Oleh. Mahesa Jenar
Aku lihat ia begitu lelah, ingin istirah
Tapi ia tak bisa berhenti, meski hanya sejenak
Tak pernah ada pertunjukan terakhir untuknya
Ia memakai topeng kematian yang hitam
Untuk menutup segala sesal di wajahnya
Kehadirannya yang menakutkan
Mencekam di malam hari
Menjadi kisah seram di hari siang
Banyak orang merasa telah melihatnya
Berdiri diam, tanpa gerakan dan suara
Namun ia mengikuti mereka, dengan melayang
Kemudian, hilang seolah tak pernah ada
Jika kau berjumpa dengannya, tolong tanyakan
Apa yang membuatnya muram dan menakutkan?
Patah hati ataukah sakit hati?
Atau sesal karena korbankan diri?
*
Bersembunyi di pinggiran kota, tempat segala kesakitan dan kesengsaraan
Di mana lampu berkelap-kelip muram dan anjing melolong tajam
Bayangkanlah apa rahasia yang ia simpan
Apakah ia sedang menagih janji yang belum ditepati?
Dulu hidupnya berlimpah, memikat dan menipu
Ia suka menyusuri jalan-jalannya yang teduh
Menunggu janji temu dengan kekasihnya
Tapi kematian, selalu kenal alamat
Pada sebuah hari yang naas, ia mati dikutuk takdirnya
Nasib tergantung pada keseimbangan, seperti apa langkah yang terayun
Kematiannya meninggalkan prahara
Dan segera ia menjadi hantu malam yang menakutkan
Sebagaimana kotak Pandora, dulu ia tak hati-hati memilih kekuatan
Memperkaya diri dengan jalan sesat
Akhirnya, menumbalkan diri sebagai korban
Post. Admind
Tidak ada komentar:
Posting Komentar