Jumat, 25 Juli 2025

BTM SALAH PILIH WAKIL Mengapa Costan Karma Bukan Pilihan Tepat

Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua- Kota Abepura Jayapura -Melangka Tanpa Alas Kaki- Keputusan Benhur Tomi Mano (BTM) untuk memilih Costan Karma sebagai calon wakil gubernur dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Papua 2025 pada 6 Agustus nanti patut dipertanyakan.

 Dalam kancah politik yang semakin kompetitif dan berlapis, langkah BTM ini tampak sebagai kesalahan strategis yang bisa menggerus elektabilitasnya secara signifikan. Mengapa demikian? Karena BTM telah mengabaikan salah satu kunci kemenangan dalam politik Papua hari ini: representasi Muslim Papua.

Pilihan ini menjadi lebih kontroversial mengingat lawan politiknya, Mathius Fakhiri, adalah seorang Muslim Papua yang berpasangan dengan Aryoko Rumaropen. Pasangan ini dengan cerdas membaca peta sosial-politik Papua, khususnya demografi pemilih yang semakin inklusif dan plural. Fakhiri tidak hanya merepresentasikan ketegasan aparat keamanan, tapi juga mampu menyentuh hati pemilih Muslim, baik dari kalangan pendatang maupun Orang Asli Papua (OAP) sendiri.

Sebaliknya, BTM justru memilih Costan Karma, sosok yang memang dikenal dalam lingkaran birokrasi dan politik, namun tidak merepresentasikan perluasan basis suara ke komunitas Muslim yang signifikan di Papua. Dalam konteks politik Papua yang kian dinamis, ini adalah sebuah kekeliruan besar.

Lupakan Kekuatan Basis Muslim Papua, Lupakan Kemenangan

BTM seakan melupakan bahwa keberhasilan politiknya di masa lalu juga didorong oleh dukungan kuat dari komunitas Muslim Papua. Kita tidak bisa menutup mata bahwa tokoh-tokoh dan alim ulama adalah motor penggerak penting dalam menyatukan kekuatan Muslim untuk mendukung BTM sebagai wali kota Jayapura hingga mengantarnya ke panggung Pilkada Provinsi.

Jaringan Muslim Papua bukan hanya berpengaruh secara jumlah, tapi juga memiliki infrastruktur politik yang kuat — dari masjid, komunitas pedagang, hingga simpul pendidikan dan sosial. Kehadiran mereka dalam konstelasi Pilkada bukan hanya sebagai penonton, melainkan sebagai kingmaker. Dengan memilih Costan Karma, BTM seakan melepaskan dukungan itu begitu saja.

Menutup Pintu untuk Politik Rekonsiliasi Identitas

Papua adalah tanah plural, dan dinamika identitas kini menjadi elemen penting dalam politik. Di tengah isu-isu kebangsaan, disintegrasi, dan konflik sosial, rekonsiliasi simbolik melalui pasangan politik lintas identitas menjadi sangat penting. Jika BTM memilih tokoh Muslim Papua sebagai wakil — sebut saja nama-nama potensial seperti Tony Wanggai, Felix Wanggai, atau bahkan sosok muda Muslim Papua lainnya — maka pesan politik yang ditangkap rakyat adalah: "BTM pemimpin semua golongan."

Sebaliknya, keputusan mempertahankan poros kekuasaan lama yang homogen justru membatasi ruang gerak BTM untuk merangkul suara baru. Politik eksklusif semacam ini adalah langkah mundur di tengah kebutuhan Papua akan kepemimpinan yang menyatukan, bukan mengkotak-kotakkan.

Akan Terulang Kesalahan Yermias Bisay?

Publik masih mengingat bagaimana keretakan politik antara BTM dan Yermias Bisay memberi celah munculnya konflik internal sehingga pecah kongsi dan berujung ke sidang Mahkamah Konstitusi. Kini, alih-alih memperbaiki kesalahan tersebut dengan memilih pasangan yang lebih strategis dan mewakili kepentingan luas, BTM tampak kembali melangkah dalam pola yang sama. Costan Karma bisa saja memiliki kapasitas teknokratis, tetapi dalam arena elektoral, kapasitas harus ditopang oleh basis massa — dan inilah yang tidak ia miliki.

Waktu Semakin Sempit, Risiko Semakin Besar

Dengan waktu yang semakin mendekati PSU 6 Agustus 2025, peluang BTM untuk memperbaiki keputusan ini nyaris tidak ada. Namun, opini publik masih bisa dibentuk. Masyarakat Papua, khususnya komunitas Muslim, tentu akan menilai bahwa suara mereka tidak dianggap penting dalam konstelasi politik BTM. Jika hal ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin mereka akan mengalihkan dukungan ke pasangan Mathius Fakhiri - Aryoko Rumaropen.

Sejarah telah mencatat bahwa kemenangan dalam Pilkada bukan hanya ditentukan oleh kekuatan personal, tetapi juga oleh kebijaksanaan dalam memilih pasangan. Dalam hal ini, BTM keliru melangkah. Dan kesalahan memilih wakil bisa berarti kehilangan kursi kekuasaan.

Pos.Admin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KOMITMEN BUPATI TOLIKARA, TIDAK BOLEH ADA NYAWA YANG HILANG SIA SIA KARENA DITOLAK OLEH LAYANAN RUMAH SAKIT

Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua- Tolikara -Melangka Tanpa Alas Kaki-    Tanah Injil Tolikara - Beberapa waktu lalu, Tanah Papua...