Tetesan Air Mata Ibunda, Kota Jeruk, Melangkah Tanpa Alas Kaki, Surat Untuk Seseorang yang Menjadi Alasan Lahirnya Buku Ini;
Iya, aku akui, aku masihlah seseorang yang terkadang diam-diam selalu ingin tahu tentang dirimu, aku masihlah seseorang yang terkadang diam-diam selalu ingin mencari celah untuk melihatmu.
Memastikan apakah kau sedang sedih atau bahagia. Walau aku tahu yang aku temui akan membawaku pada patah hati; Kau bahagia di sampingnya, kau sangat bahagia.
Aku ikhlas bila kau dengannya, tetapi aku tidak ikhlas bila dia membuatmu menjatuhkan air mata. Aku ikhlas bila kau memilihnya, tetapi aku tidak ikhlas bila dia membuatmu terluka.
Ampuni aku yang berharap kau baik-baik saja,
ampuni aku yang tanpa izin menyertakan namamu dalam doa-doa. Aku sadar, tanganku tak lagi punya hak untuk menjaga, sebab itu kutadahkan pada Pencipta.
Tapi tenanglah, aku tidak akan memohon pada Tuhan agar kau kembali padaku, justru aku akan memohon pada Tuhan agar bersamanya kau kekal selamanya.
Seperti kalimat pertama pada paragraf kedua; Aku ikhlas bila kau dengannya.
Jika kau bertanya kenapa aku sedalam itu,
kenapa aku setulus itu, atau kenapa aku sebodoh itu, jawabannya hanya satu; Aku menyayangimu sampai akhir, meski kisah kita telah berakhir.
Mungkin, ketika kau membaca setiap tulisan di buku ini kau menertawakanku, seseorang yang tidak bisa lepas dari masa lalu.
Atau mungkin, ketika kau membaca tulisan di buku ini kau sedih dengan keadaanku, seseorang yang tak bisa menemukan penggantimu.
Benar, aku memang pantas untuk ditertawakan, aku memang menyedihkan. Bahkan terpahitnya, saat buku ini kutulis; Kau tetaplah seseorang yang aku sayangi, dan aku tetaplah seseorang yang kau benci.
patahan.ranting
Dalam buku; Seikhlas Awan Mencintai Hujan.
Post. Atmind
Tidak ada komentar:
Posting Komentar