Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua- Raja Ampat- Melangkah Tanpa Aas Kaki-Sekarang baru saya sadar. Egianus lebih baik daripada Bahlil. Kogeya berjuang di hutan untuk menjaga tanah Papua. Sedangkan Bahlil berusaha di kota–Jakarta untuk merusak alam Papua (Raja Ampat).
Kogeya adalah orang asli Papua. Sedangkan Bahlil adalah orang non-Papua yang lahir di luar Papua, tapi besar di Papua (Fakfak). Kemudian kerap mengaku diri anak Papua juga.
Arah perjuangan kedua tokoh ini sangat menarik. Coba kita baca sampai habis.
Egianus berusaha agar bisa menjaga keutuhan alam dan segala satwa ciptaan Allah di Tanah Papua, yang menjadi sumber kehidupan bagi orang Papua. Sedangkan Bahlil dengan kekuatan aparat keamanan dan militer berusaha merebut, menguasai secara paksa dan mengeksploitasi Tanah Papua secara sistematis.
Kogeya angkat senjata untuk mempertahankan harkat dan martabat orang Papua. Tetapi Lahaladia mengaku diri orang/anak Papua [dengan modal pernah tinggal di Fakfak], lalu menginjak-injak harga diri orang Papua dengan kekuasaanya.
Egianus berjuang keras dengan mempertaruhkan nyawanya di hutan agar generasi penerus Papua kedepan tidak kehilangan masa depan dan kekayaan alamnya. Beda dengan Bahlil, ia berusaha keras di Jakarta dengan mempertaruhkan manusia dan tanah Papua sebagai modal komoditas politik dan ekonominya.
Hampir sebagian besar wilayah adat Ndugama itu daerah potensial, yang mengandung emas, uranium dan lainnya. Wilayah itu berdekatan dengan Freeport. Perusahaan raksasa itu bisa saja masuk melakukan operasi pertambangan dari atas permukaan.
Namun, selama 60-an tahun ini, keberadaan orang tua Kogeya hingga dirinya berhasil memperlemah hasrat para penguasa dan pengusahan besar. Bahkan laki-laki berusia 20-an tahun itu mampu mempertahankan tanah adatnya dengan harga yang sangat mahal, yaitu darah dan nyawa.
Sementara itu, Bahlil ini orang baru. Tidak hanya di Papua. Leluhur dan nenek moyang kami tidak mengenalnya. Memang demikian karena tidak punya relasi apapun. Kecuali relasi dalam kepentingan politik edeologis dan prakris yang sarat dengan kepentingan ekonomi pula.
Karirnya nampak pada 15 tahun terakhir. Pernah menjadi Menteri Investasi Indonesi, Koordinator Penanaman Modal. Sekarang menjadi Menteri ESDM Indonesia. Lalu berusaha sekuat tenaga agar menguasai seluruh wilayah pertambangan emas, uranium, nikel dan lainnya di Papua dengan berbagai macam dalil.
Dulu saya mengatakan bahwa Egianus Kogeya itu penjahat, teroris dan pengacau. Hanya karena dia pegang senjata dengan kaki kosong/sepatu lumpur, rambut lingkar, kumis panjang, pakaian kotor, kalung di leher, gelang di tangan, dan busana di kepala. Tapi ini saya keliru besar.
Sekarang baru saya sadar, bahwa apa yang saya katakan pada Egianus itu, benar-benar salah. Saya terlalu bodoh. Saya terlalu cepat ambil kesimpulan dan keputusan. Bahkan terlalu dini memberi "cap atau stigma" yang buruk kepada Egi dan kelompoknya.
Saya menjadi korban atas pemberitaan di media masa. Saya mungkin terlalu mudah percaya apa kata orang, kabaar angin dan burung. Karena itu saya cepat sekali termakan isu hoax.
Sekarang baru saya makin tahu, bahwa apa yang Egianus perjuangkan selama ini mempunyai niat yang tulus dan ikhlas. Dia dan rekan-rekannya berusaha melawan penjahat, pencuri, pengacau dan perusak alam Papua, termasuk Raja Ampat ini.
Sekali lagi mereka melawan penjahat, pencuri dan perusak alam yang pakai pakaian rapi, jas, celana panjang, sepatu, kaca mata riben, dasi, mobil, dan lainnya. Mereka lawan keserakahan manusia yang mencari uang atas nama agama, Tuhan, kemanusiaan, kesejahteraan, pembangunan, kemajuan dan lainnya di samping meningkatkan pemanasan global itu.
Selain tadi, dulu juga saya pikir Egianus penjahat dan teroris yang sandera pilot asal Selandia Baru. Tapi pada akhirnya ia serahkan dengan cara yang baik dan sangat manusiawi tanpa melukai sedikitpun. Padahal sebumnya mengancam akan membunuh orang asing itu.
Berbeda dengan yang dimainka Bahlil hari ini. Dia membuka saham di sejumlah tempat. Kemudian sandera para pemilik dengan janji-janji manis. Katanya akan kasih uang, mobil, peremouan, rumah, jamin pendidikan, kesehatan dan lainnya. Tapi setelah jadi buang jauh-jauh seperti sampah.
Sebenarnya tidak masalah. Bahlil sebagai warga negara Indonesia punya hak untuk membangun investasi berkelanjutan. Tapi kalau dengan cara: mengeluarkan ijin untuk merebut tanah dengan cara yang tidak benar: menyingkirkan hak-hak masyarakat adat, membatasi partisipasi masyaramat adat, menghilangkan kendali hidup masyaramat dan lainnya tidak dapat dibenarkan atas nama apapun.
Saya percaya Tuhan Allah sekalipun tidak akan menerima cara-cara Bahlil di Papua ini. Jangankan Yesus Kristus, Muhamad SAW sekalipun tidak akan merestui kejahatan berbalut kebaikan.
Dulu saya benar-benar menolak jalan yang ditempuh Egianus Kogeya. Tapi setelah menyadari saya mengakui ini. Lihat saja: dalam 5-10 tahun terakhir, Kogeya berhasil menjaga tanah dan hutan adat di Ndugama, teemasuk di Hugulama, Juyawage, Mumugi, dekat Asmat dan Yahumimo dengan kekuatan senjata.
Sedangkan pada saat yang sama, Bahlil membangun sejumlah perusahaan dan terus berusaha menganggu keutuhan alam di Tanah Papua demi meraup keuntungan semata.
Dulu saya juga sempat marah Egianus Kogeya telah membunuh pekerja jalan trans, tukang bangunan dan masyarakat sipil atas nama nasib dan masa depan manusia dan tanah Papua.
Namun, setelah merefleksikan dan membandingkan dengan blusukan-blusukan Bahlil pada belakangan ini untuk merusak tanha Papua, saya lebih menghormati Egianus kerimbang Bahlil.
Saya kira Bahlil p*****t besar di Indonesia, termasuk Papua ini. Karena IUP yang ia keluarkan menghilangkan sumber mata pencaharian hidup, menimbulkan pencemaran lingkungan, membuat masyaramat terjangkit penyakit, sakit dan meninggal dunia. Sampai pada gilirannya harus jatuh miskin di atas tanah leluhur yang kaya raya.
Akhirnya, kita haru jujur katakan: Egianus lebih baik daripada Bahlil. Bahkan lebih bermoral daripada dia. Lebih beradab dari anak yang menjual nama Papua. Lebih bermartabat daripada Lahaladia.
Niscaya, Kogeya dkk lawan perusahaan dan pengusaha yang merusak alam Papua–menjaga keutuhannya. Tetapi Bahlil hadir untuk merebut dan menguasai tanah supaya mendapatkan keuntungan dari hasil kerusakan alam Papua.
Egianus tidak membunuh orang, hewan dan binatang serta merusak alamnya sembarangan. Kecuali melawan aparat keamanan dan militer, pekerja di perusahaan serta mata-matanya.
Sedangkan Bahlil dkk kasih keluar IUP hingga mengancam nasib dan masa depan manusia, alam semesta serta segala satwa yang ada di Tanah Papua. Tak peduli kedeoan orang rasakan apa.
Dari sini, setidaknya sebagai manusia yang berakal budi, kita bisa membandingkan: siapa yang lebih jahat; penjahat berdarah dingin atau panas.
Kogeya rupanya memberi harapan pada masa depan orang Papua dan non Papua yang lama hidup serta berkarya di Tanah Papua, walaupun jalan itu sangat berat.
Beda dengan pace satu itu. Ia membangun trauma: kita pikir anak-anak lahir besar Papua tidak akan menyakiti orang Papua, ternyata peran Bahlil hari ini memberi catatan khusus bagi orang Papua untuk direfleksikan kedepannya.
Semoga kedepan ada jalan bagi Tanah Papua, khususnya Raja Ampat. Kita tunggu kehendak dan kesadaran baik Bahlil sebagai "anak Papua": apakah dia hentikan sementara waktu saja, setelah sunyi akan perintahkan PT. Gag Nikel untuk melanjutkan aktivitas pengerusakan basis Global Geopark dan Cagar Biosfer UNESCO di Raja Ampat? Atau dalam waktu dekat akan mencabut IUP yang dikeluarkan dari Kementerian ESDM yang dia sendiri pimpin saat ini?
POS. Raja Ampat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar