Oleh: Marselino W Pigai
Tetesan Air Mata Ibunda-kota Tua-Holandia-Melangkah -Tanpa Alas Kaki- Selain itu, Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia tahun 1984 (Convention Against Torture /CAT) dan mengatur dalam statuta Roma. Kemudian Indonesia meratifikasi melalui UU No 5 tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang kejam, tidak manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia.Terlepas dari itu, diatur juga dalam UU No 39 tahun 1998 tentang Hak Asasi Manusia. Menurut pasal 1 Ayat 4 menerangkan, Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmasi maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh
pengakuan atau keterangan dari seseorang atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau
untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik.
Menurut Amnesty Internasional Indonesia seperti dijelaskan dalam alaman Amnesty.Id bahwa tindakan penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat adalah tindakan yang dilarang secara hukum. Tidak ada pembenaran apa pun untuk penyiksaan. Termasuk upaya untuk melakukan penyiksaan, serta tindakan keterlibatan atau partisipasi dalam penyiksaan, membantu negara lain untuk melakukan penyiksaan, atau kebijakan dari pejabat publik untuk menghasut, menyetujui, atau menyetujui penyiksaan, juga dilarang.
Negara punya mekanisme hukum sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku untuk melakukan tindak tegas terhadap pelaku korban kekerasan. Oleh karenanya, pelaku yang diduga TNI AD Non Organik Kodam III Siliwangi Yonif 300 Rider Bra Wijaya, dilakukan tindakan pembuktian secara tepat dan imparsial. Negara, sesuai dengan kewenangan untuk menegakkan hukum, wajib melindungi warga dari kekerasan, dan mencegah terjadinya kekerasan di waktu mendatang berulangnya pelanggaran HAM.
Dengan penjelasan yang ditunjukkan di atas, maka negara dengan segala kewenangan dan prosedur hukum yang ada, segera harus melakukan tindakan investigasi yang tepat, benar, imparsial dan transparansi. Ketika terbukti adanya penyiksaan, baik kasus Kekerasan yang terjadi di Puncak ataupun Yahukimo, segera menindak tegas, segera memberikan hukuman yang setimpal. Sedangkan dua siswa SMP di Yahukimo yang ditahan Polda Papua, harus dibebaskan karena mereka belum terbukti, secara fakta dan data yang tidak dapat dibuktikan.
Negara berkewajiban menghormati, melindungi dan memenuhi rasa keadilan bagi korban tindakan kekerasan.
Dugaan pelaku kekerasan adalah TNI non organik yang bertugas dengan dukungan kebijakan operasi militer, maka negara berhenti penyaluran dan ekspansi pendudukkan militer di Papua. Satuan-satuan militer non organik segera ditarik kembali karena justru menghadirkan situasi kemanusiaan yang mengganggu naluri kemanusiaan. Bahkan sampai kini upaya penanganan dengan pendekatan militer tidak menghadirkan kepuasan terhadap kebebasan masyarakat sipil di Papua. Keamanan sipil semakin sempit dan meningkatkan angka kekerasan yang termasuk dalam rekaman jejak kekerasan negara melalui fasilitas aparat militer Indonesia.
Post. Admin
Komentar
Posting Komentar