PAPUA BERGERAK, PAPUA BER-LITERASI", MEMAKNAI NATAL SEBAGAI KASIH

Oleh: Maiton Gurik
Jayapura, 23 Desember 2025.
Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua- Holandia Jayapura -Melangka Tanpa Alas Kaki- Disetiap bulan desember umat Kristiani pasti menunggu tanggal itu, enam hari sebelum berakhirnya tahun Masehi. Pohon-pohon pinus dipajang diruang tamu, dihalaman rumah, disamping kiri kanan, dihias dengan lampu berwarna-warni, dibawahnya beragam kartu & hadiah bertebaran. Didepan pintu anak-anak menunggu sinterclaus, mereka berharap: karung yang dipikul kakek tambun berbaju merah, yang lebih mirip orang Eksimo itu, berisi hadiah yang diidam-idamkan oleh anak-anak.

Dibanyak tempat, terutama kota2 besar setiap hari pagi tanggal 25 Desember itu, orang-orang datang ke Gereja. Bajunya baru, modelnya tak biasa, mungkin unlimited production dari satu batik ternama. Tubuhnya harum, kalau boleh saya menduga tentu parfumnya tidak seharga Rp, 30ribu, tapi merek-merek terkenal seperti Hugo, Calvin Klien, atau Versace. Di hadapan haltar Gereja mereka sujud berdoa, memuji Tuhan, bersorak-sorai merayakan natal, mereka sesungguhnya juga sedang mengharap kasih berkat dari Tuhan. Tetapi tahukah mereka ada yang ganjil diantara kemewahan yang dihadirkan pada saat natal itu, yang ganjil itu adalah makna "kasih". 

Ketika natal dimaknai dgn simbol2 kemewahan, diwaktu yg persamaan di sekitar kita banyak orang mati karena kelaparan, mati karena sakit penyakit dan ada yang di pisahkan dari keluarga karena kena musibah atau bencana yang harus membutuhkan sentuhan tangan dgn kasih yang tulus seperti Kristus mengasihi anak-anak-Nya.

Dalam konteks itu, saya teringat tepatnya di Kabupaten Yahukimo Papua, sekurang-kurangnya 55 penduduk mati karena kelaparan, di Kabupaten Mimika, anak-anak kecil dilanda atas penyakit busung lapar, di Kabupaten Asmat, anak-anak kurang lebih 72 mati karena kurang gizi, di Kabupaten Nduga anak-anak balita tak terhitung mati karena kurang adanya medis/dokter, warga sipil mengungsi karena operasi Militer dimana2 sampai detik ini bahkan tak lupa Suku Korowai Papua yang perlu butuh sentuhan tangan secara rohani & jasmani. Saya tidak tau dimanakah kasih itu telah kita tempatkan. Saya yakin Tuhan tdk pernah mengajarkan kita agar hidup bermewah-mewahan (kapitalis natal) pada saat yang sama ada saudara-saudara kita yang sedang menderita rohani & jasmani.

Diera modern ini, tak pernah terlintas dibenak kepala kita untuk memasukan kelaparan sebagai materi atau tema pembicaraan ketika berkumpul di warung2 kopi atau ruang2 terbuka. Tapi hari ini agaknya kita sulit untuk menafikannya. Yesus lahir dan hadir begitu nyata. Tetapi setelah dari warung kopi itu kita lupa & kemudian kembali sibuk mempersiapkan perayaan natal: mengajak seluruh anggota keluarga pergi ke mall, berbelanja makanan yang banyak, membeli baju baru, dimalam suci itu juga bersama seisi rumah kita menghias pohon natal dan dilengkapi dengan lampu berwarna-warni.
 
Dalam keadaan seperti itu, antara kesadaran akan keterbatasan diri dan hasrat untuk merayakan natal seperti ditahun-tahun sebelumnya, kita sesungguhnya sedang dituntun jadi abai tentang apa yang diajarkan Tuhan Yesus tentang kasih.Terlebih bila kita ingat bahwa makna kasih tidak sekedar cinta atau sayang, tetapi perasaan berbagi dengan sesama, kepada yang menderita & lapar. Pun, Rasul Yohanes pernah berkata: "anak - anakku marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau lidah, tetapi dengan perbuatan dan kebenaran". (baca:1 Yohanes 3:18).

Dengan kasih itu juga, Tuhan Yesus sedang mengirim pesan, sebuah message agar umatnya sadar untuk tidak merayakan natal secara berlebihan, sebuah natal yang lebih sederhana, tanpa baju baru, tanpa hadiah, namun hikmat. Kelahiran Yesus yg dirayakan adalah sebentuk kesederhanaan bukan sebaliknya.

Dihari2 belakangan ini, saya selalu mimpikan dana yang sudah anggarkan untuk membeli aksesoris dan hadiah natal dari umat Kristiani yang jumlahnya bisa mencapai jutaan rupiah, kemudian disisihkan sebagian untuk dikumpulkan. Lalu dibelikan beras, gula kopi, serta segala kebutuhan pokok lainnya, dan dikirimkan ke berbagai daerah yang sedang mengalami penderitaan & kelaparan, sehingga kita tidak lagi menyasikan sebuah ironi dari negeri yg kata koes plus, tanah surga-negeri dimana tongkat dan kayu bisa menjadi tanaman itu.

Saya pun sedikit ragu tapi saya punya harapan: natal yang sederhana itu tidak saja akan menyadarkan kita bahwa di Yahukimo, Mimika, Nduga, Suku Korowai, di asrama, panti asuhan, kos-kosan, di penjara, dirumah sakit serta disekitar lingkungan kita ada saudara-saudara kita yg juga menunggu hari yang serupa seperti kita. Natal yang sederhana itu dapat semakin lebih mempererat, persaudaraan, perdamaian, saling berbagi, saling memaafkan, diantara kita sesama umat manusia dalam kasih Kristus sebagai juruselamat bagi dunia.

Akhir kata, saya secara pribadi mengucapkan salam damai natal 25 Desember 2025 dan selamat menyosong tahun baru 1 Januari 2026. Kiranya Kristus yang lahir di kadang yang hina itu, terus membawah harapan dan sukacita baru bagi kita semua. Amin. Tuhan Memberkati! 

Pos. Admin 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JEJAK, KATA DAN KISAH, CINTA, PUISI, SANJAK

Menteri Investasi Indonesia Bahlil Lahadalia, Orang Sulawesi yang Mengklaim Diri Sebagai “Anak Papua”

TPNPB Kodap VIII Intan Jaya Kembali Baku Tembak Dan TPNPB Kodap XV Ngalum Kupel Tetapkan Wilayah Pengungsi