Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua Paniai- Melangkah Tanpa Alas Kaki-Saatnya Pemerintah Indonesia hentikan semua kebijakan poltik pembangunan berkedok akomodasi modal korporasi oligarki dan kapitalisme di Papua.
Segera dorong perundingan politik sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah segera kencatan senjataTPNPB DAN TNI/ Polri di Papua.
Kekerasan di Papua sejak bukan hal yang baru, ini sudah terjadi sejak 1961 tepatnya 19 Desember Trikora dikumandangkan oleh Soekarno untuk operasi militer dan aneksasi bangsa papua ke dalam indonesia untuk kepentingan ekonomi politik dan bagian dari neokolonialisme.
Pemerintah indonesia memiliki tanggung jawab penuh atas korban sipil di Papua, sikap acuh tak acuh yang ditunjukan oleh pemerintah indonesia terkesan sengaja memelihara konflik ini terus menelan nawa rakyat yang tak berdosa.
Jika negara tidak mengambil tindakan poltik yang damai dan bermartabat seperti negosiasi atau perundingan damai secara bermartabat namun terkesan mengabaikan ini ada kepentingan.
Kami bisa menduga konflik bisa dilihat sebagai strategi negara untuk menjadikan wilayah Papua sebagai wilayah yang tidak aman dan daerah operasi militer DOM dan Daerah Darurat Sipil DDS agar negara kirim militer di Papua.
Dimana negara memastikan darah papua diisolasi dan dikepung dengan kekuatan militer agar kepentingan korporasi oligarki penguasa dan kapitalisme dengan aman mengekplorasi sumber daya alam di Papua.
Hal itu bisaa dilihat dalam pemerintahan Rezim Prabowo Sugianto dan Gibran Rakabumi raka merencanakan program Hilirisasi, program PSN di Papua dan Pengesahan undang-undang TNI serta militerisasi kepala daerah di Papua.
Untuk itu Negara pelihara konflik di Papua demi kepentingan ekonomi terus mengorbankan rakyat sipil maupun militer terus menjadi korban.
Selain pembiaran korban rakyat sipil Negara juga sedang menciptakan neraka di Papua melalui berbagai kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat Papua.
Kebijakan diskriminatif dan pelanggaran HAM yang brutal, dia menjalankan kekuasaan dengan tangan besi dibalut dengan pelayanan publik yang tidak etis dan penghormatan terhadap martabat kemanusiaan.
Menghancurkan solidaritas memecah belah nasionalisme dan persatuan demi memuaskan ambisi pribadi dan keserakahan yang tak terpuaskan.
Alat negara berguna untuk membungkam bagi mereka yang Melawan.
Tirani mempertajam politik indentitas saudara menjadi lawan permusuhan dan ketakutan melanda, teror dan ancaman meraja lelah,tidak hanya raga jiwa pun merana. Dipaksa tunduk pada patuh, pada sang raja menjelma menjadi malaikat, manusia superior.
Rakyat sipil orang Asli Papua maupun non Papua terus jadi korban akibat perang TPNPB Dan TNI/Polri 7 tahun terakhir ini di Papua. Ini kelalaian atau kesalahan Pemerintah Indonesia hanya mementingkan nafsu kekuasan dan kepentingan oligarki daripada keadilan bagi rakyat.
Pemerintah Indonesia harus bertanggung jawab atas koran baik sipil maupun militer TNI/Polri, Dan TPNPB serta rakyat sipil.
Negara memelihara konflik berdampak pada korban sipil negara hanya utamakan kepentingan politik kekuasan dan kepentingan investasi ekonomi di Papua tetapi tidak peduli kemanusiaan di Papua.
Negara kirim militer besar-besaran di Papua untuk melindungi investasi, kirim tenagah guru tenagah kesehatan di papua ibarat di pedalaman ibarat buang umpan di mulut sirigala ganas.
neokolonialisme dan praktek otoritarianisme dibalut dengan makanan bergizi upaya pencitraan pemerintahan depotisme oligarki. Otoritarianisme adalah sistem pemerintahan dikendalikan oleh kelompok kecil oligarki yang berpusat di tangan kelompok kecil.
Otoritarianisme juga berbicara tentang Kelompok oligarki mengendalikan negara membatasi kebebasan politik, mempersempit ruang dialog dan hak berexpresi, mengendalikan arus informasi dan pengetahuan.
Praktek otoritarianisme kerap masuk mengendalikan kebijakan Sipil menggunakan kekuatan militer, mengintervensi kebijakan kurikulum dan mengendalikan proses belajar mengajar untuk menanamkan ideologi yang mendukung kekuasaan.
Dalam tindakan politik dan kebijakan Otoritarianisme dalam realisasi meskipun melanggar hukum dan dehumanisme serta prinsip demokrasi tetapi selama tindakan tersebut mempertahankan kekuasaan maka hal itu benar tidak boleh diprotes.
Otoritarianisme kerap mengendalikan lembaga-lembaga negara menggunakan kekuasaan dan menggunakan institusi negara Legislatif dan birokrasi eksekutif juga yudikatif agar, aturan bisa dimanipulasi untuk kepentingan kekuasaan. Semua kebijakan politik harus mendukung program seperti transmigrasi yang menguntungkan kekuasaan oligarki.
Mengubah atau memanipulasi regulasi aturan hukum dan konstitusi, melanggar aturan hukum dan norma sosial untuk melanggengkan kekuasaan politik oligarki kolonialisme.
Termasuk kebijakan dan regulasi yang membungkam suara-suara kritis yang menuntut keadilan dan Hak kebebasan menyampaikan pendapat atas nama keamanan negara dan menjaga Kamtibmas.
Menciptakan rasa ketakutan, teror intimidasi secara fisik maupun psikis untuk menggu mentalitas dan membunuh nalar pemberontakan serta menghukum langkah keberanian agar tidak melakukan perlawanan terhadap penindasan.
Otoritarianisme menciptakan ketidakadilan, kesenjangan kemiskinan, kekerasan dan praktek dehumanisasi untuk mempertahankan kekuasaan dan mengendalikan kehidupan rakyat.
Di sisi lain orang non papua datang di Papua cari makan dan mencari kesejahteraan di papua karena tanah tempat sumber produksi mereka negara rampas atas nama pembangunan dan kesejahteraan namun rakyat indonesia hidup dalam kemiskinan.
Negara menciptakan kemiskinan terhadap rakyat indonesia sehingga mereka merantau di Papua untuk cari makan akhirnya jadi korban.
Selain itu pernyataan panglima maupun kabid humas polda papua sempat menyampaikan anggota polisi maupun tni ditempatkan sebagai tenaga kerja kesehatan, guru dan sektor pangan berakibat korban.
Orang Papua sering menyampaikan berhenti kirim militer, kirim transmigrasi ke papua sebelum menyelesaikan konflik politik menjadi akar persoalan di Papua namun pemerintah indonesia tidak menggubris hal tersebut.
Demi mengakhiri korban sipil maupun korban militer semua pihak terutama pimpinan gereja organisasi sipil selalu serukan perundingan politik namun pemerintah indonesia lalau mengabaikan mengirim militer di Papua.
Nega hanya bernafsu merampas tanah untuk investasi dan mengeruk sumber daya alam di Papua namun tidak mau menciptakan keadilan perdamaian di Papua.
Terkesan negara sengaja memelihara konflik di Papua dan mempekuat atau menempatkan militer hanya untuk mengawal program hilirisasi dan pembangunan yang dikontrol militer namun mengabaikan nasib rakyat sipil jadi korban kekerasan dan pengungsi di papua.
Presiden prabowo beberapa hari lalu menyerukan indonesia siap menerima pengungsi Palestina dan siap menabung di indonesia namun bagaimana korban konflik di Papua ribuan rakyat masih mengungsi sampai sekarang masih hidup dalam pengungsian.
Selain itu ada korban sipil maupun militer berjatuhan di Papua.
Saatnya negara harus mengambil keputusan politik untuk mengakhiri konflik di Papua, Pemerintah Indonesia, Aktor politik di Papua termasuk TPNPB duduk satu meja mendorong perundingan difasilitasi oleh pihak yang netra.
TNI/Polri dan TPNPB segera lakukan gencatan senjata untuk mendorong negosiasi damai atau perundingan untuk mencari jalan penyelesaian akar konflik di papua secara damai dan bermartabat.
Negara juga harus bertanggung jawab terhadap rakyat jadi korban karena negara tidak mengambil tindakan poltik demi perdamaian di Papua.
Pos. Admin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar