Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua- Papua Barat Raja Ampat-Melangkah Tanpa Alas Kaki-Papua Barat Daya Pada Minggu, 8 Juni 2025, sekitar pukul 12:00 Waktu Papua, masyarakat adat di Kabupaten Raja Ampat melakukan aksi pembakaran terhadap alat berat ekskavator milik salah satu perusahaan tambang nikel yang beroperasi di wilayah adat mereka.
Pembaruan Berita Kepulauan Raja Ampat 7 Juni 2025 Aksi yang Dipimpin Penduduk Asli Melawan Tambang Nikel di Raja Ampat: Seruan untuk Pelestari Lingkungan dan Budaya
Pada tanggal 8 Juni 2025, sebuah peristiwa penting terjadi di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Komunitas adat, didorong untuk bertindak oleh praktik destruktif perusahaan pertambangan nikel yang beroperasi di tanah leluhur mereka, membakar peralatan berat milik perusahaan. Tindakan perlawanan dramatis ini menyoroti konflik jangka panjang antara mengejar pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan dan hak-hak penduduk asli.
Masyarakat adat Raja Ampat telah menyuarakan keprihatinan yang konsisten dan meningkat mengenai kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh tambang nikel. Keluhan mereka meliputi meluasnya kerusakan hutan, pencemaran sungai yang parah, dan penghancuran desa-desa mereka—semua terjadi di wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Ketidakpedulian yang terang-terangan terhadap lingkungan dan cara hidup masyarakat adat ini telah memicu frustrasi mereka dan akhirnya menyebabkan tindakan pembakaran peralatan pertambangan.
Pusat protes masyarakat adat adalah tidak adanya persetujuan bebas, prior, dan informasi (FPIC). Mereka dengan tegas menyatakan bahwa mereka tidak pernah menyetujui operasi pertambangan di tanah leluhur mereka. Kurangnya persetujuan ini menekankan pelanggaran mendasar terhadap hak-hak mereka dan semakin meningkatkan oposisi mereka terhadap operasi lanjutan tambang. Kaya keragaman hayati Raja Ampat, sebuah situs Warisan Dunia yang diakui secara global, secara langsung terancam oleh kegiatan ini, menambahkan lapisan urgensi lain untuk tuntutan mereka.
Para pemimpin masyarakat menyampaikan pesan yang kuat di lokasi protes: "Kami telah cukup sabar. Wilayah kita adalah kawasan konservasi, namun perusahaan ini terus menghancurkan hutan kita, mencemarkan sungai kita, dan menghancurkan desa-desa kita. Kami menuntut tambang ini segera ditutup! " Tekad mereka tak tergoyahkan, dan mereka telah menjelaskan bahwa tindakan lebih lanjut akan diambil sampai pemerintah campur tangan.
Meskipun tidak ada cedera yang dilaporkan pada saat laporan ini, situasinya tetap tegang. Masyarakat adat mempertahankan kehadiran yang kuat, menandakan komitmen mereka untuk melanjutkan protes mereka sampai pemerintah pusat dan daerah mengambil tindakan tegas untuk menghentikan operasi perusahaan pertambangan nikel di Raja Ampat. Kejadian ini beresonansi dengan protes serupa di seluruh Papua, menyatukan suara-suara pribumi dalam perjuangan kolektif mereka melawan industri ekstraktif yang mengancam warisan lingkungan dan budaya mereka. Kejadian di Raja Ampat berfungsi sebagai pengingat nyata akan perlunya praktik pembangunan yang bertanggung jawab yang menghormati hak dan mata pencarian masyarakat adat dan melindungi keindahan alam Papua yang tak tergantikan.
Aksi ini merupakan bentuk kemarahan dan penolakan masyarakat terhadap kehadiran industri ekstraktif yang dinilai merusak lingkungan, mengancam ruang hidup, dan mengabaikan hak-hak masyarakat adat.
Tuntutan Tegas: Tutup Perusahaan Nikel di Tanah Adat
Dalam orasi yang disampaikan di lokasi kejadian, tokoh masyarakat adat menyatakan:
“Kami sudah cukup bersabar. Wilayah kami adalah kawasan konservasi, tapi perusahaan ini justru menghancurkan hutan, mencemari sungai, dan merusak kampung kami. Kami minta tambang ini ditutup sekarang juga!”
Masyarakat juga menegaskan bahwa mereka tidak pernah memberikan persetujuan bebas, didahului, dan diinformasikan (FPIC) atas masuknya aktivitas tambang di wilayah adat mereka. Mereka menilai kehadiran perusahaan merupakan pelanggaran serius terhadap hak masyarakat adat dan kelestarian alam Raja Ampat yang dikenal sebagai warisan dunia.
Situasi Masih Tegang, Pemerintah Diminta Bertindak
Hingga berita ini diterbitkan, situasi di lapangan masih dalam pengawasan ketat masyarakat. Tidak ada laporan korban jiwa, namun masyarakat adat menyatakan akan terus melakukan aksi penolakan hingga pemerintah pusat dan daerah mengambil langkah tegas untuk menghentikan operasional perusahaan nikel di wilayah Raja Ampat.
Aksi ini memperkuat suara masyarakat adat dari Sorong sampai Samarai yang selama ini menolak tambang, perkebunan skala besar, dan proyek-proyek ekstraktif lainnya yang mengancam masa depan ekologis dan budaya Papua.
Pos. admin
Komentar
Posting Komentar