Oleh. Mahesa Jenar
Lelaki itu berdiri di ujung malam
menanti purnama berganti surya
menunggu burung gereja nyanyikan lagu cinta.
Rambut legamnya permadani
tergerai menuju jantungnya yang surga
matanya senja hijau layaknya limau
ada setetes getir di sana
petanda air mata pernah terjatuh teramat deras
nyaris tenggelamkan jiwanya
jemarinya terluka, berdarah,
sebab terlalu erat menggenggam hatinya yang patah
namun selengkung bianglala merah muda tak pernah hijrah dari bibirnya
bibir yang pernah begitu malu-malu kala rasakan kecupan pertama.
Kini, saat purnama telah berganti surya
dan cericit burung gereja nyanyikan lagu cinta
meski luka-luka masih memenuhi dadanya
ia berjanji pada dirinya sendiri
untuk kembali mencinta
tanpa pernah
meminta.
Post. Admind
Komentar
Posting Komentar