Langsung ke konten utama

MENOLAK KETIDAKADILAN: SUARA KENABIAN GEREJA DI TENGAH PENINDASAN DI PAPUA

Jurnal Akademis Teologis Konteks Papua

Dr.Yance Nawipa
Abstrak
Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua- Kota Jeruk 🍊 -Melangka Tanpa Alas Kaki- Gereja di Tanah Papua menghadapi tantangan serius dalam realitas ketidakadilan struktural, perampasan hak atas tanah adat, kekerasan sosial, dan marginalisasi masyarakat adat. 

Dalam konteks ini, gereja dipanggil untuk menjalankan fungsi profetik—menjadi suara kenabian yang menyuarakan kebenaran Allah, menegur penguasa yang lalim, dan membela orang kecil yang tertindas. Artikel ini menelaah peran gereja sebagai suara kenabian dengan mengambil inspirasi dari kisah Nabot dan Ahab (1 Raja-raja 21:1–16), serta mengkaji aplikasi teologis dan praktisnya dalam konteks Papua kontemporer. Metode penelitian ini adalah kualitatif-deskriptif dengan pendekatan biblis-teologis dan kontekstual Papua. Hasil kajian menunjukkan bahwa gereja harus mengambil sikap tegas terhadap ketidakadilan dan menjadi agen perubahan melalui pendidikan, advokasi, dan penggembalaan profetik.

Kata kunci: Gereja, suara kenabian, ketidakadilan, Papua, teologi kontekstual

Pendahuluan

Tanah Papua adalah tanah yang kaya secara sumber daya alam namun miskin secara keadilan sosial. Di tengah berbagai bentuk ketidakadilan—mulai dari perampasan tanah adat, kekerasan terhadap masyarakat adat, hingga marginalisasi dalam pendidikan dan kesehatan—gereja di Papua dituntut tidak hanya menjadi institusi spiritual, tetapi juga agen moral dan sosial.

Kisah Ahab dan Nabot (1 Raj 21:1–16) menjadi cerminan realitas Papua saat ini: tanah adat yang dirampas, suara orang kecil yang dibungkam, dan kekuasaan yang disalahgunakan. Melalui artikel ini, kita mengeksplorasi bagaimana gereja dipanggil untuk menjadi suara kenabian di tengah penindasan tersebut.

1. Landasan Biblis: Kisah Nabot dan Suara Elia (1 Raja-raja 21)

1.1 Tanah sebagai Warisan Kudus

Nabot menolak menjual tanah karena itu warisan leluhur yang kudus (Imamat 25:23). Ini paralel dengan konsep tanah adat dalam budaya Papua.

1.2 Penyalahgunaan Kekuasaan

Ahab dan Izebel mewakili kekuasaan yang korup dan manipulatif. Kekuasaan yang seharusnya melindungi rakyat justru menjadi alat penindasan.

1.3 Peran Nabi Elia

Elia muncul sebagai suara kenabian yang menegur dosa dan menyuarakan murka Allah terhadap ketidakadilan. Fungsi ini relevan bagi gereja masa kini di Papua.

2. Teologi Kontekstual Papua

2.1 Tanah Adat dalam Perspektif Iman

Bagi orang Papua, tanah bukan sekadar ekonomi tetapi bagian dari identitas, spiritualitas, dan relasi antar generasi. Merampas tanah adat sama dengan mencabut akar kehidupan masyarakat.

2.2 Teologi Keadilan dan Martabat Manusia

Alkitab menegaskan bahwa setiap manusia diciptakan menurut gambar Allah (Imago Dei), maka merendahkan manusia Papua melalui ketidakadilan adalah penghinaan terhadap Sang Pencipta.

2.3 Gereja sebagai Ujung Tombak Pembelaan

Gereja tidak boleh netral dalam situasi ketidakadilan. Netralitas di tengah penindasan adalah bentuk keberpihakan pada penindas.

3. Fungsi Profetik Gereja di Tengah Penindasan

3.1 Fungsi Kritis (Critical Voice)

Gereja harus berani menyuarakan kebenaran di hadapan kekuasaan, seperti para nabi dalam PL (Yesaya, Amos, Mikha).

3.2 Fungsi Pembelaan (Advocacy)

Gereja harus membela masyarakat adat, korban kekerasan, dan pemilik tanah adat yang tergusur oleh investasi besar atau kebijakan negara.

3.3 Fungsi Edukasi (Pendidikan Profetik)

Gereja perlu mendidik umat dan generasi muda tentang hak-hak sosial, hukum adat, dan nilai-nilai keadilan Allah.

4. Tantangan dan Harapan

4.1 Tantangan Internal

Takut berbicara karena tekanan politik

Ketergantungan gereja pada dana pemerintah atau perusahaan

Kurangnya kesadaran teologis profetik di kalangan pelayan

4.2 Harapan untuk Gereja Papua

Membangun teologi pembebasan kontekstual Papua

Meningkatkan kapasitas pendeta dan pemimpin jemaat dalam hal keadilan sosial

Menjalin kerja sama dengan lembaga adat dan masyarakat sipil

Kesimpulan

Gereja di Papua dipanggil untuk menolak ketidakadilan dengan menjadi suara kenabian. Seperti Elia, gereja harus berani menegur penguasa yang menindas, membela orang yang tak bersuara, dan menyuarakan kebenaran Allah dalam realitas sosial Papua yang penuh luka. Fungsi profetik ini tidak hanya relevan, tetapi mutlak, jika gereja ingin tetap setia pada panggilannya sebagai garam dan terang dunia.

Daftar Pustaka 

Brueggemann, Walter. The Prophetic Imagination. Fortress Press, 2001.

Sugirtharajah, R.S. Asian Biblical Hermeneutics and Postcolonialism. Sheffield Academic Press, 1998.

West, Gerald. Reading the Bible with the Marginalized. Cluster Publications, 
 Tanah, Adat, dan Gereja. Jayapura: PUSTAPAPUA, 2016.

Alkitab Lembaga Alkitab Indonesia, 1 Raja-raja 21

Pos. Admin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menteri Investasi Indonesia Bahlil Lahadalia, Orang Sulawesi yang Mengklaim Diri Sebagai “Anak Papua”

Sebuah Mesin Perampasan yang Bekerja atas Nama Negara, Investasi, dan Kepentingan Global.  Oleh : Victor F. Yeimo  Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua Holandia-Melangkah Tanpa Alas Kaki - Bahlil   Lahadalia, orang Sulawesi yang mengklaim diri sebagai “anak Papua” memainkan peran yang secara teoritis dapat kita sebut sebagi agen apropriatif kolonial, atau individu yang melakukan klaim identitas demi legitimasi proyek hegemonik pusat atas wilayah pinggiran.  Bahlil Lahadalia, Sebagai Menteri Investasi, ia menjelma menjadi agen ideologis dan teknokratis kapitalisme kolonial. Proyek Strategis Nasional (PSN) di Papua adalah mega-infrastruktur of dispossession, yaitu infrastruktur raksasa yang berfungsi sebagai mekanisme primitive accumulation dalam versi abad ke-21. PSN adalah wajah mutakhir dari kapitalisme kolonial, sebuah mesin perampasan yang bekerja atas nama negara, investasi, dan kepentingan global.  Di Merauke, negara merampas...

Fakta hari ini TPNPB/OPM adalah bukan masyarakat yang kami tinggl bersama-sama dengan masyarakat di intanjaya Dan Militer Indonesia pun Demikian Sama Dari mana mereka Datang?.

Enam Orang Asli Papua yang merupakan warga civil yang telah di tembak Militer Indonesia🇮🇩 pada 14 Mei 2025 di Kabupaten Intan jaya Laporan resmi Seby Sambom dari markas pusat TPNPB OPM. Korban tewas dan korban luka-luka telah berhasil di evakuasi oleh Tim Pemerintah Dan Masyarakat, pertempuran ini masyarakat lain masih dalam pencarian apakah mereka masih hidup atau tertembak oleh Militer Indonesia.  Militer Indonesia telah lakukan kesalahan besar yang mana telah menyerang warga civil  dan membunuh  dan menyerang dengan tidak hormat tanpa memikirkan rasa kemanusiaan.  Menyerang pembrutalan militer Indonesia terhadap Masyarakat intanjaya ketika masayarakat berada di rumah, kebun, dan di pasar termasuk menyerang di gereja-gereja, pelanggaran ini merupakan pelanggaran HAM berat dan melanggar hukum Nasional dan internasional.  Masyarakat internasional dan lembag terkait harus bersuara terkait insiden penembakan terjadi ini di Intan jaya papu...

BAKAT DAN TALENTA ANAK-ANAK PAPUA, BUTUH PERHATIAN KHUSUS DARI PEMERINTAH.

BAKAT DAN TALENTA ANAK-ANAK PAPUA, BUTUH PERHATIAN KHUSUS DARI PEMERINTAH. Artikel. Sian Madai Konsep Dari Seorang Pemimpin Daerah Adalah Dasar untuk Menentukan Masadepan yang Lebih Cerah.  Keahlian/ Hobi, dan Kreatif/Karier yang di miliki oleh Orang Asli Papua (OAP) merupakan membuka ruang dan membuka lapangan kerja untuk membantu pemerintah setempat, sebagaian juga sebagai bentuk nyata membangun dan mempersempit pengangguran di Papua. Sekali lagi, Melalui bakat/ Karier yang telah dimilikinya merupakan menciptakan lapangan pekerjaan baru sebagai membantu pemerintah Daerah untuk itu, pemerintah perlu diperhatikan dan diolah dengan baik.  Dimana pemerintah pusat diberikan Otonomi khusus seluasnya di Papua bertujuan untuk mengangkat harkat dan martabat manusia papua namun, Dana otonomi khusus Papua hilang jejak adalah cara tidak betul yang dilakukan, Dana otonomi khusus tersebut  harus digunakan dengan baik dan harus diperioritaskan Anak-anak Papua dalam ...