Oleh. Jefry Wenda
Tetesan Air Mata Ibunda, Kota Tua Holandia, Melangkah Tanpa Alas Kaki, Perjuangan pembebasan nasional West Papua sedang dihalangi oleh para pejuang yang anti demokratik dan penuh ambisius seperti Benny Wenda, Sem Karoba, Jacob Rumbiak, dan pion-pion suruan nya Edison Waromi, Buchtar Tabuni, Oridek Ap, Bazoka Logo, Ice Murib, Simeon Alua, Fanny Kogoya, Danny Wenda, Ibrahim Peyon Erik Walela, Alen Halitopo, dll.
Jika kita lihat track record dalam perjuangannya, mereka ini adalah orang-orang yang tidak berhasil membangun suatu Organisasi dan gerakan perjuangan. Edison W dan Jacob R gagal tunduk di bawah Deklarasi NRFPB, begitu juga komplotan Benny Wenda, dkk yang notabene satu kelompok keluarga ini gagal di Demak, gagal bangun TRWP, gagal tunduk di bawah keputusan dan mekanisme KNPB dan PNWP.
Pejuang yang demikian dikategori sebagai destruktif perjuangan. Bikin satu tidak puas pindah sana pindah sini. Orang-orang yang gagal berorganisasi ini lalu bermimpi bikin organisasi besar bernama negara. Mereka tidak paham bahwa bernegara itu nafasnya adalah persatuan perjuangan rakyat Papua dan seluruh elemen perjuangan yang ada. Bukan kumpulan orang-orang pasif yang berebut kekuasaan.
Mereka ini umbar ide-ide filsafat melanesia tentang demokrasi dan sistemnya tetapi nihil praktek. Justru bertolak belakang dengan cara nilai-nilai demokrasi melanesia yang menjunjung tinggi konsensus dan kolektivisme dalam keputusan dan kerja perjuangannya. Mereka ini anti kritik dan menganggap pejuang lain dan rakyat hanyalah budak suruannya.
Hal itu nyata dari banyak kali keputusan yang dilahirkan diluar dari diskusi, rasionalisasi, dan sesuai aturan-aturan yang disepakati dalam ULMWP. Mereka tidak tunduk pada keputusan bersama tetapi melakukan sabotase di setiap pertemuan dengan kekerasan verbal dan fisik untuk meloloskan ide-ide liar atau agenda-agenda titipan dari luar. Misalnya memaksakan ULMWP berubah menjadi Negara tanpa bertanya, konsultasi, diskusi dan meminta persetujuan semua organisasi perjuangan maupun rakyat.
Pada 2016, 2 tahun ULMWP berjalan, kelompok ini berusaha menjatuhkan kepemimpinan Octovianus Mote di Vanuatu sebelum periode kepemimpinannya berakhir. Mereka paksa agar ide Pemerintahan Sementara dinaikan. Padahal sesuai ByLaws ULMWP, amandemen dan pemilihan kepemimpinan dilakukan setelah 3 tahun periode berakhir, yakni melalui KTT.
Setelah kepemimpinan ULMWP diambil alih Benny Wenda, mereka tidak pernah membuka ruang diskusi dengan hampir semua organisasi progresif di West Papua. Tidak ada agenda dan program bersama yang ditetapkan dan dikerjakan secara bersama-sama. Sepanjang tahun berjalan mereka hanya berupaya meloloskan ide Pemerintahan Sementara yang dibuat Sem Karoba dan dipaksakan oleh Buchtar Tabuni dan Edison Waromi.
Walaupun periode kepemimpinan Benny Wenda berakhir tahun 2020 sesuai konstitusi ULMWP, kelompok ini mempertahankan BW hingga memasuki 2023. Artinya 6 tahun atau sudah dua periode tanpa KTT dipimpin BW. Alasan dia dipertahankan agar menjadi Presiden Sementara. Bukan demi perjuangan. Karena kalau demi kebutuhan perjuangan, barangkali setelah Deklarasi Negara di Inggris 1 Desember 2020 kita dengar ada kemajuan perjuangan berupa pengakuan negara terhadap Deklarasinya. Justru terbalik, negara-negara kawasan secara strategis menjadi kaku memberi dukungan. Mereka justru menganjurkan untuk ULMWP dipertahankan sebagai wadah persatuan.
Kelompok ini memboncengi ide khayalan. Bisikan dan nasihat dangkal misalnya dari Ibrahim Peyon menulis "tanggal 31 Desember 2020 pukul 00.00 secara de jure masa kekuasaan pemerintah indonesia di tanah Papua resmi berakhir maka ULMWP dirubah menjadi negara. Ini pandangan sesat yang membuat rakyat tidak bersatu menolak Otsus tetapi tertidur dalam khayalan deklarasi negara. Kedangkalan dan kedunguan analisa inilah yang mengorbankan persatuan perjuangan yang telah dibangun dengan darah sejak 2014.
Tulisan-tulisan itu dilancarkan oleh kelompok ini untuk menolak konsolidasi rakyat tolak Otsus melalui PRP. Mereka tidak memandang PRP sebagai potensi konsolidasi kekuatan dalam ULMWP tetapi justru curiga dan menolak gerakan rakyat dalam PRP dengan bikin manuver deklarasi negara. Padahal PRP bukan tandingan ULMWP tetapi untuk memperkuat konsolidasi persatuan dalam ULMWP yang krisis kualitas gerakan progresif. Khayalan Deklarasi Negara untuk gantikan pemetintahan Otsus tidak terbukti karena Otsus dilanjutkan, pemekaran terjadi dan ULMWP dibuat kaku dalam khayalan negara yang tidak nyata berdaulat dan mempengaruhi.
Kelompok penasihat seperi Sem Karoba dan Ibrahim Peyon tidak paham gerakan karena tidak pernah terlibat dalam aktivitas gerakan perjuangan. Makanya pengikut mereka ikut diam tidak ada aksi, apalagi mendukung dalam perjuangan nyata gerakan sipil dalam isu rasisme, otsus, dsb yang rakyat perjuangkan. Mereka juga diam dan menolak aksi-aksi gerilyawan TPNPB dan justru mencoba membongkar kekuatan TPNPB dengan membentuk West Papua Army (WPA). Kekuatan-kekuatan progresif revolusioner dipecah belah dengan manuver mereka (menjadi kontra revolusioner). Polanya sama dengan imperialis memecah kekuatan revolusioner negara-negara berkembang yang anti imperialis seperti Venezuela, Bolivia, Libia, dll.
Sikap anti kritik dan anti demokrasi itu semakin nyata ketika Dewan Adat Papua (DAP) dan Dewan Gereja Papua (DGP) memfasilitasi Pra KTT ULMWP di Sentani. Semua organisasi gerakan baik dalam maupun luar ikut hadir dan berharap kelompok ini memaparkan konsep pemerintahannya. Namun mereka takut dan tidak hadir. Padahal panitia Pra KTT yang dilahirkan resmi oleh ULMWP sudah melakukan pemanggilan berulang kali ke rumah Edison dan Buchtar, juga via Zoom Benny Wenda menolak bicara.
Sikap ini menunjukkan watak anti kerakyatan dan sangat jauh dari nilai-nilai demokrasi melanesia. Sikap tidak mau menerima perbedaan, apalagi menolak diskusi ilmiah tentang rekonsiliasi dan rasionalisasi perjuangan ini menunjukkan bahwa dalam tubuh mereka ada yang tidak beres. Ketidak beresan itulah yang tidak dipahami oleh mereka yang menghancurkan perjuangan karena tidak berlandaskan pada prinsip persatuan demokratik, rasionalisasi agenda dan keputusan bersama.
Bisa dipahami juga bahwa kurangnya daya analisa dan pemahaman yang baik tentang kepemimpinan, manajemen organisasi, dan pemahaman agenda dan jalan penyelesaiannya. Ini bisa dibuktikan dari menempatkan gerakan mereka bertumpu pada agenda luar negeri. Yakni agenda lasim yang memberi harapan rakyat bahwa kemerdekaan ditentukan dari Inggris, Amerika atau PBB. Ini mereka lakukan agar bisa menipu rakyat, meminta uang untuk bantu ini dan itu di luar negeri. Sangat tidak masuk akal, mereka tidak bergerak bantu 67000 pengungsi tapi kumpul uang untuk bencana alam di luar negeri.
Lalu apakah kita harus pusingkan mereka? Pertanyaan inilah yang belum dijawab gerakan perjuangan yang masih plin plan dan tidak tegas menyelamatkan perjuangan. Kompromi persatuan dengan kelompok anti persatuan ini harus tegas. Bukan untuk mengeliminir mereka, tetapi untuk menghancurkan sikap-sikap kelompok ini yang kedepan akan sangat otoriter dan menjadi totaliter ketika bernegara. Persatuan yang tidak dipahami oleh Benny Wenda,dkk ini adalah bahwa ULMWP adalah wadah untuk bicara semua perbedaan-perbedaan. Padahal persatuan dari simpul-simpul gerakan adalah kekuatan untuk mendukung mimpi negara yang di ambisikan kelompok ini.
Dari peta ini menunjukkan bahwa kelompok ini tidak paham atau juga paham tapi setengah-setengah. Hanya terkurung dalam satu kebenaran tunggal yang belum tentu teruji. Karena otak tidak pernah dilatih untuk berpikir dialektis berdasarkan objektivitas masalah. Tidak pernah berdiskusi ide dan gagasan-gagasan yang lebih besar dari pada ambisi ambisi kekuasaan.
Tapi bila paham, barangkali ada susupan lain yang menghendaki gerakan perjuangan Papua tidak maju dan hanya bergulat dalam perpecahan internal. Barangkali ini bagian dari operasi musuh perjuangan bangsa Papua yang sudah lama dipelihara untuk melancarkan dan mempromosikan strategi jalan buntu seperti yang terjadi dengan PDP dan kini masuk dalam ULMWP. Semoga tidak demikian.
Rakyat Papua sudah seharusnya mengetahui letak perjuangannya, siapa dan bagaimana pola-pola penghancuran dalam perjuangan bangsa Papua. Ini penting agar organisasi persatuan seperti ULMWP tetap menjadi rumah bersama menuju negeri emas. Kita mesti sadarkan agar ULMWP tidak dihancurkan dengan politik kooptasi satu dua orang yang jauh dari gerakan perjuangan yang sedang bergulir. Karena perjuangan harus berada dalam persatuan perjuangan rakyat bersama.
Holandia, 26 Maret 2023
Post. Admind
Komentar
Posting Komentar