KAPOLDA PAPUA SEGERA PERINTAHKAN DIRESKRIMSUS POLDA PAPUA HENTIKAN UPAYA KRIMINALISASI TENAGA KESEHATAN RSUD ABEPURA DAN ADVOKAT LBH PAPUA
Siaran Pers
Nomor : 012 / SP-LBH-Papua / VIII / 2023
Tetesan Air Mata Ibubunda- Kota Tua Holandia- Jayapura-Melangkah Tanpa Alas Kaki_,“Pj Gubernur Propinsi Papua dan Ketua DPRP segera perintahkan Direktur Rumah Sakti Umum Daerah Abepura Untuk Tidak Melanggar Pasal 16, UU Advokat junto Pasal 11, UU Bantuan Hukum dan Bayar Hak Tenaga Kesehatan Rumah Sakti Umum Daerah Abepura”
Pada prinsipnya “Pemberi Bantuan Hukum tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam memberikan Bantuan Hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang dilakukan dengan iktikad baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan sesuai Standar Bantuan Hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau Kode Etik Advokat” sebagaimana diatur pada Pasal 11, Undang Undang No 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum. Selain itu, pada prinsipnya seorang “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan” sebagaimana diatur pada Pasal 16, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.
Atas dasar kedua ketentuan diatas sangat aneh jika pada prakteknya ada Advokat atau Pemberi Bantuan Hukum yang sedang melakukan tugas Bantuan Hukum mendapatkan pangilan dari pihak kepolisian atas dasar laporan dari pihak yang jelas-jelas adalah lawan dari kliennya. Rupanya keanehan itu terjadi dalam kasus Perjuangan tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Abepura yang didampingi Lembaga Bantuan Hukum Papua untuk mendapatkan hak insentif Covid-19 tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Abepura yang belum diberikan sejak tahun 2020 sampai dengan tahun 2023.
Upaya Kriminalisasi Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Abepura dan Advokat Lembaga Bantuan Hukum Papua bermula ketika Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Abepura dan Advokat Lembaga Bantuan Hukum Papua menerima Surat Undangan Klarfikasi yang dikeluarkan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Papua Nomor : B / 696 / VIII / RES.2.5 / 2023 / Direskrimsus tertanggal 24 Agustus 2023 atas dugaan tindak pidana informasi dan transaksi elektronik yang dilakukan oleh salah satu Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Abepura dan Advokat Lembaga Bantuan Hukum Papua. Setelah dipastikan rupanya Surat Undangan Klarfikasi diatas dikeluarkan berdasarkan adanya Laporan Pengaduan yang dilakukan oleh Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Abepura tertanggal 11 Agustus 2023. Selain itu, adapula Laporan Informasi Nomor : LI / 53 / VIII / 2023 / Subdit V Siber tertanggal 16 Agustus 2023 dan Surat Perintah Penyilidikan Nomor : SP-Lidik / 190.a / VIII / 2023 / Ditreskrimsus tertanggal 18 Agustus 2023. Anehnya yaitu dalam Surat Undangan Klarfikasi yang dikeluarkan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Papua Nomor : B / 696 / VIII / RES.2.5 / 2023 / Direskrimsus tertanggal 24 Agustus 2023 tidak disebutkan akun status facebook milik dua orang Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Abepura dan satu orang Advokat Lembaga Bantuan Hukum Papua pertanggal 11 Agustus 2023 atau dibawah tanggal 11 Agustus 2023 yang menjadi dasar Laporan Pengaduan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Abepura sehingga secara langsung menunjukan bahwa Surat Undangan Klarfikasi yang dikeluarkan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Papua Nomor : B / 696 / VIII / RES.2.5 / 2023 / Direskrimsus tertanggal 24 Agustus 2023 dilakukan atas dasar yang tidak kuat sebab tidak ada bukti pastinya.
Dengan demikian sudah dapat dipastikan bahwa penerbitan Surat Undangan Klarifikasi itu merupakan upaya mengkriminalisasikan Para Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Abepura dan Advokat Lembaga Bantuan Hukum Papua yang sedang memperjuangkan pemenuhan hak-hak tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Abepura yang belum dibayarkan oleh Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Abepura sejak tahun 2020 sampai saat ini.
Upaya kriminalisasi yang disebutkan diatas didasarkan pada ketentuan “Penyidik yang adalah adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia mempunyai wewenang : a. menerima-laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana; b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian; c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka ; d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f. mengambil sidik jari dan memotret seorang; g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; i. mengadakan penghentian penyidikan; j. mengadakan tindakan hlain menurut hukum yang bertanggung jawab” sebagaimana diatur pada Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1) Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Atas dasar ketentuan diatas secara hokum membuktikan bahwa tindakan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Papua dalam mengeluarkan Surat Undangan Klarfikasi yang tidak diakui dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana secara langsung menunjukan Fakta upaya kriminalisasi terhadap Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Abepura dan Advokat Lembaga Bantuan Hukum Papua yang sedang memperjuangkan pemenuhan hak-hak tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Abepura.
Untuk diketahui bahwa sejak Lembaga Bantuan Hukum Papua mendapatkan Surat Kuasa dari Para Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Abepura pada tahun 2022, selanjutnya Lembaga Bantuan Hukum Papua bersama para tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Abepura melakukan perjuanga bersama-sama baik melalui pengaduan ke lembaga-lembaga terkait maupun juga melakukan konferesni pes dan juga audensi ke lembaga terkait. Secara praktek persoalan tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Abepura telah diadukan ke Komisi Pemberantas Korupsi, Dinas Inspektoral Propinsi Papua, Kanwilkemenkumham Propinsi Papua, Dinas Kesehatan Propinsi Papua dan lain sebagainya. Dari hasil pengaduan-pengaduan itu ada pihak yang telah memberikan jawaban atas pengaduan kami baik melalui surat balasan sebagaimana yang dilakukan oleh Kanwilkemenkumham Propinsi serta adapula yang menjawabnya melalui surat kabar sebagaimana yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Propinsi Papua. Melalui keduannya kami mendapatkan angka besaran anggaran Hak Nakes dalam Penanganan Covid-19 yang berbeda sehingga membuat pertanyaan tersendiri. Selain itu, dari pengaduan yang kami lakukan ke Komisi Pemberantasan Korupsi sampai saat ini kami belum mendapatkan perkembangannya. Sementara itu, Dinas Inspektoral Propinsi Papua telah memangil beberapa Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Abepura selanjutnya dilakukan pemeriksaan namun sampai saat ini kami belum mendapatkan keterangan selanjutnya. Pada kesempatan lain kami juga melakukan audensi ke anggota DPRP yang membidangi masalah kesehatan serta Pj Gubernur Propinsi Papua. Dalam audensi kami menyampaikan persoalan yang kami hadapi dan tuntutan kami, pada kesempatan yang terpisah kami mendapatkan jawaban yang sama yaitu DPRP akan mengelar sidang bersama eksekutif untuk membahas hak -hak tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Abepura. Sementara Pj. Gubernur Propinsi Papua mengatakan bahwa persoalan hak -hak tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Abepura telah dibahas dalam sidang dan akan direalisasi dalam anggarkan tambahan. Semua upaya yang dilakukan oleh Lembaga Bantuan Hukum Papua selalu dipublikasikan ke media masa baik cetak maupun elektronik. Selain itu, disebarkan melalui media social sehingga public mengetahui semua perjuangan tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Abepura bersama Lembaga Bantuan Hukum Papua.
Sambil menunggu realisasi pernyataan Pj. Gubenrur Propinsi Papua Lembaga Bantuan Hukum Papua dan Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Abepura dikejutkan dengan adanya Surat Undangan Klarfikasi yang dikeluarkan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Papua Nomor : B / 696 / VIII / RES.2.5 / 2023 / Direskrimsus tertanggal 24 Agustus 2023 atas dugaan tindak pidana informasi dan transaksi elektronik yang dilakukan oleh dua orang Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Abepura dan satu orang Advokat Lembaga Bantuan Hukum Papua.
Pada prinsipnya Laporan Pengaduan yang dilakukan oleh Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Abepura tertanggal 11 Agustus 2023 yang diteruskan dengan dikeluarkan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Papua Nomor : B / 696 / VIII / RES.2.5 / 2023 / Direskrimsus tertanggal 24 Agustus 2023 untuk memangil dua orang Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Abepura dan satu orang Advokat Lembaga Bantuan Hukum Papua merupakan upaya untuk membungkam hak atas keadilan tenaga kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Abepura yang didampingi Advokat atau Pemberi Bantuan Hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Papua. Selain itu, melalui Surat Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Papua Nomor : B / 696 / VIII / RES.2.5 / 2023 / Direskrimsus tertanggal 24 Agustus 2023 yang jelas-jelas mengabaikan dan/atau melanggar ketentuan “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan” sebagaimana diatur pada Pasal 16, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat dan ketentuan “Pemberi Bantuan Hukum tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam memberikan Bantuan Hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang dilakukan dengan iktikad baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan sesuai Standar Bantuan Hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau Kode Etik Advokat” sebagaimana diatur pada Pasal 11, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum maka jelas-jelas mencederai kerja Advokat dan/atau Pemberi Bantuan Hukum yang adalah Pembelah Hak Asasi Manusia yang wajib dilindungi oleh Komisi Nasional Komnas HAM RI sesuai Peraturan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2005 tentang Prosedur Perlindungan Terhadap Pekerja HAM.
Berdasarkan uraian diatas, Lembaga Bantuan Hukum Papua sebagai salah satu organisasi bantuan hokum (OBH) menegaskan kepada :
1. Kapolda Papua Segera Perintahkan Direskrimsus Polda Papua Hentikan Upaya Kriminalisasi Tenaga Kesehatan RSUD Abepura Dan Advokat LBH Papua sebagai bentuk penegakan Pasal 16, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat junto Pasal 11, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum;
2. Pj Gubernur Propinsi Papua dan Ketua DPRP segera perintahkan Direktur Rumah Sakti Umum Daerah Abepura Untuk Tidak Melanggar Pasal 16, UU Advokat junto Pasal 11, UU Bantuan Hukum dan Bayar Hak Tenaga Kesehatan Rumah Sakti Umum Daerah Abepura;
3. Kepala Kantor Wilayah Hukum dan HAM Perwakilan Papua segera perintahkan Kapolda Papua untuk tidak melakukan Kriminalisasi Pemberi Bantuan Hukum sesuai perintah Pasal 11, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum;
4. Propam Polda Papua segera perintah Direskrimsus Polda Papua hentikan Surat Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Papua Nomor : B / 696 / VIII / RES.2.5 / 2023 / Direskrimsus tertanggal 24 Agustus 2023 karena tidak sesuai perintah Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1) Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
5. Komnas HAM Republik Indonesia Cq Komnas HAM Republik Indonesia Perwakilan Papua segera perintahkan Kapolda Papua Cq Propam Polda Papua untuk menghentikan praktek Kriminalisasi kepada Pekerja HAM sesuai Peraturan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2005 tentang Prosedur Perlindungan Terhadap Pekerja HAM.
Demikian siaran pers ini dibuat, semoga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Atas perhatiannya disampaikan terima kasih.
Jayapura, 28 Agustus 2023
Hormat Kami
LEMBAGA BANTUAN HUKUM PAPUA
EMANUEL GOBAY, S.H.,MH
(Direktur)
Narahubung :
082199507613
Post. Admind
Komentar
Posting Komentar