Rabu, 15 Oktober 2025

GAUDIUM et SPES: AJAKAN GEREJA TERLIBAT DALAM KERINDUAN RAKYAT PAPUA





















Artikel,
[Oleh: PIGAI, honny - QC, 15102025]
Konstitusi pastoral "Gaudium et Spes" (GS, 1965), hasil Konsili Vatikan II, merupakan salah satu dokumen Gereja Katolik yang paling progresif dalam merespons persoalan kemanusiaan modern. Dokumen ini membuka diri terhadap dunia dan menegaskan bahwa “sukacita dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, adalah juga sukacita dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus” (GS. 1). Pernyataan ini menegaskan bahwa Gereja dipanggil untuk hadir dan berpartisipasi dalam pergulatan manusia mencari hidup yang lebih manusiawi dan bermartabat.

Kerinduan rakyat Papua dalam agar bisa hidup yang lebih baik mencakup keinginan akan keadilan, perdamaian, dan penghormatan terhadap martabat manusia. Situasi sosial yang sering ditandai dengan ketimpangan-ketimpangan ekonomi, pendidikan, bahkan pelanggaran hak asasi manusia, dan eksploitasi sumber daya alam, memperlihatkan bahwa banyak orang Papua masih hidup dalam penderitaan dan keterpinggiran. Karena itulah "Gaudium et Spes" mendorong Gereja untuk memihak pada mereka yang terpinggirkan, sebab “setiap bentuk diskriminasi dalam hak-hak asasi manusia, baik karena jenis kelamin, ras, warna kulit, kondisi sosial, bahasa, atau agama, harus diatasi dan dihapuskan sebagai sesuatu yang bertentangan dengan rencana Allah” (GS, 29).

Lebih jauh, "Gaudium et Spes" menegaskan bahwa pembangunan manusia tidak boleh terbatas pada kemajuan material, melainkan harus menyentuh aspek spiritual dan moral. Dokumen ini menyatakan: “Kemajuan manusia sejati harus diarahkan kepada kesejahteraan seluruh manusia dan seluruh umat manusia” (GS 35). Pernyataan ini menegaskan bahwa pembangunan sering kali berorientasi pada eksploitasi ekonomi tanpa memperhatikan ekologis masyarakat lokal. Gereja dengan dasar ajaran ini, dipanggil untuk memperjuangkan pembangunan yang berpusat pada manusia Papua, bukan pada keuntungan ekonomi semata.

Kerinduan rakyat Papua untuk hidup yang lebih baik juga berkaitan dengan hak untuk menentukan masa depan mereka sendiri secara bermartabat, tanpa kekerasan dan intimidasi. "Gaudium et Spes" menyatakan bahwa “manusia tidak dapat mencapai perkembangan sejati tanpa kebebasan dan tanggung jawab moral” (GS, 17). Dalam terang ini, Gereja di Papua diundang untuk memperjuangkan ruang dialog dan kebebasan berekspresi yang menghormati nilai-nilai kemanusiaan universal.

Untuk itulah "Gaudium et Spes" menegaskan bahwa perdamaian bukan sekadar ketiadaan perang, tetapi “hasil dari tata keadilan yang dikehendaki Allah” ("GS" 78). Dalam hal ini, perdamaian sejati di Papua hanya dapat terwujud jika ada keadilan sosial, rekonsiliasi, dan pengakuan atas martabat rakyat Papua sebagai citra Allah, benar-benar diakui. Maka, Gereja dipanggil untuk menjadi saksi harapan, hadir di tengah penderitaan rakyat, menyuarakan keadilan, dan meneguhkan martabat setiap insan. Dengan demikian, "Gaudium et Spes" menjadi dokumen moral yang meneguhkan panggilan Gereja untuk berdiri bersama rakyat dalam perjuangan hidup yang lebih adil, manusiawi, dan penuh damai, sebagaimana Yesus sendiri datang “supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yoh 10:10).

Sumber bacaan:
Dokumen Konsili Vatikan II. "Gaudium et Spes: Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Dewasa Ini." 1965.

PaceKumisTopiMiring

Pos. Admin 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KOMITMEN BUPATI TOLIKARA, TIDAK BOLEH ADA NYAWA YANG HILANG SIA SIA KARENA DITOLAK OLEH LAYANAN RUMAH SAKIT

Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua- Tolikara -Melangka Tanpa Alas Kaki-    Tanah Injil Tolikara - Beberapa waktu lalu, Tanah Papua...