Langsung ke konten utama

𝗣𝗘𝗠𝗜𝗡𝗗𝗔𝗛𝗔𝗡 𝗘𝗠𝗣𝗔𝗧 𝗧𝗔𝗛𝗔𝗡𝗔𝗡 𝗣𝗢𝗟𝗜𝗧𝗜𝗞 𝗡𝗥𝗙𝗣𝗕 𝗞𝗘 𝗠𝗔𝗞𝗔𝗦𝗔𝗥 𝗦𝗨𝗟𝗔𝗪𝗘𝗦𝗜 𝗦𝗘𝗟𝗔𝗧𝗔𝗡 𝗧𝗔𝗡𝗣𝗔 𝗔𝗟𝗔𝗦𝗔𝗡 𝗬𝗔𝗡𝗚 𝗝𝗘𝗟𝗔𝗦, 𝗗𝗔𝗡 𝗦𝗘𝗚𝗘𝗥𝗔 𝗕𝗘𝗕𝗔𝗦𝗞𝗔𝗡 𝗠𝗘𝗥𝗘𝗞𝗔 𝗧𝗔𝗡𝗣𝗔 𝗦𝗬𝗔𝗥𝗔𝗧!

𝗣𝗘𝗥𝗬𝗔𝗧𝗔𝗔𝗡 𝗦𝗜𝗞𝗔𝗣
Tetesan Air Mata Ibunda Kota Tua Sorong Melangkah Tanpa Alas Kaki-𝙎𝙚𝙣𝙞𝙣 𝟭𝟭 𝘼𝙜𝙪𝙨𝙩𝙪𝙨 𝟮𝟬𝟮𝟱, Keempat aktivis Papua Merdeka dari Organisasi Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB): Abraham G. Gamam, Nikson Mai, Piter Robaha, dan Maksi sangkek yang ditangkap dan dipenjarakan secara sewenang-wenang oleh Kapolres Kota Sorong dan kroni-kroninya pada April 2025 lalu; hari ini secara resmi dipaksakan melapor diri di Kejaksaan Negeri Kota Sorong, Provinsi Papua Barat Daya dengan agenda tindak lanjut persidangan yang akan dipindahkan ke Kota Makasar, Sulawesi Selatan.

Alasan pemindahan yang diajukan oleh Polres Kota Sorong adalah: alasan bencana alam dan kondusifitas keamanan. Tetapi kedua alasan ini sama-sama tidak benar dan murni dibuat-buat oleh pihak Kepolisian untuk menjauhkan para tahanan politik dari keluarga dan basis pendukung yang tidak lain adalah rakyat Papua itu sendiri. 

Kota Sorong hingga saat ini tidak ada bencana apapun, kecuali isu sunami setinggi 0,5 meter beberapa waktu lalu dan banjir-banjir yang menggenangi beberapa titik (bukan seluruhnya, termasuk Kantor Kejaksaan Tinggi juga aman!) yang menjadi masalah klasik di Kota Sorong. Terpantau hingga hari ini, semua aktivitas masyarakat lancar dan damai; termasuk pusat-pusat belanja, keramaian, dan perkantoran. Sehingga argumen bencana alam adalah argumen yang tidak tepat dan murni dibuat-buat tanpa bukti yang jelas.

Kedua, alasan keamanan adalah alasan yang tidak mendasar sama sekali. Kota Sorong hingga saat ini tidak ada operasi militer maupun konflik senjata apapun. Tidak juga ada perang atau aktivitas terorisme lainnya. Semua masalah yang terjadi di Kota Sorong saat ini hanyalah kriminalitas tingkat sedang seperti yang juga dialami oleh semua kota-kota besar di Indonesia, termasuk Makasar. Di Sorong, seperti halnya juga Makasar, juga terjadi pencurian, pemerkosaan, dan sebagainya Dan dalam konteks ini termasuk pelanggaran tingkat ringan yang tidak ada urgensi apapun untuk sebuah sidang dipindahkan ke kota lain sebagaimana tertuang dalam KUHP maupun hukum acara pidana di Indonesia, atau yang tertuang dalam pasal 85 UU NO Tahun 1981?..

Apabila argumentasi polisi adalah potensi konflik yang akan ditimbulkan saat sidang nanti, maka alasan itu justru menunjukkan secara jelas rekayasa apa yang akan terjadi saat sidang nanti. 

Seharusnya, jika percaya diri bahwa tindakkan polisi adalah benar, maka sidang harus dilansungkan di Kota Sorong. Jika tidak, maka secara jelas menunjukkan ketidakberesan dalam penahanan sewenang-wenang keempat Tapol NRFPB. 

Keluarga Tapol, rakyat Kota Sorong, Rakyat Papua, dan Solidaritas Peduli Demokrasi Sorong Raya (SPDSR) yang dibentuk untuk mengawal kasus keempat Tapol adalah manusia-manusia yang cinta damai. Ini terbukti dengan sejak ditahannya keempat Tapol, tidak ada satu pun tindakkan anarkis yang dilakukan. Terhitung kurang dari 4 kali Solidaritas mendatangi Kantor Polresta Kota Sorong dan tiga kali melakukan konsolidasi guna mengawal proses hukum keempat Tapol. 

Tapi, sekali lagi, ini bukan merupakan suatu kejahatan. Sebab, itu merupakan jalur advokasi rakyat melalui jalan non litigasi, sekaligus juga merupakan kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum sebagaimana diatur oleh Konstitusi Negara melalui UU No 9 tahun 1998. Sehingga darimana dikatakan bahwa "untuk alasan keamanan, sidang harus dipindahkan ke Makasar"? Tidak jelas sama sekali!

Mengapa polisi begitu yakin ada potensi konflik? Jika polisi di pihak yang benar, mengapa polisi justru takut? Kita tahu bahwa proses penahanan hingga pelimpahan berkas ke Kejaksaan hari ini jelas-jelas merupakan upaya cari-cari kesalahan kepada orang yang tidak bersalah, yaitu keempat Tapol. Keempat Tapol adalah pejuang hak asasi manusia dan keadilan lingkungan di Tanah Papua; mereka juga adalah anak negeri Papua; perjuangan mereka juga melalui jalur damai yaitu mengantar surat perundingan damai tanpa senjata dan demonstrasi massa; lalu darimana mereka bisa disalahkan?

Apakah mengatar surat adalah tindakkan makar seperti yang dituduhkan oleh Polisi? Apakah menginginkan sebuah damai dan keadilan adalah makar? Inilah kelemahan dari tuduhan polisi kepada Keempat Tapol NRFPB. Fakta ini dibuktikan dengan pengembalian berkas oleh Kejaksaan Negeri Kota Sorong beberapa waktu lalu dengan argumentasi kurangnya bukti atas tuduhan terhadap Keempat Tapol.
Selanjutnya, juga sangat jelas bahwa aktivitas pengantaran surat perundingan damai oleh Bpk Abraham G. Gamam dan kawan-kawan adalah juga dilakukan oleh sayap NRFPB di beberapa wilayah lain di seluruh tanah Papua, mulai dari Wamena, Jayapura, dsb. Tetapi mengapa wilayah-wilayah lain tidak diperhadapkan pada status hukum yang sama? Apakah hukum di Wamena, Jayapura, dsb, berbeda dengan Kota Sorong? 

Inilah lemahnya dalil atau alasan yang mendasari tuduhan Polisi terhadap Keempat Tapol NRFPB di Kota Sorong. Lebih penting, menangkap orang yang menyampaikan pikiran dan pendapat secara damai, bahkan hanya dengan mengantar surat, adalah bukti matinya demokrasi di Papua secara khusus dan Indonesia secara keseluruhan setelah pencapaian heroik tahun 1998 rakyat Indonesia dari diktator anti demokrasi, Suharto. 

Oleh karena itu kami menuntut:

1. Menolak dengan tegas rencana pemindahan dari Keempat Tahanan Politik (TAPOL) Papua NRFPB ke luar Sorong, atau dalam hal ini ke Makasar karena tidak didasari alasan yang masuk akal dan jelas serta tidak sesuai dengan ketentutan hukum dan kondisi faktual di lapangan!

2. Mendesak kepada Kejaksaan Agung untuk segera membatalkan "Fatwa Persidangan" dari Kejaksaan Negeri Kota Sorong terkait rencana pemindahan dan persidangan Keempat Tahanan Pokitik Papua ke Makasar, Sulawesi Selatan!

2. Polresta Kota Sorong segera hentikan semua upaya kriminalisasi dan penuhi semua tuntutan Keempat Tapol dan Kelurga Tapol bahwa sidang harus digelar di Kota Sorong untuk menjamin hak para Tapol untuk mendapat kunjungan keluarga, sahabat, gereja, dan seterusnya. Bila dipindahkan ke Makasar, maka Polisi secara sadar dan terencana menjauhkan para Tapol dari keluarga, dst!

3. Polresta Kota sorong segera berhenti lakukan upaya "baku tipu" dengan alasan yang tidak benar untuk memindahkan dan menjauhkan para Tapol dari Kota Sorong!

4. Menyerukan kepada seluruh rakyat Papua di Kota Sorong dan tanah Papua, rakyat Indonesia, dan solidaritas Internasional untuk segera memobilisasi diri dan memberi dukungan penuh kepada Keempat Tapol. Ini adalah pembungkaman ruang menyapampaikan pendapat dan gerak, pembungkaman ruang demokrasi, oleh karena itu adalah suatu kejahatan. Mari kawal dan tolak semus upaya apapun yang membungkam ruang demokrasi rakyat!

5. Tidak ada alasan dan tidak ada bukti: maka segera bebaskan Keempat Tapol NRFPB tanpa syarat!

6. Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri bagi Rakyat Papua sebagai solusi demokratis! 

Demikian peryataan sikap dan tuntutan ini kami keluarkan untuk diketahui bersama, atas perhatian kami sampaikan terima kasih.

Sorong, 11 Agustus 2025. 
Tertanda: Sosialis Muda Papua (SOMAPA), Kota Sorong.

𝐇𝐚𝐫𝐢-𝐡𝐚𝐫𝐢 𝐄𝐬𝐨𝐤 𝐌𝐢𝐥𝐢𝐤 𝐊𝐚𝐮𝐦 𝐌𝐮𝐝𝐚 𝐑𝐞𝐯𝐨𝐥𝐮𝐬𝐢𝐨𝐧𝐞𝐫!

Pos. Admin 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menteri Investasi Indonesia Bahlil Lahadalia, Orang Sulawesi yang Mengklaim Diri Sebagai “Anak Papua”

Sebuah Mesin Perampasan yang Bekerja atas Nama Negara, Investasi, dan Kepentingan Global.  Oleh : Victor F. Yeimo  Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua Holandia-Melangkah Tanpa Alas Kaki - Bahlil   Lahadalia, orang Sulawesi yang mengklaim diri sebagai “anak Papua” memainkan peran yang secara teoritis dapat kita sebut sebagi agen apropriatif kolonial, atau individu yang melakukan klaim identitas demi legitimasi proyek hegemonik pusat atas wilayah pinggiran.  Bahlil Lahadalia, Sebagai Menteri Investasi, ia menjelma menjadi agen ideologis dan teknokratis kapitalisme kolonial. Proyek Strategis Nasional (PSN) di Papua adalah mega-infrastruktur of dispossession, yaitu infrastruktur raksasa yang berfungsi sebagai mekanisme primitive accumulation dalam versi abad ke-21. PSN adalah wajah mutakhir dari kapitalisme kolonial, sebuah mesin perampasan yang bekerja atas nama negara, investasi, dan kepentingan global.  Di Merauke, negara merampas...

Fakta hari ini TPNPB/OPM adalah bukan masyarakat yang kami tinggl bersama-sama dengan masyarakat di intanjaya Dan Militer Indonesia pun Demikian Sama Dari mana mereka Datang?.

Enam Orang Asli Papua yang merupakan warga civil yang telah di tembak Militer Indonesia🇮🇩 pada 14 Mei 2025 di Kabupaten Intan jaya Laporan resmi Seby Sambom dari markas pusat TPNPB OPM. Korban tewas dan korban luka-luka telah berhasil di evakuasi oleh Tim Pemerintah Dan Masyarakat, pertempuran ini masyarakat lain masih dalam pencarian apakah mereka masih hidup atau tertembak oleh Militer Indonesia.  Militer Indonesia telah lakukan kesalahan besar yang mana telah menyerang warga civil  dan membunuh  dan menyerang dengan tidak hormat tanpa memikirkan rasa kemanusiaan.  Menyerang pembrutalan militer Indonesia terhadap Masyarakat intanjaya ketika masayarakat berada di rumah, kebun, dan di pasar termasuk menyerang di gereja-gereja, pelanggaran ini merupakan pelanggaran HAM berat dan melanggar hukum Nasional dan internasional.  Masyarakat internasional dan lembag terkait harus bersuara terkait insiden penembakan terjadi ini di Intan jaya papu...

BAKAT DAN TALENTA ANAK-ANAK PAPUA, BUTUH PERHATIAN KHUSUS DARI PEMERINTAH.

BAKAT DAN TALENTA ANAK-ANAK PAPUA, BUTUH PERHATIAN KHUSUS DARI PEMERINTAH. Artikel. Sian Madai Konsep Dari Seorang Pemimpin Daerah Adalah Dasar untuk Menentukan Masadepan yang Lebih Cerah.  Keahlian/ Hobi, dan Kreatif/Karier yang di miliki oleh Orang Asli Papua (OAP) merupakan membuka ruang dan membuka lapangan kerja untuk membantu pemerintah setempat, sebagaian juga sebagai bentuk nyata membangun dan mempersempit pengangguran di Papua. Sekali lagi, Melalui bakat/ Karier yang telah dimilikinya merupakan menciptakan lapangan pekerjaan baru sebagai membantu pemerintah Daerah untuk itu, pemerintah perlu diperhatikan dan diolah dengan baik.  Dimana pemerintah pusat diberikan Otonomi khusus seluasnya di Papua bertujuan untuk mengangkat harkat dan martabat manusia papua namun, Dana otonomi khusus Papua hilang jejak adalah cara tidak betul yang dilakukan, Dana otonomi khusus tersebut  harus digunakan dengan baik dan harus diperioritaskan Anak-anak Papua dalam ...