Mantan Tapol dan Juga Aktivis HAM Viktor Yeimo Mengaku Demokrasi yang Benar di Papua Ketika Referendum Dilakukan Di Papua
Tetesan Air Mata Ibunda Kota Tua-Kita Jeruk- Melangkah Tanpa Las Kaki-Mantan Tapol Papua dan juga aktivis HAM mengatakan demokrasi yang benar itu ketika referendum dilakukan di Papua dan Pemilu besok, 14 Februari 2024 bukan bentuk demokrasi yang final di Papua. Hal tersebut dikatakan ketika diwawancarai The Papua Journal di Jayapura, Papua, Minggu (21/01).
"Demokrasi yang final itu ketika rakyat diberikan kebebasan menentukan nasib politik mereka melalui referendum bukan melalui pemilu Indonesia," tegas Victor Yeimo.
Silahkan, katanya, rakyat ikut pemilu politik praktisnya kolonial, tetapi sebagai pejuang, kami jelas katakan kepada Jakarta dan kepada rakyat Papua bahwa ini agenda kolonial. Agenda kami yang benar itu adalah ketika orang Papua diberikan hak untuk menetukan nasib sendiri atau referendum
Jadi, lanjut Victor, tidak ada harapan untuk orang Papua di dalam NKRI, sehingga pemilu itu bisa kita lihat sebagai satu bagian dari agenda menaklukan Papua dengan politik demokrasi yang sebenarnya, tidak ada jawaban atas persoalan inti yang baik untuk orang Papua menentukan nasib sendiri. Memang semua tidak ada yang lebih dari kepentingan oligarki yang berdarah-darah di Papua.
"Siapapun presidennya besok tetap akan dikelilingi oleh presiden yang statusnya sama. Ekonomi mereka (non OAP) sudah ambil sejak lama, politiknya sedang mereka ambil. Besok ketika orang Papua punya suara terbagi lalu politiknya melalui segelintir orang pendatang, itu tandanya sudah menjelang kemenangan bagi mereka untuk menguasai orang Papua lebih besar lagi," katanya lagi.
Victor Yeimo juga mengatakan kepada anak muda yang sedang calon legislatif (Caleg) itu merupakan hak caleg untuk mau memilih atau dipilih dalam Indonesia. Tetapi ada dua hal penting yang beliau sampaikan kepada anak muda.
"Pertama, kepada anak muda, ko yang pintar, ko yang baik, itu lebih baik bekerja untuk perjuangan Papua merdeka. Kalau mau pemilu, ya silahkan maju, tetapi ukuran demokrasinya dimana begitu?" tanyanya.
Kedua, kata Victor, ketika ko jadi pejabat ko mau buat apa di dalam Indonesia begitu? Karena nyatanya ko hanya memiliki posisi tetapi kekuasaannya dimiliki oleh Jakarta, ko hanya sebagai boneka di taruh di situ hanya sebagai wayang saja, mengerjakan agenda-agenda kolonial kemudia menyukseskan, kalau ko tidak menyukseskan itu jelas Jakarta akan bunuh ko.
Tetapi, lanjutnya, memang bagian dari demokrasi di dalam kolonial silahkan jalan, tetapi bagi kami Orang Asli Papua, demokrasi yang benar itu ketika orang papua diberikan hak untuk menentukan nasib sendiri.
"Saya lebih justru ajak dan berharap kepada pemuda yang ada di Papua untuk lebih meninggalkan demokrasi yang penuh dengan kemunafikan yang ada dalam kolonial dan kita lebih memajukan kualitas demokrasi kita yang lebih berguna dan maju untuk berjuang kemerdekaan Papua," tutur Victor lagi.
"Sangat sayang, kalau anak-anak muda yang pintar dan bagus tapi masuk didalam kolonial dan dipakai sebagai agen alat kolonial untuk ada didalam posisi-posisi itu, kalau ko punya pintar, ko punya hebat itu taruh untuk berjuang ko punya tanah," sesal Victor Yeimo lagi.
Menurut Victor Yeimo, situasi Papua hari ini ada banyak orang yang sedang berjuang, orang lain ada angkat senjata, orang lain ada melakukan konsilidasi dimana-mana, orang lain ada yang menderita tentang bagaimana selamatkan tanah, hutan, dan manusia yang sedikit lagi habis.
"Terus ko masuk di pemilu berpesta-ria dalam agenda-agenda kolonial itu kan sesuatu yang tidak boleh kalau dilihat dari nurani. Karena kalau dia mau menyangkal, dia punya nurani ya silahkan, itu urusan dia. Tetapi yang lain, yang sadar harus tetap terus berjuang untuk Papua harus merdeka," pungkasnya. Agustina Doo
Post. Admind
Komentar
Posting Komentar