Artikel. Yegema
Tetesan Air Mata ibunda-kota Tua- Kota Holandia-Melangkah Tanpa Alas Kaki- Penduduk pulau Papua adalah "kakak tertua" dari penduduk Nusantara. Orang Asli Papua (OAP) istilah yang belakangan ini santer terdengar negara syarat politik otonomi khusus mesti dikaji kembali. Pertanyaan besarnya adalah, siapakah yang disebut OAP itu? Apalagi dispesifikkan lagi menjadi ras Melanesia?
Kajian antropologi sejarah menunjukkan bahwa 50.000 sampai 30.000 tahun yang lalu, penduduk yang menempati pulau Papua itu berasal dari Asia. Jika seandainya dinamika sejarah dari kepulauan Indonesia di bagian barat boleh dipakai sebagai ukuran, maka bisalah diperkirakan bahwa sejak terjadinya pendaratan dari manusia purbakala di pulau Papua dari gugusan kepulauan Nusantara inilah penyebarannya ke seluruh kepulauan Indonesia mulai terjadi.
Kesimpulan dari kajian ini, penduduk pulau Papua adalah "kakak tertua" dari penduduk Nusantara. Asal Usul Nama Papua, Ada di Catatan Pelaut Portugis dan Spanyol. Peneliti Balai Arkeologi Papua, sebagian besar artikel ilmiah menuliskan kata Papua berasal dari bahasa Melayu Lama sebagai 'papuwah', yang berarti ‘rambut keriting’. Dalam catatan pelaut Portugis dan Spanyol abad 16, kata ‘Papua’ merupakan sebutan untuk penduduk yang mendiami wilayah Kepulauan Raja Ampat dan bagian pesisir Kepala Burung,".
Sedangkan secara ras, penduduk asli Papua adalah termasuk dalam rumpun Papua-Melanesoid (campuran antara tanah besar dan pulau-pulau di sekitarnya). Menurut Windsor Earl, tinggi badan penduduk tanah Papua di bagian pantai selatan berbeda-beda. Ada yang tinggi besar tapi tidak jauh dari tempat mereka terdapat suku-suku dengan perawakan kecil.
Istilahnya ‘sup-i-papwah’ yang berasal dari bahasa Biak. Artinya, ‘tanah di bawah matahari terbenam’. Saat itu, penduduk Pulau Biak dapat melihat sebuah pulau besar yang terletak di sebelah barat, pulau di bawah matahari terbenam.
Pulau besar yang membentang antara Papua sampai Papua Nugini ini secara geografis disebut dengan New Guinea. Bagian barat New Guinea masuk dalam wilayah Indonesia, Provinsi Papua saat ini. Sedang bagian timur adalah wilayah Papua Nugini.
Nama New Guinea diberikan oleh pelaut Spanyol bernama Ynigo Ortiz de Retes pada 1545. Dia memberikan nama wilayah itu New Guinea karena orang-orang di sana mirip dengan masyarakat Afrika di Pantai Guinea.
Pada 1884, pemerintah kolonial Inggris di Port Moresby, memproklamasikan bahwa wilayah bagian tenggara Nugini menjadi wilayah kekuasaannya. Pada tahun yang sama, bendera Jerman dikibarkan di timur laut Papua Nugini. Belanda kemudian bertindak karena tak ingin Nugini bagian barat jatuh pada bangsa Eropa.
Belanda mengklaim mulai Raja Ampat hingga 141 derajat di bagian timur (garis yang membentang antara timur Kota Jayapura hingga ke Merauke) menjadi wilayah kekuasaannya. Garis batas antara Papua dengan Papua Nugini disahkan pada 16 Mei 1895 di s’Gravenhage Belanda. Perbatasan yang memisahkan daerah Papua dengan Papua Nugini dinyatakan dalam Staatsblad van Nederlandsch-Indie, 1895, Nomor 220 dan 221.
Klaim Belanda ini akhirnya diakui oleh Inggris pada 1895, diikuti oleh pengakuan Jerman pada tahun 1910. Garis batas internasional ini masih berlaku hingga sekarang yang memisahkan antara negara Papua Nugini dan Provinsi Papua.
Selain di wilayah-wilayah pantai selatan yang lain, tesis Earl di atas dapat dilihat khususnya di wilayah Teluk Arguni. Penduduk yang bermukim di bawah kaki gununh Gusi terdapat kampung-kampung yang berdekatan seperti Kokoroba, Afuafu, Moyana, Bayeda dan Gusimawa memiliki ukuran tipe campuran. Tinggi, pendek, hidung mancung, bulat, pesek, kulit hitam, kuning, coklat, rambut kribo, berpilin dan tipis.
Sebagai tambahan bahwa rambut dari suku negroid Papua tidak sama seperti di Afrika. Rambut negroid Papua berpilin (spiral) yang menyebar ke timur. Sama dengan penduduk di kepulauan New Hebrid, Fiji, Australia dan Kepulauan Aru, Flores, Sumbawa, Seram dan Halmahera. Kulit ras negro Papua tidak sama dengan negro Afrika. Kalau negro Afrika hitam pekat tak berbulu, sementara kulit ras negro Papua adalah warna muda, coklat-kuning, campuran hitam dan sawo matang serta berbulu.
Saya harus mengulang apa yang pernah saya katakan tempo hari, bahwa penyebutan OAP berras Melanesia _ansich_ adalah kecelakaan antropologis. Antropolog terkemuka Belanda yang pernah bertugas di Papua pada 1926 menyatakan bahwa suku Papua termasuk ras melanoderm (hitam) dan ras Melanesia yaitu campuran antara Papua dan Polinesia.
Menurut Biljmer, sesudah dilakukan pengukuran-pengukuran, terdapat perbedaan-perbedaan ukuran. Ukuran _dolichocepal_ (tengkorak kepala panjang dan sempit) terdapat di pantai selatan, pantai utara, Teluk Saireri (_Geelvinkbaai_) dan sekitar Teluk Youtefa (_Humboldtbaai_). Ukuran _mesochepal_ (tengkorak kepala sedang) terdapat di Pegunungan Tengah (suku Tapiro, Timorini dan Pesechem), Port Moresby, Finschafen, sekitar Youtefa dan Fakfak. Sedangkan ukuran _brachycephal_ (tengkorak kepala lebar) terdapat di Pegunungan Tengah (Goliath Pygme), Kimaam, Pegunungan Maoke (Meepago), Mimika dan Koiwai.
Pada suku Timorini (Pegunungan Tengah) terdapat juga tipe Semitis (orang Yahudi), dengan ciri hidung mancung dan bengkok, serta banyak rambut di wajah dan badan.
Tipe-tipe Semitis ini banyak dijumpai seperti suku Marind-Anim yang berpostur tinggi besar. Pernah seorang misionaris di Merauke mengenakan jas hitam panjang dan topi bulat tinggi pada seorang penduduk di pantai selatan dengan tipe Semitis ini, maka ia mirip sekali dengan Ahasverus, si Yahudi Pengembara.
Suku-suku di Papua tidak setipe tapi berbeda antar kawasan bahkan di antara satu kawasan pun terdapat perbedaan ciri yang menonjol. Misalnya, orang Marind-Anim ada juga yang memiliki tipe Semitis Ethiopia dari ras Kaukasoit.
Adapun di Pegunungan Tengah Papua, juga terdapat Pygme/Pygmoid atau Papua kate. Selain itu kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di sekitarnya digolongkan tipe campuran antara Proto-Papua dan Wedoid-Melanesoid.
Terdapat sebuah hipotesa bahwa ras manusia Papua terjadi oleh percampuran darah pada zaman kerajaan Phoenicia atau dengan bangsa Yahudi di zaman kerajaan Rumawi atau dengan bangsa Arab di zaman kerajaan Saba (Sheba).
Penduduk Tanah Papua ini telah melangsungkan hubungan interaksi, asimilasi dan akukturasi budaya dengan penduduk dari luar Papua dan kawasan Asia-Pasifik dalam waktu yang panjang. Menurut Arthur Wichmann, interaksi penduduk Papua dengan penduduk di wilayah Indonesia lainnya yang datang ke Tanah Papua telah berlangsung lama, baik di bidang ekonomi, sosial maupun kebudayaan.
Post. Admind
Tidak ada komentar:
Posting Komentar