Langsung ke konten utama

Data Penduduk Tetap Orang Katolik dan Penduduk Papua Lebih Kurang Dari Data Penduduk Tetap Jawa Terlalu Besar.

Mengapa Data Penduduk Tetap Orang Papua berkurang, Ada beberapa poin dibawah ini...?
"Kita berawal dari Cerita dulu"

Cerita seorang pastor dari Jakarta yang baru bertugas di Papua.

Pastor itu mulai baru bertugas di Papua, melakukan acara serah terima SK antara pastor yang baru dan pastor lama.

Acara itu saya diundang untuk melakukan pembacaan SK antara pastor yang lama dan pastor yang baru akan bertugas.

Seletah selesai acara itu, kami menuju ke ruang makan untuk santap bersama. Setelah habis makan kami duduk santai dan bercerita berbagai pengalaman yang diadami dalam tugas dan karya pastoral.

Di ditengah kami asyik cerita, pastor itu bertanya tentang jumlah paroki di wilayah itu dan rata-rata jumlah umat paroki.

Pastor itu ajukan dua pertanyaan itu kepada saya dan saya langsung jawab dari dua sisi. Satu sisi dari jumlah rata2 menurut data umat katolik dan satu sisi dari DPT penduduk yang ada.

Dari sisi Jumlah umat katolik, sy menjawab, bahwa rata2 jumlah umat sebuah paroki kira-kira 1.500 jiwa sampai 3.000 jiwa.

Sedangkan dari sisi DPT penduduk yang ada, satu Distrik rata-rata 3.000 sampai 15.000.

Setelah mendengar jabawan dari saya, dia merasa heran dengan jabwan saya berkaitan dengan jumlah umat katolik dan jumlah DPT dari pemerintah itu.

Pastor itu bicara sambil membandingkan dengan penduduk dari daerah asal dan jumlah umat katolik dari paroki yang dia pernah tugas di Jawa.

Dia mulai berbicara, pastor Rufin....di paroki yang kemarin tugas di sana itu Jumat umat katolik 24.000 jiwa umat. Dan satu paroki yang 3 tahun lalu saya tugas itu 19.000 jiwa umat.

Kalau dari sisi DPT penduduk di distrik asal saya rata-rata 7 juta sampai 9 juta jiwa penduduk. Kalau satu desa rata-rata 50.000 jiwa ada yang 70.000 jiwa bahkan sampai 120.000 jiwa.

Dengan jawaban dari pastor itu saya jadi heran-heran sambil membandingkan dengan jumlah umat katolik dan jumlah DPT yang ada di wilayah Papua. Lebih khusus bandingkan dengan paroki yang sy sedang bertugas dan Desa dan Distrik yang saya berdomisili.

Dari jawabatan dan kenyataan yang saya alami berdayakan cerita dari pastor dari Jawa yang baru bertugas di Papua itu, sy menarik beberapa kesimpulan bahwa:

 * Pertama: tanah kami luas sementara jumlah penduduk kurang karena kami orang Papua lebih khususnya suku Mee dan Migani, bahwa orang baku bunuh setelah bayar kepala dengan jumlah uang hampir ratusan juta Rupiah, maka kami makan uang darah maka, kami mengalami kematian banyak, dan keturunan berkurang. Akibat dari makan uang dari darah itu.

* Yang kedua: perselingkuhan dan pacaran selalu baku denda dan baku bayar, maka banyak yang makan uang perzinaan itu.


* Yang ketiga: palang-memalang dan orang hidup dari cara-cara itu sehingga orang banyak mati.

* Yang keempat: masyarakat lebih sembah ini dan itu, masih lebih percaya batu-batu, ular-ular, kayu-kayu. Bahkan mengisi kekuatan-kekuatan gelap yang ujung-ujungnya membunuh dan menghabisi keturunan.

Sementara masyarakat Jawa bahkan orang pendatang, semua masalah atau masalah apa saja langsung berhadapan dengan hukum maka akibat-akibatnya mereka tidak kena pada keturunan sehingga mereka bertumbuh dan berkembang secara pesat dan cepat sampai mereka mencapai puluhan rindu dan ratusan ribu bahkan sampai juta dalam satu Desa dan satu Distrik.

Saya perpesan, jangan ambil dan makan uang dari darah manusia, karena darah manusia yang sudah diuangkan itu akibatnya adalah menghabisi keturunan, marga dan suku.

Itulah cerita singkat saya bersama pastor dari Jawa yang baru bertugas di Papua.

Smoga cerita ini berguna kita semua.

"Alam Papua Mengajarkan"

Post. Admin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menteri Investasi Indonesia Bahlil Lahadalia, Orang Sulawesi yang Mengklaim Diri Sebagai “Anak Papua”

Sebuah Mesin Perampasan yang Bekerja atas Nama Negara, Investasi, dan Kepentingan Global.  Oleh : Victor F. Yeimo  Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua Holandia-Melangkah Tanpa Alas Kaki - Bahlil   Lahadalia, orang Sulawesi yang mengklaim diri sebagai “anak Papua” memainkan peran yang secara teoritis dapat kita sebut sebagi agen apropriatif kolonial, atau individu yang melakukan klaim identitas demi legitimasi proyek hegemonik pusat atas wilayah pinggiran.  Bahlil Lahadalia, Sebagai Menteri Investasi, ia menjelma menjadi agen ideologis dan teknokratis kapitalisme kolonial. Proyek Strategis Nasional (PSN) di Papua adalah mega-infrastruktur of dispossession, yaitu infrastruktur raksasa yang berfungsi sebagai mekanisme primitive accumulation dalam versi abad ke-21. PSN adalah wajah mutakhir dari kapitalisme kolonial, sebuah mesin perampasan yang bekerja atas nama negara, investasi, dan kepentingan global.  Di Merauke, negara merampas...

SEPOTONG PERAHU KERTAS

NEGERI BAJAKAN Di negeriku yang lucu ini Nelayan adalah bajak laut Petani bajak tanah Anak-anak bajak wifi Agama bajak kewarasan Pejabat bajak rakyat Di bawah hukum pemerintah bajakan Di negeri yang penuh drama ini Pencuri sandal lebih biadab dari koruptor Nyawa aktivis tak ada harganya dibandingkan sebungkus rokok yang membela tanah adat, dibunuh dan mayatnya dibuang ke dalam got Darah-darah mengalir, membasuh dosa siapa, membaptis anak-anak siapa? Pemuda-pemuda merancang perlawanan Dari dusun-dusun kecil, pulau-pulau terpencil Dari pendidikan-pendidikan yang kalian sebut, terbelakang Dari orang-orang yang kalian sebut miskin dengan baju diskriminasi Pemuda-pemuda jangan berhenti melakukan perlawanan Di negeri yang lebih mencintai baliho daripada rakyatnya sendiri Di negeri yang lebih mencintai investor daripada anaknya sendiri Jangan berhenti melakukan perlawanan di negeri yang sibuk membangun dinasti politik daripada membangun sekolah dan rumah sakit Sekolah baik-baik, b...

Ini 11 Pernyataan Protes KNPB Mengenai New York Agreement, Apa Saja?

Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua Menado-Melangkah Tanpa Alas kaki - Manado - Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menyatakan menolak perjanjian New York yang dilakukan Amerika, Belanda, Indonesia dan PBB tanpa melibatkan bangsa Papua. Pernyataan itu disampaikan KNPB memperingati perjanjian New York yang terjadi pada 15 Agustus 1962. “Kami menolak Perjanjian New York 1962 yang dibuat secara sepihak tanpa melibatkan bangsa Papua dan yang mengkhianati hak kami untuk merdeka dan berdiri sendiri,” kata Hiskia Meage, Ketua KNPB Konsulat Indonesia pada 15 Agustus 2024. Hiskia mengatakan, perjanjian tersebut tidak memiliki legitimasi, karena tidak mencerminkan keinginan dan aspirasi rakyat dan bangsa Papua. Oleh sebab itu, KNPB menyatakan sikap bahwa ; 1. Pihaknya menolak hasil Pepera 1969, yang dilaksanakan dengan manipulasi, intimidasi, dan kekerasan. Proses Pepera yang melibatkan hanya 1.026 orang dari sekitar 809.337 rakyat Papua dan di bawah ancaman senjata tidak mencerminkan p...