Langsung ke konten utama

Asosiasi Jurnalis Papua Kecam 4 orang Wartawan Intimidasi Oknum Polisi di Nabire: Ini Melanggar UU Pers!

CEPOSONLINE.COM, NABIRE – Asosiasi Wartawan Papua (AWP) mengecam tindakan kekerasan oknum polisi terhadap 4 wartawan saat meliput demonstrasi di Nabire, Papua Tengah, Jumat (5/4/2024).

Kala itu, 4 wartawan ini tengah meliput demo Front Rakyat Peduli Hak Asasi Manusia Papua (FRPHAMP) terkait video penyiksaan yang dilakukan oleh anggota TNI Batalyon Infanteri Raider 300/Braja Wijaya, Kodam III/Siliwangi terhadap warga sipil di Kabupaten Puncak.

Ketua AWP Elisa Sekenyap, mempertanyakan upaya-upaya menghentikan kerja-kerja wartawan dalam melakukan peliputan.

“Kami sesalkan tindakan ini,”

“Kenapa halangi kerja-kerja wartawan?”

“Padahal mereka sudah tunjukkan kartu pers, namun tetap diintimidasi dengan kekerasan, baik secara fisik maupun verbal,” ujar Elisa.

Wartawan bekerja berdasarkan UU 40/1999 tentang pers.

Demikian, semestinya oknum aparat tidak melakukan kekerasan terhadap wartawan yang tengah bertugas.

“Saya pikir hal yang dilakukan oleh aparat kepolisian sudah melanggar ketentuan di UU Pers.”

“Karena, wartawan dilindungi oleh Undang-Undang tersebut, namun mereka dibatasi."

“Sekali lagi, sebenarnya itu tidak boleh dilakukan oleh teman-teman kepolisian," sambung Elisa.

Lebih lanjut, menurut Elisa, walaupun Kapolres Nabire sudah memanggil wartawan yang menjadi korban dan meminta maaf.

Namun, menurutnya apa yang dilakukan oknum anggotanya itu adalah contoh yang buruk.

"Untuk itu, ke depan teman-teman polisi melihat tugas wartawan sebagai hal yang penting," ungkapnya.

Pihaknya juga mengucapkan terima kasih kepada Kapolres Nabire AKBP Wahyudi Satriyo Bintoro yang mengambil langkah cepat untuk merespons peristiwa tersebut.

"Saya ucapkan terima kasih kepada Kapolres yang boleh merespons dan ambil langkah cepat untuk memanggil wartawan yang menjadi korban, sekaligus untuk meminta maaf," katanya.

Iya menilai tindakan Kapolres dinilai sangat baik.

Sebab menyadari tindakan yang dilakukan oleh oknum anggotanya.

Elisa menambahkan, untuk anggota kepolisian di Nabire mesti diberi pamahaman tentang tugas dan tanggung jawab wartawan dalam melakukan peliputan.

"Sehingga tidak dengan segera mengintimidasi seperti yg terjadi kepada 4 wartawan di Nabire," ujarnya.

Selain itu, lanjut Elisa, jangan karena melihat wartawan adalah orang Papua, sehingga dengan mudah mengintimidasi.

"Ada kata-kata yang dikeluarkan sangat tidak etis. Ini tidak boleh lagi dilakukan. Ini namanya diskriminasi terhadap wartawan Papua yang meliput aksi demo.”

“Wartawan ketika meliput mengambil posisi di massa aksi atau tidak itu bukan alasan utk mengintimidasi," pungkasnya.

Diketahui, 4 wartawan yang kena intimidasi oknum polisi antara lain Kontributor Tribun Papua.com Yulianus Degei, Wartawan Tadahnews.com, Melky Dogopia, wartawan Seputarpapua.com, Christian Degei, dan wartawan Wagadei.id, Elias Douw. (*)


Kekerasan terhadap 4 Wartawan di Nabire 
Papua Tengah, Yan Warinussy: Itu Adalah Benar-benar Kejahatan Kemanusiaan.
Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua MANOKWARI, Melangkah Tanpa Alas Kaki-Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari yang juga pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) di tanah Papua, Yan Christian Warinussy menegaskan tindakan para anggota polisi dari Polres Nabire terhadap 4 (empat) orang wartawan media online Nabire, Provinsi Papua Tengah, Jum’at (5/4) benar-benar merupakan Kejahatan terhadap kemanusiaan (crime againts humanity) dan sekaligus merupakan bentuk arogansi kekuasaan yang mencoreng nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia yang berlaku universal serta dikandung dalam pasal 28 Undang Undang Dasar (UUD) 1945.

“Di sisi lain perbuatan para oknum anggota Polri dari Polres Nabire tersebut merupakan tindakan yang melanggar prinsip-prinsip kebebasan pers dalam Negara Demokrasi dan Negara Hukum Republik Indonesia yang diatur di dalam UU RI No.40 Tahun 1999 Tentang Pokok-pokok Pers”,terang Waribussy dalam keterangannya Jumat, (5/4).

Kekerasan secara fisik dan verbal yang dialami oleh para jurnalis muda seperti Elieser Douw (wagadei.id), Kristianus Degey (seputar papua.com), Yulianus Degey (tribunnewspapua) serta Melianus Dogopia (tadahnews.com) tidak bisa diselesaikan dengan cara-cara pendekatan coffee morning atau silaturahmi, tapi mesti didekati melalui pendekatan hukum atau judicial approach.
Para oknum anggota Polri dari Polres Nabire yang diduga terlibat semestinya diproses menurut hukum hingga dibawa ke depan pengadilan yang fair dan adil guna mempertanggung jawabkan perbuatannya.

“Ini penting agar menjadi preseden positif dan menjadi jaminan tidak berulangnya perbuatan yang mengenai insan pers di Indonesia dan Tanah Papua. Apalagi hal tersebut senantiasa terjadi saat jurnalis sedang menjalankan tugasnya yang dilindungi hukum dalam meliputi dan menyampaikan informasi demonstrasi atau unjuk rasa rakyat Papua agar dikonsumsi secara adil dan berimbang”,pintanya.

Lanjutan, AJI Jayapura Keluarkan 3 Poin Sikap soal Kekerasan 4 Jurnalis di Nabire
Kabar Papua .Com Kota Jayapura – Aliansi Jurnalis Independen Jayapura mengecem tindak kekerasan hingga perampasan alat kerja terhadap empat jurnalis di Kabupaten Nabire, Papua Tengah pada Jumat 5 April 2024.

Keempat jurnalis mengalami kekerasan saat meliputi demonstrasi Front Rakyat Peduli Hal Asasi Manusia Papua di Nabire terkait penganiayaan terhadap warga sipil di Puncak oleh oknum TNI.

Mereka yakni Elias Douw (wagadei.id), Kristianus Degey (seputarpapua.com), Yulianus Degei (tribun-papua.com), dan Melkianus Dogopia (tadahnews.com).
Ketua AJI Jayapura, Lucky Ireeuw dalam rilis telah mengeluarkan tiga poin pernyataan sikap terkait kekerasan tersebut. Menurut dia, kepolisian dan pelarangan untuk meliput kegiatan aksi ini, merupakan bagian dari pembungkaman ruang demokrasi.

Adapun tiga poin sikap AJI Jayapura. Pertama, tindakan para petugas keamanan mengusir serta dugaan mengintimidasi secara verbal merupakan tindakan merusak citra demokrasi Indonesia, khususnya pada perlindungan dan jaminan ruang aman untuk jurnalis dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.

Bahkan tindakan tersebut dapat dianggap sebagai pelanggaran UU Pers Pasal 18 ayat (1). “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500 juta,” kata Lucky Ireeuw.

Kedua, mendorong semua pihak menghormati dan memberikan perlindungan hukum terhadap jurnalis yang melaksanakan tugas profesinya berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

“Jurnalis memiliki hak dan mendapatkan perlindungan hukum dalam hal sedang menjalankan fungsi, hak, kewajiban dan perannya yang dijamin Pasal 8 UU Pers. Perlindungan hukum itu dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat,” ujarnya.

Ketiga, mendesak semua pihak termasuk aparat keamanan berhenti menghalang-halangi dan membatasi kerja jurnalis yang berujung menghambat hak publik untuk mendapat informasi.

Kronologi Kekerasan Jurnalis di Nabire

Berdasarkan konfirmasi AJI Jayapura, Elias Douw wartawan wagadei.id mengaku tiba di lokasi demontrasi pukul 08.00 WIT. Dia berada titik kumpul massa aksi di Pasar Karang Tumaritis Nabire untuk meliput aksi demonstrasi.

Tak berapa lama, sejumlah oknum polisi mendatanginya lalu bertanya terkait asal media. “Mereka (polisi) tanya ko dari pers ka atau media mana,” kata Elias menirukan pertanyaan oknum polisi tersebut.

Namun 23 menit kemudian, aparat menembakkan gas air mata sebanyak lima kali hingga terjadi keributan antara massa aksi dan anggota polisi. Pukul 08.14 WIT, 4 anggota polisi menghampiri Elias dan mereka teriak dengan nada kasar.

“Ada satu anggota polisi pakai baju hitam juga bilang wee ko pulang-pulang, wee ko pulang-pulang, ko pulang ke rumah, mereka bawa rotan, mau pukul saya, saya takut jadi saya lari. Mereka juga ikut lari kejar saya, tapi dari pertengahan mereka (polisi) kembali,” ucapnya.

Sementara Kristianus Degey jurnalis seputarpapua.com mengaku, pihaknya turun dan meliput demo mahasiswa dan rakyat Papua. Setibanya di sana, dia mengeluarkan alat-alat jurnalistik seperti handphone untuk merekam video atau memotret foto.

Namun beberapa oknum polisi bereaksi lalu mendekati dan bertanya dengan nada yang lantang meminta Kristianus menghapus video dan foto sambil mengeluarkan makian kasar.

“Saya kasih tahu kalau saya wartawan sambil saya tunjukkan ID CARD pers di dada. Lalu mereka ambil hp saya dan tahan sekitar 30 menit. ‘Nanti kau datang ambil di Polres ya’,” katanya sambil menirukan ungkapkan mereka.

Sesampainya di Polres Nabire, polisi kemudian mengambil ID CARD Kristianus. Setelah itu, petugas kepolisian melarang Kristianus melakukan tuga peliputan, bahkan mengusir keluar. “Kau tidak boleh liput dan kau keluar dari tempat ini. Kau cepat keluar tidak perlu kau liput,” ucap polisi.

Terpisah, Yulianus Degei jurnalis Tribun-Papua.com mengaku dikeroyok sejumlah oknum polisi saat meliput demo di daerah Wadio, Nabire. “Saat itu saya sedang liput aksi depan hotel Jepara 2 Wadio. Ada polisi datang tanya, saya bilang saya wartawan sambil tunjukkan ID CARD,” katanya.

Selain melakukan kekerasan, empat oknum polisi juga merampas alat kerja jurnalistik yang kebetulan sedang berada di tangan Yulianus. “Saya punya juga dirampas paksa, saya lagi siaran langsung di facebook. Saya punya hp ada di tangan polisi,” katanya.

Kondisi itu juga dialami Melkianus Dogopia jurnalis tadahnews.com saat meliput aksi demonstrasi di Kabupaten Nabire. Sekitar pukul 12.30 WIT, dia hendak masuk di titik kumpul Jepara 2 Nabire, namun situasi sudah diblokade.

“Saya bertemu dengan seorang polisi, namanya tertutup jas lantas, menahan saya. Dia bilang balik, sebab di sini sudah tidak bisa lewat. Mau bikin apa, pulang ke rumah,” kata polisi ke Melkianus Dogopia.

Meskipun ia menunjukkan ID CARD pers, dan surat tugas, polisi itu tetap menyuruh Melkianus agar balik. “Situasi sudah berubah menjadi kriminal jadi, kamu balik saja, tidak ada ambil-ambil berita di sini,” teriakan satu anggota polisi di antar rombongan mereka. *** (Rilis)

IJTI Sayangkan Aksi Arogan Oknum Polisi Terhadap 4 Wartawan di Nabire, Minta KKJ DP Turun Tangan.


NABIRE, NewsSorongRaya.id - Koordinator Wilayah (Koorwil) Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Papua - Maluku Chanry Suripatty menyayangkan sikap arogansi sejumlah oknum aparat Kepolisian terhadap 4 jurnalis saat melakukan tugas jurnalistik meliput aksi demonstrasi di Nabire, Papua Tengah, Jum'at (5/4/2024). 

Keempat jurnalis tersebut masing-masing Elias Douw jurnalis Wagadei.id, Christian Degei, Melky Dogopia jurnalis Seputarpapua.com dan Yulianus Degei, jurnalis Tribun Papua.com. 

Dari data yang dihimpun IJTI, keempat jurnalis tersebut saat peristiwa terjadi bersama sejumlah jurnalis lainnya di Nabire, sedang melakukan liputan terkait aksi demonstrasi dugaan pelanggaran HAM penyiksaan terhadap warga sipil oleh sejumlah oknum TNI di Kabupaten Puncak yang sempat viral beberapa waktu lalu. 

Atas kejadian itu, pihaknya sangat menyayangkan cara-cara arogan sejumlah oknum kepolisian dalam melaksanakan tugas. Apalagi saat itu menurut Chanry keempat jurnalis ini telah menunjukkan id card wartawan kepada pihak kepolisian. 

" Kami sangat menyayangkan tindakan arogansi oknum - oknum Kepolisian dalam melaksanakan tugas di lapangan. Seharusnya mereka dapat lebih soft apalagi dalam pelaksanaan tugas, keempat jurnalis ini telah menunjukkan id card wartawan mereka," ungkap Chanry.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menteri Investasi Indonesia Bahlil Lahadalia, Orang Sulawesi yang Mengklaim Diri Sebagai “Anak Papua”

Sebuah Mesin Perampasan yang Bekerja atas Nama Negara, Investasi, dan Kepentingan Global.  Oleh : Victor F. Yeimo  Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua Holandia-Melangkah Tanpa Alas Kaki - Bahlil   Lahadalia, orang Sulawesi yang mengklaim diri sebagai “anak Papua” memainkan peran yang secara teoritis dapat kita sebut sebagi agen apropriatif kolonial, atau individu yang melakukan klaim identitas demi legitimasi proyek hegemonik pusat atas wilayah pinggiran.  Bahlil Lahadalia, Sebagai Menteri Investasi, ia menjelma menjadi agen ideologis dan teknokratis kapitalisme kolonial. Proyek Strategis Nasional (PSN) di Papua adalah mega-infrastruktur of dispossession, yaitu infrastruktur raksasa yang berfungsi sebagai mekanisme primitive accumulation dalam versi abad ke-21. PSN adalah wajah mutakhir dari kapitalisme kolonial, sebuah mesin perampasan yang bekerja atas nama negara, investasi, dan kepentingan global.  Di Merauke, negara merampas...

Fakta hari ini TPNPB/OPM adalah bukan masyarakat yang kami tinggl bersama-sama dengan masyarakat di intanjaya Dan Militer Indonesia pun Demikian Sama Dari mana mereka Datang?.

Enam Orang Asli Papua yang merupakan warga civil yang telah di tembak Militer Indonesia🇮🇩 pada 14 Mei 2025 di Kabupaten Intan jaya Laporan resmi Seby Sambom dari markas pusat TPNPB OPM. Korban tewas dan korban luka-luka telah berhasil di evakuasi oleh Tim Pemerintah Dan Masyarakat, pertempuran ini masyarakat lain masih dalam pencarian apakah mereka masih hidup atau tertembak oleh Militer Indonesia.  Militer Indonesia telah lakukan kesalahan besar yang mana telah menyerang warga civil  dan membunuh  dan menyerang dengan tidak hormat tanpa memikirkan rasa kemanusiaan.  Menyerang pembrutalan militer Indonesia terhadap Masyarakat intanjaya ketika masayarakat berada di rumah, kebun, dan di pasar termasuk menyerang di gereja-gereja, pelanggaran ini merupakan pelanggaran HAM berat dan melanggar hukum Nasional dan internasional.  Masyarakat internasional dan lembag terkait harus bersuara terkait insiden penembakan terjadi ini di Intan jaya papu...

BAKAT DAN TALENTA ANAK-ANAK PAPUA, BUTUH PERHATIAN KHUSUS DARI PEMERINTAH.

BAKAT DAN TALENTA ANAK-ANAK PAPUA, BUTUH PERHATIAN KHUSUS DARI PEMERINTAH. Artikel. Sian Madai Konsep Dari Seorang Pemimpin Daerah Adalah Dasar untuk Menentukan Masadepan yang Lebih Cerah.  Keahlian/ Hobi, dan Kreatif/Karier yang di miliki oleh Orang Asli Papua (OAP) merupakan membuka ruang dan membuka lapangan kerja untuk membantu pemerintah setempat, sebagaian juga sebagai bentuk nyata membangun dan mempersempit pengangguran di Papua. Sekali lagi, Melalui bakat/ Karier yang telah dimilikinya merupakan menciptakan lapangan pekerjaan baru sebagai membantu pemerintah Daerah untuk itu, pemerintah perlu diperhatikan dan diolah dengan baik.  Dimana pemerintah pusat diberikan Otonomi khusus seluasnya di Papua bertujuan untuk mengangkat harkat dan martabat manusia papua namun, Dana otonomi khusus Papua hilang jejak adalah cara tidak betul yang dilakukan, Dana otonomi khusus tersebut  harus digunakan dengan baik dan harus diperioritaskan Anak-anak Papua dalam ...