Artikel.
Oleh. Twani
·Juli 29, 2023
Tetesan Air Mata Ibunda- Kota Tua Vanuatu Melangkah Tanpa Alas Kaki_Delegasi Indonesia menghadiri ivent 7th MACFEST di Port Vila - Vanuatu tanpa diundang, Juli 2023 (disediakan).
Foto: Delegasi Indonesia menghadiri ivent 7th MACFEST di Port Vila - Vanuatu tanpa diundang, Juli 2023 (disediakan).
Pagi ini, Sabtu 29 Juli 2023 jaringan media Melanesia News Network (MNN) dari Port Vila Vanuatu telah melaporkan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam Festival Seni dan Budaya Melanesia Ke-7 Tahun 2023 atau Melanesian Arts & Culture Festival 2023 (7th MACFEST) yang berlangsung di Vanuatu, dimana pada saat delegasi Papua Indonesia (Papindo) yang dikepalai oleh Pdt. Yudas Albert Yoku dan musisi Yudas Michael Jakarimilena bersama dengan sejumlah anggota Kopassus dan anggota BIN Indonesia yang telah turun ke Port Vila, Vanuatu. Berikut ringkasan laporannya:
Hadir “Tanpa Diundang”
Hal yang pertama adalah bahwa, setiap peserta yang hadir dalam Festival Seni dan Budaya Melanesia termasuk yang ke-7 yang berlangsung Vanuatu ini, (peserta yang hadir) mereka diundang oleh para kepala-kepala suku. Di Vanuatu sendiri terdapat 6 Provinsi. Setiap provinsi masing-masing mengundang negara-negara Melanesia, contohnya seperti: Provinsi Tafea di bagian selatan Vanuatu mengundang Kanaky (New Caledonia), dan contoh kedua Provinsi Shefa yang adalah Daerah Khusus Ibukota (DKI) di Port Vila mengundang West Papua. Begitupun dengan negara-negara Melanesia lain, mereka diundang masing-masing oleh setiap kepala suku di tiap provinsi. Tidak ada satu pun negara yang tidak diundang oleh kepala suku di provinsi yang ada di seluruh negara Vanuatu.
Sekarang pertanyaannya adalah, adalah Indonesia siapa yang undang? karena setiap delegasi mereka tiba dan hadir di sana diundang oleh kepala-kepala suku Vanuatu yang nantinya mereka berdiri berjejer dan memberikan ucapan selamat datang dengan mengenakan kalung khas Vanuatu kepada para peserta delegasi yang hadir dengan iringan lagu-lagu dan tarian adat. Pada saat Indonesia hadir, tidak ada satu pun yang menyambut mereka, dan mereka tiba di bandara keluar sendiri.
Satu hal yang cukup menarik yang terjadi di sini adalah:
antara “tamu yang mengundang diri sendiri” dan “tamu yang diundang”
Dalam laporan ini, Melanesia News Network (MNN) menyimpulkan bahwa, memang budaya mengundang diri sendiri telah terjadi di tanah Papua dimana mereka sendiri masuk ke wilayah West Papua dan mengklaimnya. Karena itulah mentalitas mengundang diri sendiri itu selalu berlanjut sampai hari mereka sendiri telah membuktikannya dengan diri mereka sendiri hadir di 7th MACFEST di Port Vila tanpa diundang.
Terkurung Beberapa Jam di Bandara
Hal kedua, prosesi penerimaan yang terjadi di bandara internasional Bauerfield Vanuatu, delegasi Indonesia telah tiba ¾ jam sebelum delegasi West Papua tiba. Oleh karena itu mereka ditahan di dalam ruang kedatangan di bandara selama sekian lama oleh karena penyambut West Papua sudah tiba di bandara dan berjejer sambil memaparkan bendera bintang kejora sambil menunggu kedatangan delegasi West Papua. Saat itu delegasi Indonesia tidak bisa keluar dari ruang kedatangan, sehingga mereka tetap ditahan di dalam bandara sampai delegasi West Papua tiba dan keluar mendahului delegasi Indonesia, dan para penyambut delegasi West Papua yang sudah menunggu tiba ¾ jam sebelumnya harus pergi dulu bersama-sama delegasi West Papua, lalu delegasi Indonesia diperbolehkan keluar dari ruang kedatangan.
Hal ketiga, apa yang terjadi/dilakukan oleh delegasi NKRI di bandara pada saat mereka keluar? – Di satu sisi cukup memalukan dan di sisi lain cukup menjengkelkan, yaitu: memalukan karena mereka tidak disambut oleh siapapun, termasuk oleh pemerintah maupun juga oleh para kepala suku di sana. Berikut, lebih mengejutkan lagi mereka tiba, keluar dari bandara sambil menyanyikan lagu kebangsaan NKRI yaitu ‘Indonesia Raya’ dalam ruang lingkup Bandara/Airport Internasional. Ini cukup mengejutkan banyak orang di sana karena ketibaan mereka di sana menghadiri Festival Seni dan Budaya, tetapi menyanyikan lagu kebangsaan NKRI saat tiba.
Pada saat itu ketahuan bahwa: Kesan apa yang mereka bawa di sana nyata pada saat mereka menginjakkan kaki di bandara.
Rakyat di Vanuatu Bertanya-Tanya dan Tidak Respek
Semua orang Melanesia yang hadir di sana mulai bertanya-tanya, itu lagu apa yang dinyanyikan!? Dan penerjemah orang West Papua di sana mengatakan bahwa “itu adalah lagu kebangsaan nasional Indonesia /National Anthems. Hal itu memberikan kesan yang sangat tegas bahwa kedatangan orang-orang ini adalah untuk tujuan membawa pesan politik di dalam acara Seni dan Budaya. Hal itu sangat kontradiktif dan sangat merusak.
Kedatangan mereka untuk capai tujuan politik yang seharusnya mereka bungkus/mengemas-nya dengan baik tetapi sudah terbaca di awal oleh seluruh masyarakat yang hadir di sana. Di sana ada orang West Papua yang menjelaskan tentang arti setiap lagu yang dibawa oleh delegasi Indonesia. Lagu ini artinya ini… lagu ini artinya…. Ini dan seterusnya. Dijelaskan juga tentang lagu-lagu yang selalu dibawa oleh Indonesia saat turun ke Papua dan juga saat turun di seluruh sekolah-sekolah juga disuruh nyanyikan lagu yang sama.
Hal itu memberikan reaksi yang cukup keras terhadap masyarakat Vanuatu dan saat di bandara mereka sudah mengatakan bahwa seharusnya mereka tidak boleh tampil di acara Festival Seni dan Budaya Melanesia (7th MACFEST).
Itu adalah kesan-kesan dan situasi yang telah muncul dan terjadi saat delegasi Indonesia tiba.
Hak berikut yang terjadi adalah, ketika delegasi West Papua tiba dan begitu turun langsung disambut oleh Wakil Menteri Luar Negeri Pemerintah Sementara ULMWP, Mr. Morris Kaloran, Kepala Misi Pemerintah Sementara ULMWP di Vanuatu, Mr. Freddy Waromi dan mereka keluar langsung menuju ke tempat.
Sopir Taksi di Bandara “Baku Tolak Mengangkut”
Ketika melihat delegasi Indonesia keluar dari bandara, orang-orang Vanuatu yang bekerja sebagai sopir taxi di bandara mereka baku tolak untuk mengangkut delegasi Indonesia. Antara sesama sopir taxi mereka saling menolak dan mengatakan “aduh saya tidak mau… ini bagaimana? Hati saya tidak damai… saya tidak sehati dengan mereka…” – Satu hal lagi yang membuat para sopir menolak adalah taxi mereka diminta oleh delegasi Indonesia untuk memasang / menggantungkan bendera Indonesia “Merah-Putih”.
Kedatangan delegasi Indonesia membuat mereka sangat tidak terima. Bagi para sopir, hal itu merupakan sesuatu yang sangat memalukan, sebab posisi pendirian (standing position) Vanuatu mulai dari rakyat akar rumput (grassroot) sampai dengan tingkat para pimpinan dan pemerintahan adalah mendukung kuat barisan Bintang Kejora Papua Merdeka, sehingga situasi itu membuat mereka sangat tidak damai.
Dan akhirnya para sopir taxi dengan mobil-mobilnya yang tidak ingin dipasang bendera merah-putih langsung keluar meninggalkan bandara dan pergi.
Delegasi Indonesia kemudian dengan paksa membujuk beberapa sopir dan digunakan taksinya untuk di bawa ke tempat penginapan.
Setelah keluar dari bandara, lagu Indonesia Raya masih terus dinyanyikan sampai dengan sepanjang jalan dengan menyalakan lampu darurat hingga menuju ke Hotel Sunset Bungalows Resort dekat Korman Stadium, Vanuatu. (Kemungkinan besar, Hotel Sunset Bungalows adalah milik Indonesia yang di-investasi).
Penampilan Delegasi Indonesia di 7th MACFEST
Penampilan delegasi Indonesia yang dikepalai oleh Pdt. Yudas Albert Yoku dan Yudas Michael Jakarimilena yang telah turun ke Port Vila-Vanuatu dan membawakan musik-musik lagu Yospan dan satu grub band dari NTB (Nusa Tenggara Barat) yang membawakan lagu dengan alat musik tradisional Gamelan.
Selanjutnya apa yang terjadi?
Bahwa pada saat setiap penampilan di panggung Festival Seni dan Budaya Melanesia 2023 ini, di penghujung hampir semua pertunjukan grub/delegasi/band/musisi, mereka disambut dengan tepuk tangan yang meriah dengan dipandu oleh para MC di panggung, dimana MC memandu dengan mengajak untuk bertepuk tangan – Tetapi pada saat delegasi Indonesia tampil di panggung, sambutan itu tidak terjadi.
Para penonton yang hadir disuruh oleh MC untuk bertepuk tangan, tetapi yang terjadi adalah mereka disambut dengan teriakan “…uhwuuuuuuuuuu….!!!! uhwuuuuuuuuuu….” – Laki-laki maupun perempuan yang hadir di sana serentak meneriakkan hal itu sebagai sambutan.
Sambutan itu memberikan signal yang kuat bahwa, kehadiran dan penampilan delegasi Indonesia dalam Festival Seni dan Budaya Melanesia 2023 ini tidak diterima oleh rakyat Melanesia yang sementara memeriahkan festival ini. Mereka tidak welcome terhadap Indonesia – Hal menjadi percakapan dimana-mana, dengan prinsip rakyat Melanesia di sana bahwa Indonesia ada di festival Melanesia tidak ada yang mengundang dan musisi yang naik panggung pun tidak ada yang menyuruh mereka naik.
Penampilan Indonesia Menjadi Perdebatan Umum
Penampilan Indonesia di panggung Festival Melanesia itu menjadi perdebatan umum di seluruh peserta yang hadir.
Mereka bertanya-tanya ini siapa yang suruh mereka datang? dan apa yang mereka nyanyikan? apa maksudnya? kenapa kita harus bertepuk tangan atas darah-darah orang Melanesia yang sedang berjatuhan nyawa-nyawa orang Melanesia yang sedang berjatuhan di West Papua oleh Indonesia? Apakah itu yang harus kita tepuk tangan?
Dan pada saat yang sama banyak masyarakat khususnya orang-orang di Provinsi Shefa yaitu Provinsi Ibukota Vanuatu mulai berkumpul dan menyatakan sikap protes kepada kepala suku mereka bahwa hal ini tidak boleh diulangi lagi, ini adalah pertama dan terakhir kali, tidak boleh lagi diulangi.
Sidang Khusus Para Kepala Suku
Akhirnya para kepala suku pun berkumpul dan menyelenggarakan sidang khusus untuk menyikapi situasi itu, dan mereka menyatakan surat secara tertulis kepada panitia penyelenggara 7th MACFEST yang menyatakan bahwa mereka sangat keberatan terhadap kehadiran delegasi Indonesia dalam Festival ini.
Pertanyaan pertama yang mereka ajukan dalam surat itu adalah: Siapa yang mengundang delegasi Indonesia hadir di panggung ini? Sebab setiap delegasi yang hadir dan tampil di panggung ini ada yang mengundang sehingga mereka hadir dan ada di Festival ini. Ada Provinsi yang mengundang dan ada kepala suku yang datang menyambut – Oleh karena ini, kehadiran keberadaan Indonesia di sini atas undangan siapa? Hal ini mereka sikap tegas!
Mereka mengatakan, pada saat opening ceremony (pembukaan festival) setiap delegasi yang hadir, masing-masing diberikan makanan dan satu ekor babi. Sehingga dipertanyakan juga siapa yang memberikan babi kepada orang-orang ini (delegasi Indonesia) sehingga mereka bisa hadir!? – Ini merupakan suatu peristiwa menarik yang terjadi di Port Vila dalam Festival Seni dan Budaya Melanesia 2023.
Bendera dan Baliho Indonesia Diturunkan
Dengan protes surat tersebut, maka baliho dan bendera Indonesia “Merah-Putih” yang di pasang di sekitar panggung dan baliho juga di depan panggung telah diturunkan atas protes tersebut.
Ketua Asosiasi Free West Papua Vanuatu (VFWPA), Penatua Job Dalesa juga mengajukan keberatan melalui media nasional harian Vanuatu the Daily Post (28/07). Ia mengajukan keberatan bahwa hal ini tidak elok dipandang. Dalam budaya Melanesia kami menghargai manusia hidup untuk saling menghargai, dan kami tidak berperilaku seperti Indonesia siapa yang selalu bersikap bahwa siapa yang dia tidak sedang dia bunuh! Hal ini sangat bertentangan dengan kebudayaan kami Melanesia. Kami orang Melanesia sangat menghargai sesama manusia lain tetapi kalau reaksi masyarakat di panggung seperti itu maka kami menguatirkan bahwa risikonya akan berat, dan apapun yang terjadi saya tidak mau tanggung jawab.
Hal yang sama juga dikatakan para kepala suku bahwa, kalau risiko itu muncul maka kami tidak bisa kontrol karena itu tindakan massa, oleh karena itu seluruh atraksi atau seluruh penampilan dari utusan Papindo dan utusan NKRI dilarang untuk tampil dalam Melanesian Arts and Culture Festival (MACFEST) di Port Vila Vanuatu.
Sumber: Melanesia News Network (MNN) | 29 Juli 23
https://www.tabloid-wani.com/2023/07/laporan-mnn-29-juli-indonesia-hadir-tanpa-diundang-di-macfest-2023.html
Post. Admind
Komentar
Posting Komentar