Dishare menjadi refleksi perjuangan bangsa orang Papua Melanesia hari ini.
———————————
1999, ku baca namamu
Dari keterangan potret seekor cendrawasih
Dalam sebuah halaman buku atlas geografi
Tentang sebuah kumpulan negeri kepulauan yang disatukan
Namun pada akhir tahun itu pula kusadari
Kumpulan negeri itu tak sepenuhnya bersatu
Dan mulailah aku bertanya
Apa sebenarnya itu persatuan ?
Dua puluh satu tahun sudah
Kudengar namamu berkali-kali
Dituturkan dalam kisah tragis
Namun dianggap bualan semata
Sementara perempuan dan anak-anakmu
Berkesusahan siang dan malam
Tangis dan ratap tak bersuara
Menggema diantara bebukitan indahmu
Terhalang oleh kabut tebal
Kilau emas dalam tubuhmu
Tergerus perlahan
Oleh tangan-tangan besi
Adakah sempat mereka tinggalkan
sedikit saja bongkahan untukmu ?
Ku terbayang sebuah tugu emas
akan dapat kau dirikan
dari sebongkah itu
Namun kini
Kudengar malah lebih banyak tiang garam disana
Terkadang
Ku terbayang tuk berpijak ditanahmu
Pada suatu hari,
Aku akan ikut bernyanyi ria 'Hei, Yamko rambe yamko' atau menarikan 'sajojo'
lalu kan kusenandungkan lagu 'O helele' dari negeriku
Agar kita dapat berbagi rasa
Tentang arti kemerdekaan
Tentang makna HAM
Kemudian
Biarkan kukagumi rupa indahmu
Dan jiwa arifmu
Wahai bumi Cendrawasih
Kiranya airmatamu kan berhenti mengalir dan harapanmu terwujud
Begitulah do'aku pada suatu minggu pagi dinegeri kecilku
Sebab masih kuingat betapa eloknya potret Cendrawasih itu
Mahakarya rupawan negerimu
Bak malaikat agung
Kiranya ia dapat selalu bersenandung
Bersama sang Bintang Fajar
Agar engkau dan anak-anakmu segera tersenyum manis
bebas dan tegar
Sebagai orang-orang dari negeri Cendrawasih
Dili, 28 July 2020
Post. Admin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar