Langsung ke konten utama

Secarik surat terbuka dari Mahasiswa DPP FISIPOL UGM lintas angkatan

Artikel, inspiratif BERITA 
Kepada: 
Pak Pratikno dan Mas Ari Dwipayana 
Guru-guru kami di Dept. Politik dan Pemerintahan (DPP) FISIPOL UGM 
Izinkan kami menuliskan surat ini untuk menyampaikan rasa cinta sekaligus kecewa atas Demokrasi 

Rasanya baru kemarin kami mendengar ceramah Pak Tik dan Mas Ari di kelas mengenai demokrasi. Kami diyakinkan bahwa demokrasi merupakan sebuah berkah yang harus kita jaga selalu keberlangsungannya. Bagaimana tidak? Indonesia telah bertransformasi dari salah satu simbol otoritarianisme terbesar di dunia menjadi salah satu negara demokrasi paling dinamis di Asia. Transisi ini ditandai oleh beberapa hal, mulai dari penarikan angkatan bersenjata dari politik, liberalisasi sistem kepartaian, pemilu yang jurdil, kebebasan berbicara, kebebasan pers, serta hal-hal lainnya. Semua itu tidaklah mudah dilakukan di negara dengan masyarakat majemuk, yang pada saat itu sedang berjuang untuk pulih dari dampak krisis keuangan. Karena itu, semuanya sangat patut kita syukuri. 

Namun, sayangnya, lebih dari 20 tahun sejak datangnya berkah tersebut, demokrasi Indonesia justru mengalami kemunduran. Melihat situasi perpolitikan Indonesia saat ini, rasanya kami semakin resah, sama seperti Mas Ari yang khawatir dengan harga tinggi demokrasi atau seperti Pak Tik yang resah dengan otoritarianisme Orde Baru seperti disampaikan dalam beberapa tulisan di masa lalu. 

Tahukah Pak Tik dan Mas Ari, kenapa kami resah? Sejak 2019 kami telah turun ke jalan untuk memprotes banyak hal yang kami rasa mengancam demokrasi. Ada revisi UU KPK, terbitnya UU Ciptakerja, revisi UU ITE, dan lainnya. Justru hari ini, di tengah perhelatan Pemilu 2024, kita menyaksikan demokrasi sedang menuju ambang kematiannya. Rakyat disuguhi serangkaian tindakan pengangkangan etik dan penghancuran pagar-pagar demokrasi yang dilakukan oleh kekuasaan. Para penguasa dengan tidak malu menunjukkan praktik-praktik korup demi langgengnya kekuasaan. Konstitusi dibajak untuk melegalkan kepentingan pribadi dan golongannya. Melihat ini semua, rasanya demokrasi Indonesia bukan hanya sekedar mundur ataupun cacat, tetapi sedang sekarat. 

Kita melihat bersama, bahwa kekuasaan telah merusak pagar yang menjaga agar demokrasi tetap hidup dan terus dapat dirayakan. Jika pada akhirnya demokrasi kita, demokrasi milik rakyat Indonesia ini, mati, maka sejarah akan mengingat siapa saja pembunuhnya. Untuk itu, menjadi keharusan bagi seluruh pihak untuk menyadarkan kekuasaan atas perbuatannya. 

Tolong bantu kami mengingat, bukankah peran yang Pak Tik dan Mas Ari ambil dalam pusaran kekuasaan adalah suatu bentuk upaya untuk menjawab tantangan tersebut? Ijinkan kami kaitkan hal itu dengan pelajaran yang pernah kami dapat di DPP. 

Antonio Gramsci, pemikir yang sangat sering dikutip oleh Mas Ari, membedakan kaum intelektual menjadi dua jenis: intelektual tradisional dan intelektual organik. Intelektual tradisional adalah sekelompok intelektual yang membantu melegitimasi kekuasaan kelas penguasa. Para intelektual tradisional ini menjadi alat para penguasa dalam mengokohkan konsolidasi mereka atas kekuasaan, dan dalam konteks saat ini, intelektual hanya menjadi instrumen penjustifikasi bagi penguasa dalam melegitimasi kebijakan yang cenderung mendorong kemunduran demokrasi. Intelektual organik didefinisikan Gramsci sebagai intelektual yang kritis pada kekuasaan, berpikir bebas, dan berlandaskan nilai kemanusiaan. Intelektual organik memang bisa menjadi ancaman utama terhadap ambisi-ambisi licik kelas penguasa. Mereka mampu menyadari segala niat busuk penguasa yang berlindung dibalik diksi “stabilitas”, yang sejatinya bermakna stabilitas bagi upaya konsolidasi kekuasaan yang semena-mena. 

Di luar klasifikasi biner ala Gramsci, terdapat satu jalur alternatif bagi para intelektual yang oleh guru kami yang lain, koleganya Pak Tik dan gurunya Mas Ari, yakni Mas Cornelis Lay (Conny), disebut sebagai “intelektual jalan ketiga”. Jalur alternatif ini adalah jawaban dari peran yang dilematis bagi para intelektual untuk menjadi bagian dari kekuasaan, atau menjauhinya atas dasar nilai kemanusiaan. Mereka adalah intelektual yang mampu dengan leluasa keluar masuk kekuasaan, tanpa perlu mengorbankan karakter akademisnya yang bebas, kritis, dan bijak. Untuk bisa leluasa dengan aksesibilitas “keluar masuk” kekuasaan, Mas Conny menekankan “penilaian yang matang dan menyeluruh” dengan berlandaskan pada integritas keilmuan dan kredibilitas bagi kaum intelektual. Poin utamanya adalah bagaimana para intelektual bisa bersahabat dengan kekuasaan tetapi tetap membawa nilai dasar intelektual, demi kepentingan pembebasan manusia dan pemuliaan kemanusiaan. 

Pemerintahan saat ini jelas berada dalam upaya melanggengkan kekuasaan, terbilang tidak anti-intelektual dan malah mendegradasi intelektualisme, tetapi justru disokong oleh banyak intelektual sebagai instrumen “stempel” dan pihak justifikasi kebijakan penguasa. Lalu, berada di jalan mana para intelektual yang saat ini menjadi bagian kekuasaan berada? 

Dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar, Mas Conny berkata: 
“Dosa terbesar kaum intelektual tidak diperhitungkan berdasarkan jumlah kesalahan yang dibuat, tetapi oleh kebohongan dan ketakutan dalam mengungkapkan kebenaran yang diketahuinya” 

Jalur intelektual jalan ketiga ini bagi kami adalah jalur yang ideal bagi para akademisi yang memutuskan untuk mengambil peran dalam kekuasaan tanpa mengkhianati nilai-nilai prinsipal yang dipegang. Jalur itulah yang seharusnya diyakini dengan teguh oleh setiap akademisi, saat mereka memberanikan diri naik ke panggung kekuasaan. 

“Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan,” begitulah kata Pramoedya Ananta Toer. Sebagai pembelajar ilmu politik sekaligus murid-muridnya Pak Tik dan Mas Ari, kami menyadari bahwa segala permasalahan terkait kemerosotan demokrasi adalah permasalahan sistemik yang disebabkan oleh banyak aktor. Ini bukan kesalahan Pak Tik dan Mas Ari semata. Namun, biar bagaimanapun kami menyadari, dua guru kami telah menjadi bagian dari persoalan bangsa. Untuk itu, ijinkan kami mewakili Pak Tik dan Mas Ari menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh rakyat Indonesia atas hal itu. 

Kami masih mengingat betul suara Pak Tik dan Mas Ari, ketika menyebut kata 'demokrasi' di ruang-ruang kelas. Gema suara itulah, Pak Tik dan Mas Ari, yang membangunkan kami dari kematian kepedulian terhadap bangsa dan negara ini. Kami menjaga gema itu di sini, memastikan semuanya mendengar dan mengamini. 

Kami menyaksikan, betapa manifestasi gema itu sungguh terjal. Tapi jeritan dan tangisan nestapa yang tak pernah usai dari siapa-siapa yang sukar merasakan keadilan terus melucuti batin. Bagi kami, Pak Tik dan Mas Ari adalah guru, rekan, sahabat, kerabat, dan bapak. Hari ini kami berseru bersama: kembalilah pulang. Kembalilah membersamai yang tertinggal, yang tertindas, yang tersingkirkan. Kembalilah ke demokrasi; dan kembalilah mengajarkannya kepada kami, dengan kata dan perbuatan. 

Yogyakarta, 11 Februari 2024 

Mahasiswa DPP FISIPOL UGM lintas angkatan.

Post. admind 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SETELAH DENGAR HASIL UJIAN PAKAIAN SISWA/I SMA Kelas XII Di NABIRE DIWARNAI BINTANG KEJORA POLISI MEMUKUL Mince Heluka, BEBERAPA ORANG MENANGKAP POLISI

Siswi SMA kelas XII,Foto Mince heluka dapat pukul dari Polisi Nabire. Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua- Kota Jeruk 🍊 -Melangkah Tanpa Alas Kaki- Nabire Siswa/i SMA kelas 3 dengar hasil ujian, mereka mewarnai pakeyan abu putih dirubah Bendera Identitas diri Papua Barat, Bendera Bintang Kejora/Bintang Fajar Polisi Melakukan pukulan dan penangkapan terhadap siswa/Siswi. Dengan melihat Siswa Mewarnai dengan warna Identitas sehingga beberapa orang anggota polisi dan ada pula yang dapat pukulan dari Polisi pada Senin 06/05/2024. Kata M.D melalui Handphone genggamnya. Penangkapan dan pemukulan dari polisi terhadap teman-teman SMA yang turun pawai kebahagiaan setelah mendengar kelulusan mereka, namun kami merasa kecewa karena polisi-polisi yang berada di Nabire melarang kegiatan kami, Lanjutnya. Kronologis yang Terjadi  Pukul 16: 7 wp. Kurang lebih 9 orang pelajar dikejar oleh 2 orang polisi berpakaian preman dengan kendaraan beroda 2 pengejaran tersebut lokasi da

SEPOTONG PERAHU KERTAS

Kecewakan mu  Di dalam hati yang terluka,   Kata-kata itu menggema.   Pahit getirnya rasa kecewa,   Menyatu erat dalam jiwa. Seperti bayangan yang tak pernah hilang,   Begitu juga rasa kecewa yang terpahat.   Sekali tersakiti, hatimu rapuh,   Dikhianati sekali, cintamu terus meragu. Siapa pun yang mengecewakanmu,   Tidak akan luput dari pandanganmu.   Setiap detik, setiap waktu,   Luka itu tetap merayap dalam ingatan. Namun di balik kekecewaan yang mendalam,   Tersembunyi pelajaran berharga.   Jangan biarkan rasa itu membelenggu,   Biarkan ia menjadi bekal untuk tumbuh lebih kuat. Eko-Vinsent  🍁🍁🍁 SEPIH Sekali lagi sepi Tanpa suaramu  Tak ada kata-kata manismu Hanya hening yang terasa  Sekali lagi sendiri  Merenungi semua rindu ini Menatap langit dengan tatapan hampa  Menyebut namamu tanpa sahutan Sekali lagi hanya diam Menanti sapa itu hadir lagi Membiarkan malam dan siang terlewati Tanpamu dan tanpa kita bercengkrama  Ly SMy  19.9.24 🍁🍁🍁 Se𝗖𝗶𝗻𝘁𝗮 

Adat-Mu Itulah yang Disebut Identitas-Mu, & Kebiasaan Itulan Adat-Mu & Itu-lah Sumber Hukum

Artikel. Oleh. Yegema Megolah sala satu identitas diri yg disebut (Kagane) Tetesan Air Mata Ibunda-kota Tua Paniai ---Melangkah Tanpa Alas Kaki -Kagane merupakan salah satu identitas diri yang diwariskan oleh moyang sejak saya dan kamu tiada. Barang atau benda itu telah ada sebelum manusia dipenuhi di muka bumi ini. Mereka mengolah Adat sesuai keinginan sesuai kepercayaan yang dimiliki setiap daerah termasuk tiga atau empat Wilayah adat Papua, termasuk Wilayah Meepago. Kebiasaan ini tidak bisa berubah dengan bentuk apapun dan bentuk bagimanapun alasan-Nya. Siapapun merasa berubah itulah yang disebut menggagalkan usaha yang diwariskan oleh nenek moyang dan tete moyang kita. Kebiasaan-kebiasaan merubah tampilan maupun warna dan bentuk maka Merusak wajah anda dan  telah menemukan Runtuhnya Manusia.  Ko lupa itulah ko lupa sejarah, akhirnya dibilang Rumah-Mu Runtuh Tapa sebab akibat. Adat-Mu Itulah yang Disebut Identitas-Mu, & Kebiasaan Itulan Adat-Mu & Itu-lah Sumber H