Minggu, 01 Juni 2025

BUPATI TOLIKARA DAN KEBIJAKAN PANGAN LOKAL

Artikel 
Oleh: Benyamin Lagowan
Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua Tolikara Melangkah Tanpa Alas Kaki- Tolikara- (Penulis Buku Ubi Jalar Lembah Baliem '1 Sehat 1 sempurna': Historis, fitokimia dan Manfaat Bagi Kesehatan Menuju Kedaulatan Pangan Rakyat Papua,2024)
-------
MUNGKIN bupati Tolikara yang baru, bapak Welem Wandik, S.Sos adalah bupati kedua dari 8 kepala daerah di Papua Pegunungan yg terlihat menaru atensi pada eksistensi pangan lokal saat ini, selain bupati pegunungan bintang-ketika hampir sebagian masyarakat terancam beralih konsumsi ke pangan nasional, impor.

Kunjungan bupati Tolikara ke beberapa pasar lokal setempat pada 27 Mei-Minggu lalu- menarik perhatian publik. Tidak hanya masyarakat Toli tapi juga masyarakat Papua Pegunungan secara umum. 

Kunjungan tersebut memberi sinyal baiknya perhatian pemerintah terhadap eksistensi pangan lokal yang 'kian kemari-makin ke sana'. Bupati mengunjungi pasar dalam rangka memantau dan mengontrol harga bapok.

Uniknya, beliau membahas bagimana kebijakan yang perlu diambil dalam rangka memastikan harga-harga tetap stabil- dengan merencanakan kebijakan proteksi produksi pangan lokal. 

Wacana pangan lokal terlihat 'makin ke sini makin ke sana'. Artinya makin redup- terutama di wilayah2 kota dengan tingkat heterogenitas penduduk yg tinggi. Misalnya Kota Jayapura, Sorong, Merauke hingga Timika. 

Wajah pangan impor mendominasi pola konsumsi kota-kota ini. Berbagai kebijakan yang dapat diambil terkendala karena penduduk asli menjadi minoritas. Di sisi lain, jalur transaksi ekonomi-perdagangan dikuasai kaum migran. Akibatnya kebutuhan dominan yg dijual di pasaran sesuai pola pangan kaum dominan.

Dalam posisi itu, pemerintah kerepotan melakukan kebijakan kontrol atas pasar terutama, untuk memproteksi keberadaan pangan lokal. Masyarakat OAP, jadi ikut arus dalam irama konsumsi pangan kaum - dominan. Ini realitas di mana-mana saat ini.

Kepedulian bupati Wandik, patut diapresiasi. wilayah-wilayah pedalaman yg secara kuantitas masih didominasi OAP, salah satunya kabupaten Tolikara perlu mendapatkan perhatian penuh Pemda khususnya dalam sektor produksi, distribusi dan pemasaran pangan lokalnya.

Dulu, karubaga dikenal sebagai kota jeruk dan nenas. Mulai dari pasar Nayak Wamena yang telah dibongkar hingga pasar baru (Jibama) Wamena hari ini (bahkan pasar misi), mama Toli kendalikan perdagangan jeruk dan nanas. Eksistensi mereka kini, seakan mulai melesuh, karena ada jeruk dan nenas impor. 

Belum lagi, cabe, bawang, ubi dll yang diimpor. Hal itu, menyebabkan mama OAP mengalami tekanan karena praktek monopoli yang tak didukung kebijakan protektif atas pangan lokal. Mereka terancam gulung tikar ke depan. Ini jelas dan pasti.

Salah satu contoh yg cukup mengernyitkan dahi adalah masuknya ubi jalar (hipere) import yang dijual di mall contoh kasus adalah mall Mega, Waena Kota Jayapura. Di sini harga ubi dijual perkilo dgn jumlah yg tak sebanyak satu tumpuk harga jualan mama2 OAP di pasar. Terlihat perbedaan harga yang cukup besar.

Padahal, ubi jalar itu adalah makanan pokok OAP terutama di wilayah Pedalaman dan Pegunungan. Sayang sekali, lebih menyedihkan adalah Provinsi Papua pada 10 tahun lalu menjadi provinsi dgn tingkat produksi dan luas lahan ubi jalar tertinggi di Indonesia 2018 (Lagowan, 2024:16). Paniai dan Jayawijaya sebagai kabupaten dengan produksi ubi jalar tertinggi saat itu.

Oleh karena, itu, dalam kerangka mengendalikan harga bapok di pasaran, perlu diambil kebijakan berani dan inovatif oleh para kepala daerah di tanah ini. Peralihan pangan, adalah masalah eksistensial manusia. Tidak hanya masyarakat Toli, OAP secara umum akan rentan mengalami musibah kelaparan, kesakitan dan mal nutrisi, bila perihal pangan pokok ini diabaikan. Bila fenomena ketergantungan akut yang tercipta tak dipahami.

Kebijakan dengan regulasi berpihak penting diambil, agar harga bapok terjangkau oleh karena ketersediaan bapok lokal yg memadai. Tentu juga disertai perhatian yang menyeluruh mulai dari proses pembuatan lahan, penanaman, perawatan hingga panen dan sirkulasi pasca panen termasuk pemasaran.

Bagian-bagian ini yang sebenarnya terpenting dilakukan di samping mengambil kebijakan memproduksi regulasi yang protektif. Semuanya itu semata-mata demi mencapai cita-cita bersama: masyarakat OAP berdiri pada kaki sendiri (Berdikari).

Pos. Admin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KOMITMEN BUPATI TOLIKARA, TIDAK BOLEH ADA NYAWA YANG HILANG SIA SIA KARENA DITOLAK OLEH LAYANAN RUMAH SAKIT

Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua- Tolikara -Melangka Tanpa Alas Kaki-    Tanah Injil Tolikara - Beberapa waktu lalu, Tanah Papua...