Langsung ke konten utama

Orang Papua Hidup Dalam Ketakutan.

Oleh. Proletar Nipsol
Negeri ini penuh dengan Susu dan Madu dengan luas wilayah 420.540 km ditempati oleh 255 suku ras malanesia. 

Kehidupan orang Papua tidak berkembang secara bertahap tetapi, 225 suku tersebut mengurus sukunya dengan caranya masing-masing. Secara umum orang Papua hanya melalui satu tahapan perkembangan seperti Komunal primitif, belum melangka tahapan berikutnya seperti Feodal dan Perbudakan.

Masyarakat dunia lain Dapat mengalami beberapa perkembangan diantaranya komunal Primitif, Feodalisme, Perbudakan dan sampai pada erah Ini ( Kapitalisme).

Dierah tahapan Perkembagan masyarakat itu membuat masyarakat semakin dewasa, kreatif,  terciptanya kemandirian terciptanya mental, fisik juga terciptanya pemberontakan atas Perlakuan Ketertindasan Manusia.

Orang Papua Ketakutan terintimindasi  diatas Negerinya sendiri diakibatkan dari Perkembangan Masyarakat Papua terputus  Yang tidak dewasa.  

Kedewasaan, kesadaran atas jatih diri, mental, kemandirian, kreatifitas itu semua  didik  dalam tahapan feodolisme dan Perbudakan, namun sayang sekali orang Papua belum melalui dua tahapan tersebut dan dihadapkan Erah Kapitalis ( Imperealisme) hari ini.

Orang Papua takut  diatas negerinya menjadi Tamu bukan lagi tuan Rumah karena belum memahami secara tuntas siapa saya diatas negeri ini.

Negeri ini akan dikuasai Oleh Pendatang Baru bukan lagi Milik Ras Malanesia. Ketakutan Tak bersuara Ibarat Binang Kami Mati diatas negeri ini.

Post. Admind

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menteri Investasi Indonesia Bahlil Lahadalia, Orang Sulawesi yang Mengklaim Diri Sebagai “Anak Papua”

Sebuah Mesin Perampasan yang Bekerja atas Nama Negara, Investasi, dan Kepentingan Global.  Oleh : Victor F. Yeimo  Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua Holandia-Melangkah Tanpa Alas Kaki - Bahlil   Lahadalia, orang Sulawesi yang mengklaim diri sebagai “anak Papua” memainkan peran yang secara teoritis dapat kita sebut sebagi agen apropriatif kolonial, atau individu yang melakukan klaim identitas demi legitimasi proyek hegemonik pusat atas wilayah pinggiran.  Bahlil Lahadalia, Sebagai Menteri Investasi, ia menjelma menjadi agen ideologis dan teknokratis kapitalisme kolonial. Proyek Strategis Nasional (PSN) di Papua adalah mega-infrastruktur of dispossession, yaitu infrastruktur raksasa yang berfungsi sebagai mekanisme primitive accumulation dalam versi abad ke-21. PSN adalah wajah mutakhir dari kapitalisme kolonial, sebuah mesin perampasan yang bekerja atas nama negara, investasi, dan kepentingan global.  Di Merauke, negara merampas...

SEPOTONG PERAHU KERTAS

NEGERI BAJAKAN Di negeriku yang lucu ini Nelayan adalah bajak laut Petani bajak tanah Anak-anak bajak wifi Agama bajak kewarasan Pejabat bajak rakyat Di bawah hukum pemerintah bajakan Di negeri yang penuh drama ini Pencuri sandal lebih biadab dari koruptor Nyawa aktivis tak ada harganya dibandingkan sebungkus rokok yang membela tanah adat, dibunuh dan mayatnya dibuang ke dalam got Darah-darah mengalir, membasuh dosa siapa, membaptis anak-anak siapa? Pemuda-pemuda merancang perlawanan Dari dusun-dusun kecil, pulau-pulau terpencil Dari pendidikan-pendidikan yang kalian sebut, terbelakang Dari orang-orang yang kalian sebut miskin dengan baju diskriminasi Pemuda-pemuda jangan berhenti melakukan perlawanan Di negeri yang lebih mencintai baliho daripada rakyatnya sendiri Di negeri yang lebih mencintai investor daripada anaknya sendiri Jangan berhenti melakukan perlawanan di negeri yang sibuk membangun dinasti politik daripada membangun sekolah dan rumah sakit Sekolah baik-baik, b...

Ini 11 Pernyataan Protes KNPB Mengenai New York Agreement, Apa Saja?

Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua Menado-Melangkah Tanpa Alas kaki - Manado - Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menyatakan menolak perjanjian New York yang dilakukan Amerika, Belanda, Indonesia dan PBB tanpa melibatkan bangsa Papua. Pernyataan itu disampaikan KNPB memperingati perjanjian New York yang terjadi pada 15 Agustus 1962. “Kami menolak Perjanjian New York 1962 yang dibuat secara sepihak tanpa melibatkan bangsa Papua dan yang mengkhianati hak kami untuk merdeka dan berdiri sendiri,” kata Hiskia Meage, Ketua KNPB Konsulat Indonesia pada 15 Agustus 2024. Hiskia mengatakan, perjanjian tersebut tidak memiliki legitimasi, karena tidak mencerminkan keinginan dan aspirasi rakyat dan bangsa Papua. Oleh sebab itu, KNPB menyatakan sikap bahwa ; 1. Pihaknya menolak hasil Pepera 1969, yang dilaksanakan dengan manipulasi, intimidasi, dan kekerasan. Proses Pepera yang melibatkan hanya 1.026 orang dari sekitar 809.337 rakyat Papua dan di bawah ancaman senjata tidak mencerminkan p...