Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua- Kabupaten Bintuni -Melangka Tanpa Alas Kaki- Konflik bersenjata antara TPNPB dan TNI di Kampung Moyeba, Distrik Moskona Utara, telah memicu pengungsian besar-besaran warga sipil dari sembilan kampung di dua distrik, pada 11 Oktober 2025.Insiden baku tembak TPNPB dengan militer Indonesia di Bintuni, diketahui setelah manajemen Markas Pusat KOMNAS TPNPB menerima laporan resmi dari Mayor Manfred Fatem bersama Manuel Aimau serta Komandan Kowip 1, Ruftis Bernabas Muuk dari medan perang di Teluk Bintuni.
Lebih dari 194 jiwa termasuk anak-anak dan perempuan terpaksa bertahan di hutan tanpa makanan, air bersih, atau layanan kesehatan. Rumah, sekolah, dan gereja mereka ditinggalkan dan sebagian dilaporkan mengalami perusakan akibat operasi militer.
Kami menegaskan bahwa kehadiran militer Indonesia (TNI) di wilayah sipil tidak dapat dibenarkan dan telah menimbulkan trauma mendalam bagi masyarakat. Warga menolak kembali karena takut intimidasi, penangkapan, dan kekerasan dari aparat keamanan.
Kondisi ini bukan sekadar krisis kemanusiaan, tetapi krisis keadilan dan kemanusiaan bangsa. Negara seharusnya memiliki kewajiban untuk melindungi seluruh rakyatnya, bukan menakuti mereka.
Oleh karena itu, Kami menuntut:
1.Hentikan segera operasi militer di wilayah sipil di Teluk Bintuni dan seluruh Tanah Papua.
2.Tarik pasukan TNI dari wilayah pemukiman warga di Moskona.
3.Buka akses bagi lembaga kemanusiaan independen dan media untuk memantau kondisi para pengungsi.
4.Jamin keselamatan dan perlindungan hukum bagi semua warga sipil yang terdampak.
5.Hentikan Penyisiran dan Penangkapan sewenang-wenang terhadap Masyarakat Adat di Moskono, teluk Bintuni.
Kami mengajak gereja, advokat, pemerhati HAM, organisasi kemanusiaan, akademisi, dan masyarakat sipil di seluruh Indonesia dan dunia untuk bersolidaritas dan mengawal situasi ini secara kritis.
Suara publik adalah benteng terakhir kemanusiaan. Diam berarti membiarkan kekerasan terus berulang.
Mari berdiri bersama rakyat Papua untuk menghentikan kekerasan, menegakkan kemanusiaan, dan memulihkan martabat manusia.
English Version:
Stop Military Operations in Teluk Bintuni! Protect Civilians, Open Humanitarian Access Now!
Teluk Bintuni, October 20, 2025
An armed clash between the West Papua National Liberation Army (TPNPB) and the Indonesian National Armed Forces (TNI) on October 11, 2025, in Moyeba Village, Moskona Utara District, has triggered a mass displacement of civilians from nine villages across two districts.
As of now, more than 194 people, including children and women, have been forced to take refuge in the forest without access to food, clean water, or medical care. Their homes, schools, and churches have been abandoned, and several have reportedly been damaged or destroyed as a result of ongoing military operations.
We firmly state that the presence of Indonesian military forces (TNI) in civilian areas cannot be justified and has caused deep trauma among local communities. Many residents refuse to return to their villages out of fear of intimidation, arbitrary arrests, and violence by security forces.
This situation represents not only a humanitarian crisis but also a crisis of justice and humanity within the nation. The State has a constitutional obligation to protect all of its citizens—not to instill fear or perpetuate violence against them.
Therefore, we demand:
1.An immediate end to all military operations in civilian areas in Teluk Bintuni and across West Papua.
2.Withdrawal of Indonesian military forces (TNI) from residential areas, particularly in the Moskona region.
3.Unrestricted access for independent humanitarian organizations and the media to monitor the condition of displaced civilians and deliver emergency aid.
4.Guarantees of safety and legal protection for all civilians affected by the conflict.
5.An immediate halt to arbitrary raids and arrests of Indigenous Papuans in the Moskona area, Teluk Bintuni.
We call upon churches, human rights defenders, humanitarian organizations, academics, and civil society groups across Indonesia and around the world to stand in solidarity and critically monitor this situation.
The voice of the public is the last defense of humanity. Silence means allowing violence to continue. Let us stand with the people of Papua to end militarization, uphold humanity, and restore human dignity.
pos. Admin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar