Langsung ke konten utama

KAMI ALIANSI MAHASISWA PAPUA-AMP KOMITE KOTA TERNATE

Sekretariat Honai Berlawan /Alamat Jl. Revolusi.
Tetesan Air Mata Ibunda- Kota tua Ternate- Melangkah Tanpa Alas Kaki_Press release & pernyataan sikap Aliansi mahasiswa papua Komite Kota Ternate :

" Hentikan Segala bentuk Kriminalisasi, Rasisme & Pembungkaman Ruang Demokrasi " 
Pada Rabu 24 Mei 2023, tepatnya pkl. 11.00.Wit Mahasiswa papua di Ternate mendapatkan spanduk yang tersebar di seluruh kampus yang ada di Ternate sekalian dengan poster yang bertuliskan "Agus bagau dan Ronal kinho sebagai provokator untuk masyarakat Maluku Utara" dan gerakan aliansi mahasiswa Papua adalah tindak pidana makar yang pantas di usir dan di DO dari kampus" .

 Poster dan spanduk itu antara lain dipasang di depan jalan masuk Kampus Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Kie Raha dengan narasi Rektor STIKIP Dr. H. Sidik Siokona. M.Pd  Dengan Lurah Kelurahan Sasa melakukan pembiaran Terhadap aktivitas Makar yang dilakukan oleh Aliansi Mahasiswa Papua Mereka ini telah melakukan makar maka mereka harus di Drop Out dari kampus, pagar dengan tulis yang bernarasi Rektor Ummu, Prof. DR. Saiful Deni, M.SI dan Lurah Sasa melakukan pembiaran terhadap gerakan makar yang dilakukan oleh Aliansi Mahasiswa Papua sudah sepantasnya mereka di DO karena berbuat makar depan Universitas Muhammadiyah Maluku Utara kampus B, dan  narasi yang sama juga cuma di ganti dengan rektor Unkhair dan Lurah Gambesi yang di cetak dengan spanduk kemudian di pasang di Depan Fakultas Pertanian Kampus dua Universitas Negeri Khairun Ternate. 

Spanduk rasis dan provokatif ini dipasang itu kemungkinan di saat subuh ketika mahasiswa belum beraktifitas di kampus sekalian dengan mereka menempelkan propaganda busuk di dinding kampus. Setelah melihat gambar spanduk provokatif yang beredar di banyak di medsos, Pada pkl. 12.30 Wit  kawan Ronal dan kawan Perri naik ke rektorat Ummu dan bertemu dengan pa Rektor untuk meminta klarifikasi dari spanduk itu. 

Tapi yang ada cuman Warek III kemudian dia berkata bahwa pihak otoritas kampus sama sekali tidak mengetahui soal spanduk itu, jadi kami menginformasikan bahwa kami akan melepas spanduk itu karena sangat provokatif dalam menghancurkan perjuangan dan merusak nama baik AMP sebagai Oraginasasi perjuangan. Setelah itu Ronal, Perri dan kawan-kawan lainnya melepas spanduk yang terpasang itu. Selain spanduk tiga spanduk itu ada 1 spanduk di pasang di pusat kota  dengan Narasi bagi Mahasiswa Papua Ternate adalah tanah kolonial/penjajah untuk warga Papua yang berada di Ternate.

Selain itu mereka juga menempelkan gambar dan tulisan propaganda pembusukan terhadap mahasiswa Papua dan penghasutan terhadap masyarakat Ternate untuk membenci mahasiswa Papua yang ada disini seperti. Tulisan propaganda Agus Bagau dan Ronaldo Kinho menghasut mahasiswa Maluku Utara untuk ikut teriak Papua merdeka dengan alasa demokrasi, warga kota Ternate harus mengusir, menangkap, dan menghabisi penghianat berdua ini. 

Ada juga tulisan yang bernarasi Warga Keluruhan Sasa menolak kehadiran Mahasiswa Papua yang ingin merdeka di kelurahan Sasa. Bahkan yang lebih parah semua gambar itu di tempel di pusat keramaian kota dan dilingkungan kampus seolah-olah kami ini buronan dan pelaku kriminal kelas kakap. Ada banner yang ditulis menggunakan bahasa asli Ternate untuk menghasut rakyat Kota Ternate untuk membenci mahasiswa Papua dengan menggunakan bahasa lokal Ternate sini. 

Supaya kami orang Papua tidak paham apa yang mereka tulis padahal intinya adalah harus mengusir dan membunuh kami mahasiswa Papua yang ada di Kota Studi Ternate.

Persoalan semacam Ini bukan baru pertama kalinya terjadi di Ternate, tapi justru tindakan diskriminasi dan intimidasi ini sudah berulang kali di lakukan terhadap orang-orang Papua yang ada di Ternate terutama kawan-kawan Indonesia yang bersolidaritas dalam memperjuangkan hak asasi manusia di Papua. 

Aliansi mahasiswa Papua atau AMP adalah organisasi mahasiswa yang selalu menyuarakan terkait dengan situasi HAM & politik di Papua, dan di dalam hukum internasional bahkan dalam hukum Indonesia justru memberikan jaminan atas kebebasan berpendapat sebagai perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Namun negara melalui kekuatan TNI-POLRI justru selalu melebeli penyampaian pendapat terkait situasi politik & HAM di Papua itu dengan pelebelan MAKAR, memecah-belah bangsa, sparatis, teroris, anti pancasila, anti pembangunan dan lain2.

Kemudian soal DO/Drop Out mahasiswa yang bersolidaritas terhadap situasi politik dan HAM di Papua, sebelumnya ada 4 orang kawan kami yang di drop out oleh unkhair Lantaran melakukan aksi mendukung penentuan nasip sendiri sebagai solusi demokratis bagi bangsa Papua, dan justru dalam gugatan hukum kempat kawan kami menunjukan bahwa kebebasan berpendapat dan berserikat itu bukan tindakan melawan hukum, apalagi MAKAR dan memecah belah bangsa, Mereka tau secara jelas untuk masalah Drop Out (DO) kawan-kawan kami sampai ke tingkatan kasasi ke MA, semua itu telah di buktikan dan di menangkan oleh solidaritas dan perjuangan kawan-kawan kami, melalui putusan Mahkamah Agung (MA) dan membatalkan SK Rektor Universitas Khairun Ternate, No SK : 1860/UN44/KP/2019, sehingga meminta kepada Rektor UNKHAIR, segera memberikan pemulihan status dan nama baik kawan-kawan kami di dalam Universitas, agar bisa kembali berkuliah dan beraktivitas di dalam Kampus, dan kawan-kawan kami sudah kuliah kembali dan 3 dari mereka sudah wisuda dan tersisa 1 orang saja.

Landasan putusan MA adalah Pasal 28 UUD 1945, yang berbunyi "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, dan sebagainya di tetapkan dengan UU". Ada juga Pasal 28E ayat 3, yang berbunyi "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat". 

Dengan putusan MA ini membuktikan kalau "Aksi massa dan menyampaikan pendapat di muka umum bukanlah unsur tindak pidana MAKAR, Kriminal atau memecah-belah Bangsa", seperti yang di pikirkan oleh TNI-POLRI dan Rektor Universitas Khairun Ternate.

Menguatnya ujaran rasialisme, diskriminasi dan intimidasi terhadap AMP dan kawan-kawan yang bersolidaritas terhadap situasi di Papua ini tak terlepas dari situasi objektif yang berkembang di Papua saat ini. 

Kenapa seperti itu? Karna sebenarnya, mulai dari rasisme, intimidasi, kriminalisasi, pelanggaran ham, penangkapan dan lain-lain merupakan hasil dari kolonialisme Indonesia terhadap Papua. Semenjak 1961-19-Desember, pendekatan yang di berikan negara dalam menyelesaikan masalah Papua adalah mobilisasi militer, dan kita tau sendiri bahwa semenjak 1961 hingga hari ini 2023 pendekatan militer justru tidak mampu menyelesaikan masalah di Papua, malahan semakin memperkeruh situasi HAM di Papua.

Sekali lagi, menyampaikan pendapat dan pikiran di muka umum, berserikat dan berkumpul bukanlah tindak pidana makar melainkan implementasi dari mandat konstitusi.

 Namun perspektif rasis yang sudah terkonstruk dalam pikiran negara dan aparat keamanan fasisnya bahwa orang Papua itu identik dengan berbagai stigma buruk seperti, kriminal, makar, seperatis, monyet, itam, tidak beradab, bau, dan bodoh atau SDMnya selalu tertinggal.

 Fondasi dasar dari pada labeling rasis pada orang Papua ini ada pada pidato Tri kora bung Karno 19 Desember 1961 pada butir kedua isi trikora, yaitu bubarkan negara boneka Papua buatan Belanda. Statemen yang di keluarakan oleh Sukarno yang kemudian di pertegas oleh Ali Murtopo panglima Opsus pemenangan Pepera dengan statemen rasisnya yang berbunyi " Kami (Indonesia) tidak butuh orang Papua, kami cuma tanah Papua (sumber daya alamnya) kalo Papua mau merdeka silahkan berdoa pada Tuhan kalian untuk memberikan kalian pulau kosong di Pasifik sana atau minta pada Amerika (NASA) untuk kirim kalian ke bulan", ungkapan rasis dari seorang petinggi militer ini melegitimasi sekaligus mengkonstruk praktik rasisme yang dipelihara oleh negara Indonesia dalam melihat orang asli Papua. 

Frantz Vanon Seorang filsuf humanisme dan juga revolusioner kulit hitam pernah berkata" Rasisme adalah praktik berulang yang di gunakan oleh kolonial untuk melegitimasi penjajahannya". 

Jadi rakyat Indonesia di konstruk oleh negara dan kelas penindas untuk harus berwatak rasis terhadap orang Papua. Selama Papua masih berada bersama Indonesia maka selama itu rasisme terhadap orang Papua akan tumbuh subur karena negara telah melegitimasi praktik rasisme itu dengan berbagai cap buruk terhadap Orang Asli Papua. 2019 Ribuan rakyat Papua turun jalan untuk memprotes palebelan monyet dan usir orang Papua dari Indonesia. 

Hal itu menimbulkan kekacauan konflik yang serius dan sangat destruktif namun sampai hari ini belum ada tindakan nyata dari negara untuk menghentikan rasisme terhadap mahasiswa Papua di seluruh Indonesia. 

Bahkan hari ini mahasiswa Papua di Kota di Kota Ternate masih di perlakukan dengan cara yang sangat rasis atau dikenakan label kriminal bahkan ada narasi untuk mengusir dan menghabisi mahasiswa Papua di Kota Ternate karena aktivitas politik yang memang sudah dijamin di dalan konstitusi.

Yang kita mahasiswa Papua lakukan sesuai implementasi tridarma perguruan yaitu kewajiban mahasiswa untuk melakukan pendidikan politik terhadap seluruh rakyat Indonesia di Maluku Utara tentang situasi objektif yang terjadi di atas tanah Papua. 

Dan sama sekali tidak pernah melakukan tindakan kriminal dan kejahatan yang mengancam serta mengganggu stabilitas keamanan di Kota Ternate, tapi kenapa bisa ada poster dan banner yang sifatnya menjatuhkan nama baik individu oraganisasi bahkan penghasutan kepada masyarakat Kota Ternate untuk mengusir mahasiswa Papua keluar dari Ternate. 

Kami melihat tindakan yang dibuat oleh pihak ketiga atau oknum tertentu, ini sifatnya sangat provokatif dan sangat mengganggu keamanan serta kenyamanan mahasiswa Papua di Kota studi Ternate. Selain di ternate, Kriminalisasi & rasisme terhadap mahasiswa Papua Juga sangat sering terjadi di kota-kota lainnya di Papua maupun di indonesia.
Oleh sebab itu kami Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Ternate menyampaikan sikap politik kami :
1. Mendesak Polda Maluku Utara dan Polres Ternate untuk segera tangkap dan Adili pelaku provokator yang melakukan rasisme terhadap mahasiswa Papua Di kota Ternate

2. Hentikan kriminalisasi, dan labeling rasis terhadap mahasiswa Papua di Ternate,  di seluruh tanah Papua dan seluruh Indonesia

3. Negara Indonesia stop pelihara rasisme terhadap Rakyat Papua

4. Hentikan tindakan Drop Out Kepada mahasiswa  Karena kebebasan menyampaikan pendapat dan berekspresi di muka umum di jamin dalam Otonomi kampus, konstitusi negara Indonesia dan Konstitusi Internasional.

Dengan ini kami menghimbau kepada seluruh rakyat Indonesia & terlebih khusus masyarakat Ternate agar tidak mudah terprovokasi dengan narasi / propaganda murahan yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu untuk membungkam ruang-ruang demokrasi. 

Kami juga mendesak agar pemerintah negara Indonesia untuk segera menghentikan praktik diskrimnasi rasial kepada rakyat Papua yang sudah berlangsung selama 60 tahun Papua teraneksasi kedalam Indonesia.

Ternate 26 Mei 2023
#Stop_Rasisme
#Stop Kriminalisasi, Intimidasi  terhadap mahasiswa Papua di kota ternate maluku utara .


Post. Admind

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SETELAH DENGAR HASIL UJIAN PAKAIAN SISWA/I SMA Kelas XII Di NABIRE DIWARNAI BINTANG KEJORA POLISI MEMUKUL Mince Heluka, BEBERAPA ORANG MENANGKAP POLISI

Siswi SMA kelas XII,Foto Mince heluka dapat pukul dari Polisi Nabire. Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua- Kota Jeruk 🍊 -Melangkah Tanpa Alas Kaki- Nabire Siswa/i SMA kelas 3 dengar hasil ujian, mereka mewarnai pakeyan abu putih dirubah Bendera Identitas diri Papua Barat, Bendera Bintang Kejora/Bintang Fajar Polisi Melakukan pukulan dan penangkapan terhadap siswa/Siswi. Dengan melihat Siswa Mewarnai dengan warna Identitas sehingga beberapa orang anggota polisi dan ada pula yang dapat pukulan dari Polisi pada Senin 06/05/2024. Kata M.D melalui Handphone genggamnya. Penangkapan dan pemukulan dari polisi terhadap teman-teman SMA yang turun pawai kebahagiaan setelah mendengar kelulusan mereka, namun kami merasa kecewa karena polisi-polisi yang berada di Nabire melarang kegiatan kami, Lanjutnya. Kronologis yang Terjadi  Pukul 16: 7 wp. Kurang lebih 9 orang pelajar dikejar oleh 2 orang polisi berpakaian preman dengan kendaraan beroda 2 pengejaran tersebut lokasi da

SEPOTONG PERAHU KERTAS

Pilot Mark Mehrtens Membawa Ole-Ole Nilai kemanusian junjung tinggi di mata TPNPB-OPM maka dari awal penahanan sampai dibebaskan selama 19 bulan, salah satu kehormatan layak beri kepada EGIANUS dengan anak buahnya karena menjaga kehidupan kesehatan pada pilot philip mark mehrtens dengan sangat terjamin hingga pulang juga dengan keadaan sehat jasmani dan rohani sang pilot. Pada saat dibebaskan juga diberikan ole-ole Ayam Kampung kepada pilot ini sungguh sangat luar biasa kinerja pejuang PAPUA MERDEKA.  🍁🍁🍁 Versi Sendiri Hal hal baik terus bertumbuh dalam gengaman derita yang tak kunjung usai, sembari menunggu berhenti deras darah Manusia Papua Rekam realitanya lalu uraikan dalam bentuk karya versi sendiri.  AmoYatt 🍁🍁🍁 Kecewakan mu  Di dalam hati yang terluka,   Kata-kata itu menggema.   Pahit getirnya rasa kecewa,   Menyatu erat dalam jiwa. Seperti bayangan yang tak pernah hilang,   Begitu juga rasa kecewa yang terpahat.   Sekali tersakiti, hat

Adat-Mu Itulah yang Disebut Identitas-Mu, & Kebiasaan Itulan Adat-Mu & Itu-lah Sumber Hukum

Artikel. Oleh. Yegema Megolah sala satu identitas diri yg disebut (Kagane) Tetesan Air Mata Ibunda-kota Tua Paniai ---Melangkah Tanpa Alas Kaki -Kagane merupakan salah satu identitas diri yang diwariskan oleh moyang sejak saya dan kamu tiada. Barang atau benda itu telah ada sebelum manusia dipenuhi di muka bumi ini. Mereka mengolah Adat sesuai keinginan sesuai kepercayaan yang dimiliki setiap daerah termasuk tiga atau empat Wilayah adat Papua, termasuk Wilayah Meepago. Kebiasaan ini tidak bisa berubah dengan bentuk apapun dan bentuk bagimanapun alasan-Nya. Siapapun merasa berubah itulah yang disebut menggagalkan usaha yang diwariskan oleh nenek moyang dan tete moyang kita. Kebiasaan-kebiasaan merubah tampilan maupun warna dan bentuk maka Merusak wajah anda dan  telah menemukan Runtuhnya Manusia.  Ko lupa itulah ko lupa sejarah, akhirnya dibilang Rumah-Mu Runtuh Tapa sebab akibat. Adat-Mu Itulah yang Disebut Identitas-Mu, & Kebiasaan Itulan Adat-Mu & Itu-lah Sumber H