kongres Amerika Serikat mengirim surat ke Indonesia yang isinya meminta Pakage dan Karma dibebaskan. Tidak lama setelah itu, 100 orang berdemonstrasi di depan Kedutaan Besar AS di Jakarta.[8]

Tahun 2009, Asian Human Rights Commission menyatakan bahwa para sipir memukuli Karma karena terlambat kembali dari cuti penjara pada tanggal 1 Februari. Mereka dikabarkan memecahkan kacamatanya dan menyayat salah satu kelopak matanya.[9] Pada tahun 2010, Karma diizinkan menjadi narasumber untuk sebuah stasiun radio setempat dan di sana ia mengaku sering disiksa sipir penjara: "Saya pernah ditonjok, ditendang, ditarik. Namun hal yang lebih menyakitkan adalah penyiksaan mental yang harus kami lalui."[10] Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan kepada BBC News Bahwa "tuduhan penyiksaan tahanan selalu diselidiki dan ditangani sesegera mungkin."[11]

Bulan Mei 2010, otoritas penjara menolak permintaan dokter Karma untuk membawanya ke Jakarta demi mendapatkan perawatan medis yang layak. Amnesty International kembali mengeluarkan peringatan tentang keselamatannya.[12] Pada Desember 2010, Karma ditransfer ke kepolisian Jayapura setelah terjadi kerusuhan di penjara. Human Rights Watch pun kembali meminta Karma dan rekan-rekan politiknya dibebaskan serta memprotes sedikitnya akses ke lembaga bantuan hukum.[13] Karma segera dipindahkan kembali ke Penjara Abepura.[2]

Amnesty International kembali mengeluarkan peringatan atas nama Karma pada April 2012 setelah organisasi ini menduga otoritas penjara menolak menyediakan perawatan medis kepada Karma yang menderita tumor.[14] Ia mendapatkan perawatan pada September 2012.[15]

KematianSunting

Pada 1 November 2022, tubuh Filep ditemukan tewas di Pantai Base G, Jayapura.


Post. Admind

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kolonialisme Pemukiman Penindasan Harga Diri Pemilik Tanah

𝐊𝐨𝐥𝐨𝐧𝐢𝐚𝐥𝐢𝐬𝐦𝐞 𝐏𝐞𝐦𝐮𝐤𝐢𝐦 (𝐒𝐞𝐭𝐭𝐥𝐞𝐫 𝐂𝐨𝐥𝐨𝐧𝐢𝐚𝐥𝐢𝐬𝐦) Artikel, Yegema  Konsep kolonialisme pemukim dap...