Tubuhku terpaku di hadapan tingkap. Kepala kurapatkan pada jeruji besi. Dua tangan ini mendekap lembut ini tubuh ; menghanyutkan diri dalam lamunan.
Pada permukaan kaca kulihat bayanganku dengan rupa murung ; sedih pun dilarung — rindu tidak terbendung.
Kumenatap kaki langit berubah warna. Jingga berkuasa pasca dipaksa senja. Aku sadar Sebentar lagi malam datang, dan sang surya akan berpamitan ; mengucapkan selamat tinggal.
Kumelihat sekawanan burung bangau terbang di awang-awang, riang mengepakkan sayap menuju ke sarang. Dalam hati ingin kuberteriak kencang, "wahai sekawanan bangau, bawa serta rinduku ini ke kampung halaman!"
Kepada angin yang berhembus melewati jendela kamar, kutitipkan salam rinduku pada rumah yang telah lama kutinggalkan.
Aku rindu pada suasana kamar yang berantakan di setiap paginya, kata ibu serupa kapal tanker yang pecah berantakan. Aku rindu akan kegaduhan di setiap malam, kalau kata bapak berisik macam sedang keramaian di pasar.
Wahai sekumpulan awan yang beriringan di angkasa, tolong tangkap rindu yang kulambungkan ; gantungkan di setiap badan kalian. Jika rombongan kalian sedang melayang di atas kampung halamanku, jatuhkan rinduku tepat kepada rumah yang kutuju.
Yegema.
Dagokebo| 25 Desember 2023
Komentar
Posting Komentar