“Sebanyak 23 kabupaten/kota di Aceh terdampak. Ini bukan bencana biasa, ini bencana dahsyat. Rakyat kehilangan rumah, akses jalan terputus, ekonomi lumpuh total. Pemerintah pusat tidak boleh tinggal diam. Kami minta Presiden segera bertindak dan memberi izin bagi negara sahabat yang ingin membantu Aceh,” tegasnya, Rabu (10/12/2025).
Pemerintah pusat masih menolak menetapkan status bencana nasional sehingga bantuan internasional tertahan, sementara bantuan serta penanganan korban bencana oleh pemerintah dilapangan terkesan setengah hati dan acuh tak acuh.
Pernyataan Rusyidi sejalan dengan informasi tertahannya 500 ton bantuan logistik yang dikirim Perantau Aceh di Malaysia yang tidak dapat masuk ke Aceh, karena pemerintah pusat menolak bantuan luar negeri dengan dalih 'harga diri' pemerintah.
"Kami ingin Aceh ditangani dengan serius, dengan hati dan kepedulian. Izinkan dunia membantu Aceh," tambahnya.
Menurut Rusyidi, penanganan bencana di Aceh sejauh ini berjalan sangat lamban, belum sebanding dengan penderitaan masyarakat dan tingkat kerusakan yang butuh perbaikan 30 tahun tanpa uluran bantuan internasional.
“Aceh sedang menjerit. Ini bukan waktunya untuk rapat tanpa aksi. Jika pemerintah pusat tidak peduli, maka rakyat Aceh berhak mempertanyakan kembali komitmen kebangsaan yang selama ini kami junjung,” ujarnya dengan nada keras.
“Kami tidak ingin konflik, tapi jika dibiarkan terus, kami siap berdiri sendiri," pungkasnya.
Pos. Admin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar