Selasa, 31 Oktober 2023

MASYARAKAT ADAT PAPUA PEMILIK WILAYAH ADAT AGIMUGA TOLAK RENCANA EKSPLOITASI MIGAS

Oleh;
EMANUEL GOBAY. SH. MH, Direktur LBH Papua
Tetesan Air Mata Ibunda-Kot Tua Agimuga-Melangkah Tanpa Alas kaki-Tanggal 30 Oktober 2023 akan menjadi sejara Masyarakat Adat Papua Pemilik Sah Wilayah Adat Agimuga menolak Rencana Eksploitasi Minyak dan Gas di Wilayah Adatnya. Pada dasarnya, Penolakan ini merupakan fakta PENOLAKAN PERTAMA MASYARAKAT ADAT PAPUA PEMILIK WILAYAH ADAT AGIMUGA atas rencana Penambangan Migas pada Blok Warim yang sedang digembar gemborkan oleh Pemerintah Pusat pasca Pemerintah Pusat mendeklarasikan TEMUAN HARTA KARUN MIGAS DI PAPUA pada awal Tahun 2023 ini.

Sampai saat ini dalam pemberitaan banyak pernyataan dari Mentri ESDM RI yang menggungkapkan ambisi Eksploitasi Blok Warim namun terganjal Kawasan Lindung Taman lorenz sehingga ambisi Eksploirasinya menunggu respon Mentri KLHK RI. Bahkan ambisinya secara blak-blakan mengatakan bahwa akan dilelang dalam waktu dekat dan rupanya sudah ada Investor Bule yang siap tender. 

Disisi lain, Mentri Invetasi RI mengatakan bahwa Eksploitasi Blok Warim akan dilakukan diluar dari wilayah Kawasan Lindung Tanam Nasional Lorenz. Mentri Marves RI dengan percaya diri sampaikan bahwa Pertamina sedang siap-siap melakukan tahapan awal atas rencana Eksplotasi Migas Blok Warim.

Sebagai tanggapannya Mentri KLHK RI sampai saat ini masih belum kompromi dengan alasan bahwa wilayah Blok Warim adalah Kawasan Taman Nasional Lorenz namun disisi lain beliau seperti sinyal dengan bahasa pihaknya belum mendapat kordinasi dari Mentri-mentri lainnya.

Pada prinsipnya secara hukum Hak Masyarakat Adat Papua telah dijamin, dilindungi dan diakui sebagaimana pada Pasal 18b, UUD 1945 junto Pasal 6, UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia junto Pasal 43, UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua namun anehnya PARA MENTRI DIATAS DALAM PEMBAHASANNYA TIDAK MELIBATKAN MASYARAKAT ADAT PAPUA ?. 

Disini seperti membuktikan bahwa dimata dan pikiran PARA MENTRI ITU diatas tidak ada ketentuan hukum yang melindungi HAK MASYARAKAT ADAT PAPUA serta diatas WILAYAH PAPUA tidak ada MASYARAKAT ADAT PAPUA yang memiliki WILAYAH ADAT PAPUA. 

Dengan AKSI MIMBAR BEBAS MASYARAKAT ADAT PAPUA PEMILIK WILAYAH ADAT AGIMUGA TOLAK RENCANA EKSPLOITASI MIGAS hari ini membuktikan bahwa secara terang-terang PARA MENTRI RI sudah, sedang dan akan melakukan PELANGGARAN HAK MASYARAKAT ADAT PAPUA. 

Melalui aksi ini harapannya KEPALA DAERAH PROPINSI PAPUA TENGAH, PROPINSI PAPUA PEGUNUNGAN DAN PROPINSI PAPUA SELATAN beserta KEPALA DAERAH KABUPATEN DIDALAMNYA dapat menggambik sikap untuk melindungi HAM MASYARAKAT ADAT PAPUA sesuai dengan perintah Pasal 43, UU Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Perubahan UU Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Papua. 

Dengan melihat WILAYAH ADAT AGIMUGA MASUK DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL LORENZ yang dilindungi secara Hukum Internasional oleh UNESCO dan juga oleh Hukum Nasional Indonesia maupun dalam Perda RTRW Propinsi Papua dari Tahun 2013 - Tahun 2033 maka dapat dikatan bahwa AKSI MASYARAKAT ADAT PAPUA PEMILIK WILAYAH ADAT AGIMUGA TOLAK RENCANA EKSPLOITASI MIGAS merupakan bagian lagsung dari PERJUANGAN MELINDUNGI KAWASAN TAMAN NASIONAL LORENZ 

Salam Hormat 
MASYARAKAT ADAT PAPUA PEMILIK WILAYAH ADAT AGIMUGA YANG TELAH AKSI MENOLAK RENCANA EKSPLOITASI MIGAS

Emanuel Gobay, S.H.,MH
(Direktur LBH Papua)

Post. Admind

Minggu, 29 Oktober 2023

Surat Rindu Papuana untuk Hollanda (Janji Nikah yang belum di tepati)

Surat Rindu Papuana untuk Holland
(Janji Nikah yang belum di tepati)
Holland Wae... 
Kopu janji untuk menikahi sa itu sudah 63 tahun ini, sedikit lagi masuk 64 tahun (1 Desember 2023 besok.) Sepucuk surat ini sa tulis dari hutan belantara dari tanah Papua. Tempat sa lari, pas ko jual sa ke laki-laki Indo, 15 Agustus 1962 di New York Amerika.

Sekarang sa su tua dan su ada rambut puti, tapi sa belum pernah kembali ke tempat di mana pertama kali kita bertemu di pelabuhan Jayapura.

Walaupun Mungkin ko sudah lupa tapi, Semua kenangan indah tahun 60an itu masih tersimpan rapi dan selalu muncul dalam keheningan alam yang penuh misteri ini.

Ada satu hal yang paling buat saya sakit hati sampai sekarang itu, setelah Holland ko jual saya ke laki" Indo 15 Agustus 1962, tanpa sepengetahuan saya, ko dengan orang-orang lain sepakat untuk sapu maskawin dengan laki-laki Indo itu, 30 September 1962 di Roma sana.

1 Oktober 2023 kemarin baru sa ingat kalau waktu itu 1 Oktober 1962, orang-orang kasih tau saya kalau ko su jual saya ke laki" Indo itu.

Holland ko laki" penakut, kalau ko laki" Papua mungkin ko sudah perang buat saya k apa ?!

Sisa 1 Bulan lagi masuk bulan Desember tahun 2023. Genap sudah Kopu janji palsu untuk menikahi saya itu menjadi 64 tahun.

Holland wae...
Sa su hidup lama di hutan belantara dengan penantian melewati lintas generasi, waktu itu sapu generasi milenium yang mati, sekarang sapu generasi Milenial yang mati. Cuma gara-gara cinta kita yang bertepuk sebelah tangan ini.

West Papua-24, Oktober 2023

Post. Admind

Sabtu, 28 Oktober 2023

Pemburu Politik Rahasia Dalam Misteri Hilangnya Michael Rockefeller Di Asmat Papua.Dinas PeterNakan Dan Perikanan Intanjaya Papua.

CERPEN – Tahun 2010-2011 kuliah S2 Antropologi di kampus Radboud University Nihmegen Belanda. Defe terganggu dengan cerita misteri hilangnya Michael Clark Rockefeller di kampung Otsjanep Asmat Papua yang selalu disinggung dosen antropologi dalam ruang study. Michael Rockefeller, anak kelima dari dinasti makmur generasi keempat keluarga kaya raya Rockefeller. Bapaknya Nelson Rockefeller, mantan Gubernur New York 1958 Amerika Serikat.

Defe memiliki waktu untuk mencari data tentang hilangnya Michael Rockefeller dari perspektif yang lain. Ia memiliki ide untuk menulis buku. Defe keliling kota Belanda membaca literatur tentang Papua, lebih khususnya tentang hilang Michael Rockefeller. Berkekeliling perpustakaan terkenal. Defe akan bertemu dengan dosen antropologi yang dia kenal selama kuliah S2 di Belanda, Profesor Van Bruines, dosen yang cukup dikenal baik oleh Defe selama di Belanda.

“Saya penasaran dan terganggu dengan misteri hilangnya Michael Rockefeller di Asmat Papua tahun 1960 dan dinyatakan mati secara defacto pada tahun 1961. Disana tempat saya berasal Prof, daerah Asmat cukup dekat dengan kampung saya Prof,” jelas Defe kepada Prof Van Bruines di ruang dosen kampus Radboud University Nihmegen.

Prof Van Bruines teman dekat Rene Wassing,seperti Michael Rockefeller. Mereka satu komunitas besar antropolog era 1960-an. Mereka banyak berekspedisi antropologi ke berbagai penjuru dunia, salah satunya ekspedisi ke Papua, meneliti suku Dani di Wamena. Prof Van Bruines tidak ikut dalam ekspedisi ke Papua, Ia menolak setelah beberapa kali pertemuan bersama Rockefeller Foundation di New York Amerika Serikat. Michael Rockefeller sebagai juru rekam dan Rene Wassing juru potret ikut dalam tim ke Wamena Papua, dan berakhir dengan cerita yang berbeda di Asmat.

“Bagus itu Defe, kamu harus bertemu Rene Wassing, dia terakhir berpisah dengan Michael Rockefeller diatas muara sungai Eilanden, dekat Lautan Arafura di Selatan Papua. Mumpung dia (Rene Wassing) masih ada. Dia sudah umur 80 tahun dan saya 75. Dia punya catatan penting yang lain tentang misteri hilangnya Michael Rockefeller. Kamu harus minta catatannya dan wawancara, menulislah buku. Kami sudah usia senja, saya percaya apapun dia akan beritahu dengan dengan jujur dan akan berikan kamu data semua. Saya akan membantu Defe ketemukan data-datanya hingga terbit buku. Saya tertarik dengan idemu nak,” jelas dosen Antropolog Prof Van Bruines kepala Defe.

Prof Van Bruines duduk sandar diatas kursi hitam beroda empat, ruangan yang dingin dipenuhi buku diatas meja dan rak pada dinding, arumah kertas dan bagunan antik tercium tajam. Rambut sudah memutih, sebagian rontok, kulit sudah keriput, tinggi tidak gemuk, Ia mampu berjalan ringan menyetir mobilnya sendiri, belum pensiun dari dunia mengajar yang dikagumi sebagai guru besar antropologi di Belanda. Prof Van Bruines pernah tinggal dua tahun di Papua, memiliki cerita yang unik bersama orang Papua di kota Holandia Jayapura, fasi berbahasa Indonesia.

Defe perempuan asli Papua gunung peranakan Ambon, lahir besar Sentani Papua. Defe perempuan Papua yang beruntung dapat beasiswa keluar negeri dengan biaya dana otsus. S1 kampus Curtin University Australia jurusan Antropologi, lanjut S2 Antropolosi di Belanda. Defe baru saja (2010) selesaikan study S2 dan akan melanjutkan S3. Satu tahun yang kosong, menunggu biaya lanjut S3.

Di waktu luang, Defe akan menulis buku. Tertarik dengan isu lama yang dekat dengan masyarakat Papua. Sejak kecil Defe suka membaca buku, sejak duduk sekolah menengah pertama. Defe memiliki karakter ingin tau yang tinggi tentang hal-hal baru dengan modal membaca sejak kecil. Dia perempuan Papua yang memiliki hobby yang unik, suka belajar dan hobby membaca buku dimana saja.

“Saya ingin melihat dari sosial politik Prof, zaman itu (1960-an) Papua dalam transisi politik yang hebat dari Belanda ke Indonesia dengan bantuan Amerika Serikat dan itu telah sukses. Ada buku sejarah operasi hebat di Papua saya baca,”jelas Defe setelah membaca dua buku berjudul ”Savage Harvest” (Cart Hoffman) dan “Rocky Goes West (Paul Toohey), juga film documenter oleh Chafton Heston dan beberapa literatur lain di perpustakaan ofline dan online. Defe ingin memperlihatkan fakta Politik dibalik hilangnya Rockefeller. Defe kembali bertemu Prof Van Bruines setelah dua bulan mencari data dan mempelajari literatur tentang Michael Rockefeller di Papua dengan komunitas antropolologi.

“Saya tau apa yang kamu pelajari nak. Apa yang kamu ingin katakan dari Politik yang kamu baca tentang. Ternyata kamu cukup cerdas dan berani tentang itu?” berpura-pura tanya Prof Van Bruines kepada Defe.

“Saya ingin katakan bahwa” Misteri hilangnya Michael Rockefeller di Asmat adalah penipuan besar oleh Amerika Serikat di Papua untuk Indonesia dan hasilnya Papua berhasil masuk dalam Indonesia,” jelas Defe buat Prof Van Bruines sedikit kaget dengan analis Defe sejauh itu.

“Apakah Defe pernah ketemu dengan Rene Wassing sebelumnya?” tanya Prof setelah diam beberapa menit memandang wajah Defe yang bercerita dengan sedikit emosi campur sedih.

“Sama sekali belum perna Prof,” balas Defe singkat.

“Waw!! okey, besok saya tidak ada jam mengajar, kamu datang jam 08:00 pagi, kita akan pergi kerumah teman saya, Rene Wassing. Sebentar saya akan menelponnya,” balas Prof Van Bruines sambil Ia berdiri pelan untuk meminum air putih dalam teko besi yang sudah klasik.

“Okey Prof, makasih, saya pamit,” balas Defe berdiri pulang. Setiap kata Prof Van Bruines yang keluar, Ia mencatat untuk menganalisa dirumah; mengolah menjadikan data yang memungkinkan.

Pagi jam 11:09 di kota Voorburg,Holland Selatan. Depan rumah batu berlante dua dengan batu yang terlihat kokoh, nampak tua. Daerah yang dingin dan sepih. Tumbuhan berwarna pucat diantara sebagian kecil hijau yang sedikit padat. Defe dan Prof Van Bruines sebentar lagi akan sampai di rumah Rene Wassing, salah satu antropolog senior Belanda dalam ekpedisi menyeliti Suku Dani di Nugini untuk Museum Arkelogi dan Etnologi Peabody Harvard, Rene Wassing bertugas sebagai juru potret dan Michael Rockefeller sebagai juru rekam.

Rene Wassing menyambut Defe dan Profesor Van Bruines depan rumah dengan tongkat kayu jati. Dengan senyum lebar melihat teman antropologi senior di Belanda yang sudah sekian bulan tidak berjumpa. Prof Van Bruines membalas senyum, Ia ikut bahagia bertemu teman lama. Defe ikut menyambutnya dengan wajah ceriah. Mereka saling sapaan alah orang Belanda dalam bahasa Ibu. Perlahan masuk rumah bersama anak perempuan yang menikah dengan anggota tentara Amerika, namun sudah menjanda karena suaminya tewas di Afganistan era Presiden Bush (2009) buruh Usamah bin Ladin.

Foto-foto ekpedisi Rene Wassing waktu muda diberbagai daerah di gantung pada dinding ruang tamu berwarna abu-abu, ada rak buku dan berbagai patung ukiran warga lokal. Hanya satu foto Rene Wassing punya di Papua, foto waktu di Wamena. Defe mencari-cari foto bersama Michael Rockefeller, tidak ketemu. Defe merasah ada yang aneh dari ekspedisi ke Wamena hingga di Asmat.

”Ada sesuatu yang Rene Wassing simpan dengan rahasia, kasus yang menghebohkan dunia pada tahun 1960-1961 diseluruh dunia, masa tidak ada cerita yang dikenang oleh pelaku sejarahnya. Jangan sampai analisa politik saya benar, tapi tidak, sabar dulu, ”pikir Defe sembari menunggu Prof Van Bruines memulai diskusi tentang misteri hilangnya Michael Rockefeller. Defe sudah menyiapkan rekaman audio dan buku catatan diatas meja.

“Ini mahasiswa S2 saya namanya Defe, dia ingin mewawancarai anda tentang perjalanan ekspedisi anda ke Wamena Papua hingga di Asmat, lebih kepada misteri hilanya Michael Rockefeller. Dia ingin menulis buku dari aspek politik, ingin melihat catatan baru dari anda, kurang lebih begitu teman, bagaimana menurut anda,” kara Prof Van Bruines kenalkan Def pada Rene Wassing di ruang tamu. Anaknya yang sudah menjanda duduk disamping kiri bapaknya setelah menyiapkan kopi dengan kue kering diatas meja.

“Kamu mahasiswa yang berani cerdas, mencari sesuatu yang berlalu namun penting, kamu sangat beruntung menjadi bahasiswa teman saya. Mulai tahun 2010 ini, saya sudah tidak ingin menyimpan rahasia dan tidak ingin itu menjadi beban ketika saya meninggalkan bumi. Sudah lama Saya tunggu mahasiswa atau orang Papua datang kerumah saya ini, mencoba cari yang lain dari cerita yang luas. Saya ingin berikan sesuatu catatan yang rahasia kepada orang asli Papua sendiri, selamat untuk anda anak muda kamu. Saya sudah tulis dan malam saya sudah siapkan, saya akan berikan kepada kamu hari ini, Saya percaya kamu karena kamu berhasil sampai di rumah saya dan kamu mahasiswa teman saya yang sangat beruntung,” kata Rene Wassing kepada Defe. Jujur, tidak ingin membebani apapun tentang nanti.

“Tulislah data ini, jadikan buku anda dengan nama anda. Temanku sudah tau apa isi catatan ini. Semua saya telah diskusikan dengan Van Bruines temanku ini. Anak muda Papua yang hebat, anda saya percaya. Jika bisa, catatan ini sebarkan dalam buku setelah saya meninggal karena waktu. Anak saya ini akan membantu anda menyusun buku sambil menjaga data,” jelas Rene Wassing meminta Defe menjaga data hingga pada waktunya nanti.

“Terimakasih banyak bapak Rene Wassing dan Terimakasih juga dosenku Prof Van Bruines serta Julia yang akan bersama menjaga data ini hingga akan menjadi buku nanti,” kata Defe dengan harapan dan rasa berterimakasih yang tinggi.

“Temanku dan anakku Julia, tolong bantu nona kecil ini, dia berani dan pejuang kebenaran. Catatan saya ini harus semua orang Papua bersama orang Indonesia ketahui. Nona kecil Def, tolong jaga rahasia ini sampai pada waktunya beritahu orang-orang kamu, saya merasa bersalah pada orang-orang Asmat, banyak warga Otsjanep dan Omadesep mati karena operasi tentara bayaran dari Eropa yang disewa keluarga kaya raya. Mungkin begitu dulu teman, saya harus istrahat sebentar,” kata Rene Wassing dengan wajah sedih pada kulit tua yang sudah tidak kuat lagi dengan waktu. Berdiri dengan bantuan anaknya Julia ke kamar tidur setelah diskusi 30 menit.

Prof Van Bruines dan Defe pamit. Semua diskusi sudah menjadi rekaman dan menjadi catatan dalam buku. Prof Van Bruines dan berpisah. Defe berangkat ke perpustakaan Openbare Bibliotheek di Amsterdam. Prof kembali kerumah untuk menyelesaikan jurnal. Mereka tiga (Defe,Prof dan Julia) akan bertemu pekan depan untuk diskusi tentang data rahasia Rene Wassing untuk menjadikan buku. Sebelum berpisah, Rene Wassing meminta maaf kepada Defe sambil memegang tangan dengan gementar, ”sekali lagi maafkan saya, kamu harus sampaikan ke publik, saya minta maaf kepada seluruh Orang Papua, terutama Orang Asmat di dua kampung (Otsjanep,Omadesep) yang telah korban lebih dari 300 jiwa karena senjata dan penyakit sampar. Sampaikan catatan saya ke semua orangmu disana,” ucap maaf Rene Wassing dengan wajah merah sedih dan air mata.

Banyak orang ramai di perpustakaan Openbare Bibliotheek, Defe bertemu orang-orang sibuk membaca buku seperti suasana pasar, tapi tenang. Salah satu perpustakaan lengkap di Belanda. Defe duduk diruang baca yang tersedia dingin. Membuka leptop Dell Code 15 dan coba menyaring catatan Rene Wassing. Membuka catatan Rene Wassing dalam text book, sampul hitam berwarna pudar. Tulisan tangan, kertas sudah sebagian kusut, sebagian kecil robek kecil. Tulisan dalam bahasa Belanda, mudah di baca Defe, mampu translate. Rene Wassing menulis detail sesuai pertemuan sebelum tim berekspedisi ke Papua. Ada dua pertemuan penting bersama petinggi negara Amerika Serikat dan Agen CIA (Central Intelligence Agency) di kota New York. Di pimpin langsung oleh Nelson Rockefeller anggota keluarga Rockefeller; dinasti kaya raya dunia dan juga ada beberapa anggota petinggi CIA.

Belum membaca tuntas, handphone berdering, “Defe kamu dimana sekarang?” tanya cepat dengan sedikit tegas Prof Van Bruines.

“Saya di perpustakaan Openbare Bibliotheek Prof?” jawab serius Defe.

“Pertemuan kita di rumah Rene Wassing sudah disadap dinas Intelejen, ada spionase sekitar wilayah rumah Rene Wassing. Defe harus keluar dari Belanda, membawa keluar data itu. Saya percaya mereka akan ikuti kamu kemana pun untuk menggambil data Rene Wassing itu. Bapa akan carikan kamu tiket dan malam ini kamu tidur di hotel, besok kamu harus ke Negara yang aman dari agent CIA. Defe tunggu, saya akan telfon setelah saya urus,” jelas Prof Van Bruines, akan bekerja keras untuk Defe membawa keluar data Rene Wassing dari Belanda dan pergi ke Papua untuk memberitahu catatan Rene Wassing kepada Dunia.

“Okey Prof, makasih banyak, saya pergi dari sini dan saya tunggu tiketnya di hotel,” balas gegas Defe, akan pergi dari perpustakaan Openbare Bibliotheek mencari hotel.

Hari kamis sudah mulai gelap. Jam enam lewat empat puluh dua menit di Belanda. Defe berdoa sebelum pergi ke hotel melindunggi data. Keluar dengan cepat dari perpustakaan, masuk taksi, sampai di hotel bernama Renesse. Batin Defe tidak tenang dengan security hotel dan wajah pria kekar di depan hotel Renesse. Jam malam. Defe belum tidur. Mondar-mandir dalam ruang hotel kamar 101 lantai tiga. Tidak tenang, akan ada yang menghampiri. Defe bertahan dari tidur, menunggu informasi dari Prof Van Bruines. Defe menunggu dengan harapan ada tiket keluar dari Belanda besok pagi ke Negara yang aman atau ke Papua. Jam 02:00 belum ada nada dering yang datang dari Prof Van Bruines pada telfon genggam Defe. Defe terbaring tempat tidur dengan lelah. Kaget sudah pagi. Cepat melihat layar hp, belum juga panggilan masuk dari Prof. Hanya suara Tv yang belum mati dari malam tembus pagi.

Defe keluar dari toilet, ada berita tentang perampokan dan pembunuhan di dua rumah dengan alamat yang tidak asing bagi telinga Defe. Ia melempar handuknya dari tangan diatas lantai, berdiri genggam rambut depan Tv. Defe tidak percaya kejadian ini. Defe nangis jatuh diatas lantai, banting tubuhnya. Rumah Prof Van Bruines dan Rumah Rene Wassing di rampok orang tak dikenal, penghuninya tewas. Prof Van Bruines tewas kena tempak serta Rene Wassing dan anak perempuan Julia tewas tidak bernyawa dalam rumah. Defe berdoa dengan air mata dan menelpon keluarga di Papua. Tidak ada yang merespon. Papua masih jam 03:05 subuh. Tidak satu pun yang merespon. Defe lebih panik dalam kamar 101 hotel Renesse.

Pandangan mata Defe melihat kebawah dari lantai tiga, depan hotel Renesse. Defe melihat mobil Ford Hitam masuk dengan cepat parkiran hotel. Defe menduga mereka datang mengejar data Rene Wassing. Defe menelpon keluarga Papua di Belanda lagi, nomor hpnya sudah di nonaktifkan dalam kurung waktu yang singkat, tidak bisa buka semua media sosial. Defe pasrah.

”Tuhan semua saya serahkan kepada-Mu, terjadi sesuai kehendak-Mu. Jika aku harus datang hari ini, inilah perjuangan saya demi bangsaku, saya bukan pejuang depan mata tapi dalam diam saya bangga dengan perjuangan ini demi tanah tumpah darah saya. Mungkin data ini akan mereka bakar tapi saya percaya ada api keabadian lain yang akan membakar mereka, ”Doa Defe dengan air mata. Bunyi lif kecil beberapa saat masuk telingga Defe. Dua orang masuk tanpa susah membuka pintu. Defe tiba-tiba kaget berdiri. Seakan dua orang itu memiliki kunci hotel. Dua pria bercelana jeans biru, bersepatu militer berjaket kulit hitam menyala, badannya kekar tinggi hampir dua meter. Bertopi hitam.

“Hey nona hitam cantik, selamat pagi,” kata sapaan orang pertama yang masuk kepada Defe. Suaranya bass tegas. Matanya sebagian merah memandang Defe. Wajah yang menakutkan.

“Kalian siapa?, jangan membunuh saya, saya mahasiswa asal West Papua,” tegas Defe kepada dua orang pria kekar tinggi itu. Defe ketakutan. Air mata di wajah depan dua pria besar berwajah keras.

“Jangan menangis nona kecil, kami orang baik, tidak akan ada kekerasan pada kamu. Hanya saja, tolong letakkan leptop kamu dan seluruh catatan dan hp kamu diatas meja,” perintah dua pria, suaranya berubah dari rendah.

“Ini ambil semua, kalau boleh ambil juga pakean dalam saya, dasar perampas hak orang lain kalian, dasar orang pencuri!!!,” ucap tegas Defe sambil nanggis menyerahkan semua data dalam leptop, documen dan handphone.

“Makasih nona kecil yang baik hati, berdiri disana, kami akan periksa semua ruang ini,” balas pria kekar tinggi,berdiri dibalik pintu dengan tapi hitam genggam hate”Jangan menyentuh nona kecil itu, dia mahasiswa. Sita saja semua documennya dan berikan dia akses baru, ”suara lain datang melalui radio hate kepada dua orang yang siap pergi dari kamar 101 hotel Renesse. ”Aman boss,” balas pria bertopi hitam.

“Beres, kamu boleh beraktivitas seperti mahasiswa biasa nona kecil. Selamat pagi selamat beraktivitas anak hitam genius, maaf mengganggu,” kata pria kekar yang kembali setelah pergi sembari meletakkan hp baru dan leptop baru diatas meja kamar hotel. Defe membuka hp dan leptop dengan nomor baru dan akun, Ia bertemu dengan postingan teman-teman kampus dan keluarga di Papua memberikan selamat berpulang kepada Defe.

“Defe kenapa kamu harus bunuh diri? kamu kurang apa? Kenapa tidak bicara? Sayang Defe, anakku yang cerdas dan cantik,” bunyi postingan keluarga di Papua melalui dinding media sosial setelah media Belanda ramai dengan berita ”seorang wanita mahasiswa S2 asal Papua bunuh diri di kamar hotel 101 Renesse. Hampir seluruh Tanah Papua duka. Kata mereka, ”Defe perempuan yang cerdas”

Setelah sepuluh tahun kemudian. Di tahun 2020. Ada data Rene Wassing muncul di Papua dalam buku yang ditulis seorang pemuda Papua jurusan antropologi. Ternyata Defe perna mengirim dokumen Rene Wassing dengan cara yang cerdas kepada pacarnya. Defe berhasil menipu tim Intelejen untuk menghapus jejak rahasia Amerika Serikat di Papua.

(Cerita ini hanya fiksi, mohon maaf jika ada penamaan nama dan tempat)

(Oleh: Mr.Nomen)

Post. Admind

Michael Rockefeller_sebagai ahli perekam dan Rene Wassing sebagai juru potret.Gilbert percaya dokumen rahasia yang berhasil ditutupi akan terbongkar dimata publik.

Cerpen. 
Pagi dikagetkan dengan berita kematian seorang wanita yang gantung diri di kamar hotel 101. Mahasiswa S2 antropologi asal Papua di hotel Renesse Belanda. Malam Defe sudah mengirim dokumen Rene Wassing ke Gilbert melalui email.

Dokumen berisi nama Rene Wassing; pria asal Belanda yang ikut dalam tim expedisi antropologi ke Wamena hingga berakhir di pesisir laut Asmat bersama teman antropologi Michael Rockefeller_sebagai ahli perekam dan Rene Wassing sebagai juru potret.

Ada dokumen ditulis dengan bulpoint bertinta hitam tebal. Ada juga ditulis keyboard komputer_ada satu surat perintah dengan logo bendera Amerika Serikat dan Central Intelligence Agency ( CIA). Isi surat diperintah ke Papua dengan mematuhi beberapa poin khusus.

“Dokumen itu jaga baik Gilbert, publikasikan segerah ke orang-orang Papua. Sepertinya sa tidak akan pulang ke Papua sayang. Sa minta maaf. Sa sayang ko Gilbert,” tulis pesan yang telah terkirim pukul 02:40 WIT kepada Gilbert melalui email.

Pagi Gilbert baca di kamar kos Depok Jakarta Selatan. Gilbert calon suami Defe. Mereka berpacaran 10 tahun. Gilbert dan Defe berpisah karena kuliah setelah Defe lulus beasiswa luar Negeri ke Belanda.

Dosen Aryo Danusiri, Ph.D sudah dalam ruangan. Kuliah sudah di mulai. Gilbert terlambat 30 menit karena membaca dokumen yang dikirim Defe dari Belanda. Berita duka yang mengentarkan jiwa Gilbert, cinta Defe bunuh diri di kamar hotel. Jasadnya bergantung dengan tali nelon putih tebal.

Gilbert ditelfon beberapa kali oleh keluarga Defe saat berjalan menuju fakultas antropologi masuk kuliah. Langkah Gilbert berat. Jiwa tiba-tiba keluar saat dia dengar berita duka. Gilbert tetap melangkah hingga di ruang kuliah dengan jiwa yang berusaha mengendalikan dengan pikiran.

Defe wanita yang Gilbert kenal waktu masih duduk di sekolah menengah atas (SMA) di Jayapura Papua. S1-S2 bersama di Jakarta_lalui suka dan duka bersama mama kota Indonesia hingga mereka berpisah karena bersama sepakat lanjut S3. Gilbert dan Defe ikut tes beasiswa Studeren in Nederland (STUNED) untuk S3 ke Belada.

Gilbert menyukai senyum Defe yang manis. Sulit untuk Gilbert melupakannya senyumnya, selalu terbawa kemanapun pergi. Defe wanita pertama yang mencuri hati Gilbert. Bagi Defe juga sama, Gilbert orang pertama yang menyentuh seluruh jiwanya.

Berpisah setelah tiga bulan menunggu pengumuman hasil tes keluar di Jakarta. Gilbert tidak lolos. Hanya Defe. Defe berangkat tanpa Gilbert. Berjanji di bandar udarah Soekarno Hatta dengan pelukan yang tidak ingin berpisah. Entah kapan bertemu lagi.

Defe harus berangkat untuk meringankan beban orang tua untuk biaya S3; akan saling menunggu setelah janji fokus kuliah sampai selesai. Gilbert lanjut S3 di Universitas Indonesia (UI) dengan biaya orang tua yang sudah bekerja di Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Provinsi Papua Tengah.

“Gilbert kamu dua baku marah ka?” tanya keluarga Defe melalui sambungan telfon dari Papua.

“Sumpah tidak pernah. Kemaring kita dua baku telfon baik-baik,” jelas Gilbert tidak ada masalah dengan Defe.

“Tapi kenapa dia bisa bunuh diri gantung diri begitu? pasti ko ada masalah dengan dia, ko jujur saja, ko bikin apa dengan Defe?” kata menuntut keluarga Defe dengan suara tinggi bergetar sedih. Semua dalam telfon bersuara sumbang kata. Marah kepada Gilbert. Keluarga Defe mencurigai Gilbert penyebab utama Defe bunuh diri.

“Sa tidak tau, kami baik-baik saja. Sa kaget dengar Defe bisa begitu, sumpah!!. Tante, Defe itu sa sayang dia sekali. Sa juga terluka sekali, sakit hati!!!” balas Gilbert menutup telfon bercucur air mata. Pertama kali Gilbert menanggis sedih.

Duduk diruang kelas, seperti Gilbert bukan ada dalam ruangan mendengarkan materi. Gilbert benar-benar ada diruang lain. Ruang yang penuh dengan caruk-maruk rasa dan warna.

Gilbert izin pulang dari kampus dengan alasan sakit. Kos yang Ia tempati tidak jauh dari kampus. Hanya 100 meter. Sepanjang jalan Gilbert berpikir tentang dokumen Rene Wassing yang dikirim Defe.

”Semoga sa mampu buktikan tentang dokumen itu. Semampu sa, sa akan cari tau tentang kematian cintaku Defe,” janji Gilbert pada diri sendiri dalam hati.

Melangkah dengan berat. Gilbert mendekati lorong jalan diantara rumah warga. Lorong yang tembus hingga pintu pagar kos. Gilbert langsung melempar badan diatas kasur setelah membuka pintu kos.

Dalam alam pikir Gilbert, seperti terjadi keributan yang hebat; Ia memikirkan Defe tentang keputusan bunuh diri. Apa yang dipikirkan Defe? Gilbert jauh mengenal Defe. Gilbert melihat ada sesuatu yang ganjal dari waktu Defe mengirim Dokumen dan waktu Defe mati bergantung diri.

Gilbert bangun dari tidur yang gelisah_duduk membuka leptop. Mulai mempelari tentang dokumen hilangnya Michael Clark Rockefeller di Asmat Papua, dan beberapa catatan Rene Wassing yang dikirim. Gilbert mendapati surat elektronik dan beberapa buku. Gilbert benar-benar memburu informasi dan data.

Handphone (HP) berdering diatas meja belajar Gilbert, kamar kos. Setelah menarik napas panjang Gilbert merespon.

“Ipar Gilbert, Defe kenapa ka?” tanya Ani dengan nada suara tinggi, teman dekat Defe yang tinggal di Papua. Ani, wanita cerewet yang suka menolong orang lain. Gilbert kenal Ani karena Defe.

“Sa juga tidak tau ipar, sa juga kaget Defe dia begitu. Semua keluarga juga tanya seperti yang ko tanya ini. Mereka curiga sa yang bikin Defe begitu. Padahal kami dua baik-baik saja. Sa juga ada sakit hati sampe sa bolos dari kuliah ini,” jelas Gilbert, matanya berkaca sedih sambil berdiri depan jendela kos. Gilbert pria gunung Papua berhati lembut dengan pikiran yang keras, sulit dipengaruhi dan rasional, Gilbert suka belajar dan suka treveling.

“Wajar mereka bilang ko begitu Gilbert, dong hanya tau kamu dua to,” balas Ani.

“Truss sa harus apa ipar?!” tanya Gilbert gelisa tidak terima tuduan dari keluarga Defe.

“Terus kenapa Defe bunuh diri Ipar? Buktikan coba. Kalau tidak, ipar ko yang bikin Defe bunuh diri,” balas Ani minta Gilbert buktikan alasan Defe gantung diri.

“Ok, nanti sa cari tau, tapi kamu ingat e, sa tidak bikin Defe seperti yang kamu pikir itu. Kamu stop tuduh sa. Nanti kamu lihat saja, sa akan buktikan suatu saat nanti,” balas Gilbert dengan emosi bercampur sedih mematikan komunikasi dengan Ani. Kepala Gilbert tiba-tiba berat karena emosi_membuang badan diatas kasur tidur tebal.

”Adohh…. kimai seh!!!!” teriak Gilbert keras genggam rambut keritingnya.

Hiruk piruk kota depok mengurung Gilbert dalam kosnya. Satu minggu hanya dalam kos. Gilbert mempelari hilangnya Michael Rockefeller dan dokumen Rene Wassing yang dikirim Defe tengah malam. Pagi berita kematian Defe di kamar hotel 101 Renesse Belanda.

Gilbert alisa catatan Rene Wassing_teman Michael Rockefeller yang ikut dalam tim ekspedisi antropologi ke Wamena Papua. Perjalananya berakhir di perairan tepi Asmat Papua.

Gilbert mencatat beberapa poin penting. Kesimpulanya Gilbert harus pergi ke Asmat bertemu masyarakat asal kampung Otsjanep. Kebetulan bertepatan dengan penyusunan tesis doktoral. Gilbert akan meneliti misteri hilangnya Michael Rockefeller dan dokumen baru Rene Wassing yang berhasil ditemukan Defe di Belanda.

Gilbert anak tunggal dalam keluarga mereka. Bapaknya kepala dinas Pariwisata di Kabupaten Nabire Papua. Gilbert anak muda Papua yang agak berbeda dengan kebanyakan anak-anak muda Papua. Gilbert pria yang bertanggungjawab dan berjiwa sosial.

Gilbert suka belajar semenjak sekolah dasar (SD). Harapan bapaknya Gilbert harus menjadi doktoral Antropolagi seperti Dr. Benny Giyai_menulis tentang manusia Papua dengan perspektif satu bangsa yang memiliki hak yang sama seperti bangsa lain.

“Kamu serius mau ke Papua untuk tesismu Gilbert?” tanya Dr. Dian Sulistiawati, dosen pembimbin Gilbert di ruang dosen yang dingin berace.

“Serius Pak. Saya ingin mendalami misteri hilangnya Michael Clark Rockefeller di Asmat,” balas Gilbert meyakinkan dosen pembimbinnya untuk berangkat ke Asmat.

“Okey baiklah, kamu boleh pergi,” balas Dosen izinkan Gilbert berangkat.

“Besok saya cari tiket dan berangkat Pak,” balas Gilbert.

“Okelah Gilbert. Selamat menikmati perjalanmu. Sampai ketemu kembali. Ingat ikuti metode untuk pengambilan data dilapangan,” jelas Dosen mengingatkan Gilbert. Dosen Dr. Dian Sulistiawati cukup akrap dengan Gilbert semenjak tatap muka pertama ruang kuliah.

“Okey Pak, makasih. Saya akan telfon bapak jika perlu,” jelas Gilbert sambil berdiri tinggalkan ruang dosen.

“Okey, hati-hati,” tutup dosen. Gilbert tinggalkan kampus. Keluar dari wilayah Universitas Indonesia (UI). Gilbert pulang seperti hari-hari Ia pulang setelah kuliah. Gilbert berjalan santai gendong tas favorit berwarna hitam berisi buku bacaan antropologi dan buku catatan kuliah.

Bersabar dua hari menunggu uang tiket dari kedua orang tua di Nabire. Gilbert bertahan dalam duka yang pahit. Sulit menghapus senyum manis Defe dari memory Gilbert. Defe benar-benar meninggalkan luka yang dalam bagi Gilbert. Defe wanita sedikit kurus berambut pirang ombak, berwajah pucat_penyuka buku dan gila baca. Seperti Gilbert menyukai buku dan baca juga. Banyak orang berkata, Defe dan Gilbert adalah pesangan yang cocok.

Wajah Defe terbayang-bayang dalam ingatan Gilbert. Senyumnya pada kaca taksi expres putih menatap rindu pada Gilbert. Taksi menyepi teras panjang Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta. Lion air sudah menunggu setelah Gilbert check-in. Menunggu laporan naik pesawat tujuan Merauke. Sunyi bersama dingin memeluk Gilbert di ruang tunggu.

Wajah Defe selalu datang dengan sendiri disetiap ruang kosong semenjak Defe pergi dari bumi. Seakan pikiran Gilbert memanggil setiap sunyi. Gelap pada langit melukiskan senyum Defe. Defe datang yang ketiga kalinya_seperti pada kaca mobil tadi.

Bandar Udara Mopah menyambut wajah pagi yang buram bagi Gilbert. Tapi karena Papua, Gilbert beri senyum yang tulus. Besok pagi Gilbert berangkat ke Asmat Papua. Satu hari di Merauke, Ia berkeliling mencari informasih tentang hilangnya Michael Rockefeller. Jawabanya semua sama seperti informasih yang beredar di dunia internet: Michael Rockefeller dibunuh orang Asmat dan di makan.

Gilbert semakin penasaran dengan dokumen Rene Wassing, dan apa maksud kata Defe,”Dokumen itu jaga baik Gilbert, publikasikan segera ke orang-orang Papua. Sepertinya sa tidak pulang ke Papua sayang. Sa minta maaf. Sa sayang ko Gilbert,” tulis Defe sebagai kata terakhir untuk pria yang Ia cinta sepanjang hidup di bumi.

Jam 14:35 wit, sinar matahari picah diatas udara Asmat. Tanah becek bersemboyang”Ja Asamanam Apcamar”(maju dengan keseimbangan) Gilbert melihat tulisan Bandar Udara Ewer setelah turun dari pesawat Wins Air, ”Selamat Siang Asmat,” kata Gilbert dalam hati menginjak tanah Asmat.

Dari Jakarta Gilbert sudah hubungi teman lama waktu di bangku sekolah menengah atas (SMA). Bartol. Teman kelas dan teman sebangku Gilbert. Asal pulau Biak. Bartol menikah dengan perempuan Asmat peranakan Merauke. Bartol bertugas sebagai anggota Kepolisian Indonesia selamah 6 tahun lebih di Kabupaten Asmat. Bartol menyambut Gilbert di pintu keluar kadatangan dengan senyum lebar.

“Sob (sobat) kamu sudah dimana? sa ada turun dari pesawat ini,” tanya Gilbert kepada Bartol sambil melangka ke pintu keluar.

“Sa di pintu keluar sob,” balas Bartol sudah menunggu di pintu keluar.

Lima belas tahun lebih Bartol dan Gilbert berpisah karena tujuan pendidikan. Bartol masuk Polisi setelah tamat SMA. Gilbert lanjut kuliah di Jakarta. Wajah Gilbert dan Bartol tidak banyak berubah. Gilbert dan Bartol berpelukan depan pintu keluar penumpang. Canda tawa sama seperti waktu mereka masih SMA.

“Sob tinggal di sa rumah saja, dekat saja dari sini,” ajak Bartol dari atas motor KLX hitam milik dinas Kepolisian kabupaten Asmat.

“Adoh sob maaf, Sa sudah pesan hotel lewat online tadi dari Marauke,” balas Gilbert.

“Oke tidak papa sob, hotel mana?” tanya bartol.

“Hotel Asmat Permai ,”balas Giibert memberitau nama hotel yang sudah di booking.

“Oh, hotel bagus juga itu, aman bersih. Sob punya urusan disini sa akan kawal sampe pulang dengan aman dan sukses. Sa janji sob. Berapa bulan disini sob?” jelas Bartol dengan expresi yang tidak banyak berubah seperti waktu SMA. Bartol pria bertubuh tinggi hitam. Suka buat cerita lucu (mob) waktu SMA. Bartol berjanji akan bersama Gilbert selamah di Asmat.

“Satu minggu saja sob. Yang sa cerita lewat telfon itu sudah sob. Sa mau ambil data saja. Ketemu kepala suku dan ketemu masyarakat Otsjanep. Bagimana kalau besok pagi kita gas sob?” ajak Gilbert ingin cepat dalam satu minggu. Rencana Gilbert akan ke Jayapura setelah ambil data. Bertemu dengan keluarga besar Defe.

“Ok sob aman, besok pagi sa jemput tong gass. Sa kenal kepala suku juga, nanti kita langsung ke dia rumah. Masyarakat Otsjanep juga banyak di Asmat, tapi kalau mau ke kampungnya juga tidak papa dekat saja,” jelas Bartol dengan ringan.

“Oke sob makasih, sampai besok,” balas Gilbert setelah turun depan pintu hotel. Bartol pulang gas motor dengan gaya seorang polisi sombong. Ia berhenti di pos security hotel pintu pagar. Bartol berbisik sesuatu kepada salah satu petugas security sambil wajah dan tangan menunjuk arah Gilbert depan hotel.

Malam di kamar hotel. Rumah-rumah diluar jendela semua diatas panggung. Termasuk hotel yang Gilbert menginap. Setelah makan malam berlalu, Gilbert membuka leptop. Ia kembali membaca dokumen Rene Wassing dan menulis catatan baru. Besok pagi Gilbert dan Bartol akan pergi ke rumah kepala suku besar Asmat dan berkunjung ke Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat.

Asmat telah malam. Jam 11:22 wit. Handphone berdering. Pangilan masuk dari Ani. Gilbert tarik napas dalam-dalam dengan keras sambil berkata, ”Ani mau bilang apalagi-apalagi, adohh!!”

“Hallo ipar malam,” respon Gilbert setelah meredahkan napas jengkel. Malas.

“Defe pu keluarga mau masalah dengan ko Ipar. Mereka semua tau kalau Defe bunuh diri karena ko,” jelas Ani memberitau Gilbert setelah Ani mendengar hasil kesepakatan keluarga Defe di Jayapura.

“Ani sa mau bicara apa lagi, sa sudah bilang to, sa juga ini ada sakit hati. Sa dengan Defe itu baik-baik saja, kami tidak perna ada masalah. Sa kaget dan sampai hari ini sa ada pelajari sesuatu yang mungkin sa bisa perlihatkan ke semua orang nanti,” jelas Gilbert dengan resah, menyesali tindakan keluarga Defe yang ingin urus masalah dengan Gilbert.

“Baru ipar dimana ini? suara putus-putus ini,” tanya Ani aneh kepada Gilbert.

“Sa sudah di Asmat ini, sa ada ambil data untuk sa pu tesis doktoral. Dan juga ada data yang Defe kirim yang sa curiga bisa jadi jalan masuk untuk membuktikan Defe gantung diri atau Dia di bunuh. Ipar sa bicara begini karena sa tau, Defe punya otak yang paling dalam, Defe itu perempuan nekat-nekat, sa tau ipar!!,” jelas Gilbert memberitahu alasan terselubung ke Asmat. Bukan saja untuk keperluan tesis doktoral. Gilbert tau semangat belajar Defe untuk sesuatu yang baru.

“Io, sa tau Defe juga ipar, jadi ipar curiga Defe dibunuh ka?” tanya Ani kaget dengan penjelasan Gilbert.

“Io, itu dugaan sa sementara. Nanti sa buktikan ipar, lihat saja!. Oke sudah ipar, sa tidur dulu, besok sa harus bangun pagi jadi,” balas Gilbert percaya diri.

“Io, buktikan ipar, sa mendukung ko. Info saja kalau perlu bantuan ipar. Oke selamat istrahat ipar,” balas Ani mendukung Gilbert mencari proses pembenaran dokumen Rene Wassing.

“Oke ipar,” balas Gilbert menutup telfon.

Pagi terasa cepat. Gilbert melewati malam begitu singkat. Sebelum tidur Gilbert gelisa mengingat wajah Defe yang ayu memanjakan. Seakan senyum Defe membuat Gilbert tertidur hangat.

“Gilbert…Gilbert!!!!, ayo bangun bongkar cepat, jangan lambat Gilbert sayangku, ayo, Gilbert!!!,” bisik Defe dalam telingga berulang kali. Gilbert kaget bangun dengan suara teriak.

”Defe!!!!!!” teriak Gilbert kaget bangun jam 06:01 wit.

Pagi Jam 07:00 wit. Gilbert duduk di teras, minum teh dan biskuit roma kelapa sambil Ia memikirkan mimpi malam dan metode mengumpulkan informasih tentang kematian Michael Rockefeller. Gilbert menyiapkan beberapa pertanyaan:

Apakah masyarakat Asmat pernah melihat atau mendengar tentang Michael Rockefeller? Kalau pernah, apakah Michael Rockefeller dibunuh atau hilang? Kalau tidak, bagaimana dengan informasi tentang Michael Rockefeller di makan suku Asmat yang informasinya sudah mendunia melalui buku dan dunia internet?

“Sob selamat pagi,” sapaa Bartol sudah melihat Gilbert sedang sarapan depan ruang kamar hotel dengan santai.

“Sobatku pagi. Ayo sarapan dulu,” sambut Gilbert ceriah memberi Bartol tempat duduk.

“Kita dua ketemu kepala suku Asmat dulu baru ke Museum Kebudayaan Asmat” jelas Gilbert untuk perjalanan di hari pertama.

“Oke sob aman,” balas santai Bartol sambil minum teh.

Markas Central Intellgence Agency (CIA), Langley, Virginia ramai dengan dokumen rahasia Rene Wassing yang berhasil di kirim ke atas nama email gilbert90@gmail.com oleh Defe dari Belanda. Baru ditemukan. Setelah beberapa hari ramai di kantor CIA.

Kantor BIN (Badan Intelijen Negara) Indonesia di kagetkan dengan anggota Intelijen dari Amerika (CIA) yang tiba-tiba memerintahkan kejar warga negara Indonesia bernama Gilbert. BIN perintah semua keamanan RI mengejar Gilbert di seluruh Indonesia. Tim BIN turun ke kampus UI, mengejar jejak Gilbert.

“Gilbert sudah satu minggu yang lalu berangkat ke Asmat untuk mengambil data tentang misteri hilangnya Michael Rockefeller sebagai tesis doktoralnya pak,” jelas Dosen Dr. Dian Sulistiawati kepada tim BIN di ruang dosen.

“Ini berbahaya!!!. Hubunggi Kapolda Papua, perintahkan tangkap atas nama Gilbert di Asmat,” tegas ketua tim BIN dalam ruangan dosen.

“Tolong telfon sekarang, tanya dia dimana? Beri dia waktu yang singkat untuk proses pengambilan datanya, jangan sampai Dia lari ke pelosok kampung,” perintah tegas kepada Dosen Dr. Dian Sulistiawati.

Dua hari berlalu di kota diatas papan penuh lumpur. Gilbert sudah bertemu dengan Kepala suku besar Asmat dan pengelola (kurator) Museum Budaya Asmat. Gilbert sudah memiliki data hasil wawancara yang sama sekali berbedah jauh dengan informasih yang selama ini beredar dibuku-buku, media asing di internet.

Kepala suku dan kepada badan pengelola museum Asmat meneteskan air mata sambil berkata, ”Kami tidak memakan manusia, tidak pernah masyarakat kami membunuh Michael Rockefeller, apalagi memakanya. Kami tidak pernah dengar cerita tentang Michael Rockefeller itu di Asmat sini”

“Sa dosen telfon dari kampus,” ucap Gilbert melihat handphone yang berdering di kamar hotel. Bartol sedang duduk santai isap rokok di kursi sambil otak atik handphone memantau grub whatsapp (WA) Kepolisian Daerah Asmat.

“Sob!, jangan bilang ko di Asmat,” perintah Bartol kepada Gilbert.

“Sob ini sa dosen pembimbing,” balas Gilbert santai.

“Io angkat sudah tapi kasi speaker,” balas Bartol. Dunia Kepolisian sudah ramai dengan informasih pencarian Gilbert di seluruh Indonesia. Bartol belum beri tahu Gilbert. Bartol ambigu, harus bagaimana. Menjalankan perintah Negara atau melindungi sahabat terbaik SMA.

“Siang Pak Dosen,” jawab santai Gilbert setelah merespon telfon.

“Gilbert bagaimana kabar Asmat? Sudah sampai dimana kamu ambil datanya,” tanya dosen pembimbin dengan santai diruang dosen bersama tim BIN sedang melotot mendegarkan.

Gilbert merasa aneh dengan pertanyaan melalui telfon. Biasanya Dosen tidak mungkin menelpon kecuali Gilbert menelponnya setelah chat.

“Jangan bilang ko di Asmat!!” suara bisik tegas dari Bartol setelah mendekat dekat Gilbert.

“Kasi mati telfon sekarang!!!” suara tegas Bartol sambil berdiri memerintah Gilbert.

“Keluarkan kartu dan kasi pata buang keluar jendela cepat sob,” suara cemas Bartol memerintah Gilbert.

“Kenapa Sob? ada apa ini?,” tanya Gilbert melihat tindakan aneh Bartol. Bartol terlihat kawatir dan gelisah. Ambigu dalam dua pilihan yang berat. Sahabat atau Perintah Negara.

Hari kedua Gilbert di Asmat. Bartol sudah mendengar informasi pencarian Gilbert di kantor Polisi Wilayah Asmat. Semua divisi sudah bergerak cari Gilbert. Bartol termasuk Polisi yang di tugaskan mencari Gilbert untuk menangkap. Tapi karena Gilbert teman SMA yang sudah menjadi sahabat baik_Bartol lindungi Gilbert. Bartol sudah berjanji jauh hari setelah Gilbert sampai di Tanah Asmat. Akan lindungi Gilbert di Asmat sampai pekerjaannya tuntas.

Bartol ajak Gilbert berpindah hotel dengan identitas Gilbert yang lain. Diatas motor menuju hotel lain, Bartol sudah beritahu soal Gilbert di cari Polisi Indonesia setelah ada tekanan dari negara asing. Mereka di hotel Sang Surya. Hanya 100 meter dari hotel pertama. Gilbert sudah panik, namun Bartol akan bekerja keras melindungi Gilbert sesuai janji pada sahabat terbaik.

“Sob kita jangan tinggal disini, kita harus pergi. Kita harus pergi ke Kampung Otsjanep, bersembunyi disana,” kata ajak Gilbert panik kepada Bartol depan hotel Sang Surya.

“Ok sob, kita akan ke Otsjanep, tapi sama saja,” balas Bartol tidak setuju mereka berangkat ke kampung Otsjanep.

“Sob, mereka kejar sa karena dokumen rahasia Rene Wassing, sa ke Asmat untuk membenarkan dokumen itu dan membongkar ke publik,” jelas Gilbert percaya Bartol bisa menjaga rahasia.

“Sob sudah dapat data dari kepala suku to, bongkar sudah!. Biar sa yang pura-pura tangkap ko dan sa juga aman dan sa bisa naik pangkat. Kan intinya ko bongkar dokumen itu to,” ajak Bartol segera bongkor dokumen Rene Wassing.

“Tidak sob, sa harus ke Kampung Otsjanep, melihat keadaan disana dan ketemu masyarakat disana,” balas Gilbert tidak ingin mengubah tujuan yang Ia atur sebelum ke Asmat. Gilbert menolak permintaan Bartol.

“Ia tapi Sob lihat keadaan ini!!, sob dicari dan akan di tangkap. Lebih baik ko bongkar baru dapat tangkap sob. Mereka sudah perintahkan semua personil di seluruh Indonesia. Sob aman disini karena ada sa depan ko ini,” tegas Bartol coba beri jalan keluar depan Gilbert dengan wajah memohon. Tapi Gilbert tetap menolak dengan keras.

“Sob tidak perlu temani sa!! sa akan ke Kampung Otsjanep. Sob pulang saja, sa bisa pergi sendiri. Sa akan lari jauh dan bongkar dokumen Rene Wassing ini. Sob ko pulang sudah!!” balas Gilbert dengan marah, Gilbert merasah dibujuk dengan Bartol dengan tujuan yang lain. Duga Bartol punya rencana lain.

“Tidak sobatku!, sa akan tetap bersama ko. Okei besok pagi kita akan ke kampung Otsjanep,” balas Bartol akan bersama Gilbert kemana pun pergi sesuai janjinya.

Sore Bartol keluar dari hotel setelah mereka dua berdebat panjang. Bartol ikut kemauan Gilbert. Bartol keluar mengamankan speatboat untuk besok subuh berangkat ke Kampung Otsjanep mencari data, dan bersembunyi dari pengejaran Polisi Indonesia. Bartol kembali ke hotel setelah mampir ke rumah ambil pistol dan pekean. Malam bersama Bartol dan Gilbert di hotel. Besok pagi buta mereka dua harus keluar dari hotel menuju dermaga papan dibibir laut Asmat.

Malam sebelum tidur, Gilbert cerita semua tentang dokumen Rene Wassing yang dikirim Defe dari Belanda malam itu. Gilbert cerita tentang kematian Defe sampai air matanya keluar. Bartol berpendapat setelah Gilbert bercerita; sepertinya Defe bukan bunuh diri tapi dibunuh. Gilbert semakin yakin setelah Bartol perlihatkan Intelijen asing memerintahkan Intelijen Indonesia cari Gilbert melalui grub whastapp khusus Kepolisian Indonesia dan Asmat.

“Benar sob, itu yang sa pikir juga,” balas Gilbert sependapat dengan Bartol kalau Defe dibunuh karena dokumen Rahasia Rene Wassing.

“Hallo Ani, sa mau bilang kalau Defe itu di bunuh dengan motif gantung diri,” jelas Gilbert kepada Ani melalui sambungan telfon. Harapan Gilbert, Ani lanjutkan cerita pada keluarga Defe.

“Akh…!!! Io ka ipar? siapa pelakunya?” balas Ani kaget bertanya.

“Io Ani, gara-gara dokumen Rene Wassing tentang hilangnya Michael Rockefeller di Asmat. Sa ada cari informasi yang cukup mendukung dengan Dokumen itu. Sa akan bongkar nanti. Dokumen ini Defe kirim tengah malam, paginya Defe mati gantung diri. Terus sekarang ini polisi ada kejar sa lagi ini. Mungkin mereka mau bikin sa seperti Defe lagi ka? tapi tidak, sa akan bongkar. Cukup mereka bunuh sa pu cinta Defe,” jelas Gilbert kepada Ani yang sudah terbawa emosi dan sedih di Jayapura.

“Tidak ada kata lagi ipar. Tuhan lingdungi ko Gilbert,” balas Ani dukung Gilbert.

Pagi seperti biasa di kota Asmat. Matahari sudah keluar. Cuaca lumayang cerah diatas hotel Sang Surya. Gilbert dan Bartol bangun terlambat. Pagi jam 07:00 wit. Bartol membagunkan Gilbert untuk bersiap pergi ke bibir pantai, tempat Bartol memarkir Speatboat. Tidak sarapan dan bersantai seperti malam pertama Gilbert di hotel pertama. Suasana telah berubah. Tegang dan cemas. Gilbert harus membongkar dokumen Rene Wassing_catatan rahasia tentang hilangnya Michael Rockefeller di wilayah kampung Otsjanep. Selangkah lagi.

“Angkat tangan kalian!!!” suara megapone Polisi wilayah Asmat sudah sergap hotel Sang Surya dari subuh. Dari banyak arah mulut senjata keluar ke arah Gilbert dan Bartol. Tepat depan pintu keluar hotel saat melangkah pergi. Bartol tidak bisa berkata-kata walaupun Dia juga Polisi yang bertugas lama di Asmat. Gilbert ekor mata ke Bartol dengan penuh harapan. Bartol hanya melihat dan membalas tatap Gilbert sambil tarik napas dalam-dalam. Gilbert dan Bartol diborgor besi.

“Sob tidak ada kata-kata lagi sampai disini,” kata Bartol dalam mobil Polisi yang tertutup kuat kepada Gilbert.

“Sob, ko luar biasa, sa tidak tau persahabatan ini akan sampai dimana,”balas Gilbert tidak berdaya dalam genggaman borgor besi. Gilbert akui Bartol memang sahabat sejatih.

“Bagaimana dengan dokumen itu?” tanya Bartol menatap sedih wajah Gilbert.

“Mereka sudah sita semuanya sob. Tapi sa sudah kirim ke Ani dan teman-teman Antropologi Papua tadi malam,” jelas Gilbert dengar santai. Gilbert dan Bartol diseret dari dalam mobil ke kantor Polisi.

“Turung kau penghinat Negara,” kata Polisi menyeret Bartol keluar dari mobil.

Bartol senyum melihat teman Polisi yang memperlakukanya seperti tidak perna bersama dalam tugas Negara. Gilbert sudah menyerahkan apapun yang akan terjadi, seperti juga Bartol dalam pikirannya. Gilbert percaya dokumen rahasia yang berhasil ditutupi akan terbongkar dimata publik. Gilbert dan Bartol dalam penjara. Bercerita kembali kisah-kisah masa SMA. Ceriah.

(Oleh: Nomen Douw)

Post. Admind

Selasa, 24 Oktober 2023

Terbitkan Buku Kedua Dengan Berjudul "Universitas Mataram Menangkap Mahasiswa Papua dan Terancamnya Kebebasan Akademik Bagi Mahasiswa Papua"

Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua Lombok-Melangkah Tanpa Alas Kaki_AMP KK Lombok: Terbitkan Buku Kedua Dengan Berjudul "Universitas Mataram Menangkap Mahasiswa Papua dan Terancamnya Kebebasan Akademik Bagi Mahasiswa Papua"

“Orang boleh pandai setinggi langit, Tapi selama ia tidak menulis maka ia hilang di dalam masyarakat dan sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” (Pramoedya Ananta Toer) Kita akan memilih jalan perjuangan tidak dengan kata-kata, tetapi dengan pena” (Mayon Soetrisno, 2001:254)

Tulis semua yang kau tahu tentang bangsamu. Bangsa tertindas yang selama berabad-abad membisu. Tulis! Sebuah tulisan, tidak akan berarti apa-apa bila tidak diumumkan. Tulisan itu menjadi suara hanya bila telah disebarluaskan, karena itu jangan ragu-ragu untuk mengumumkan tulisan. Tulisan kaum pergerakan menjadi kekuatan sesudah dibaca orang. Karena itu jangan ragu-ragu umumkan tulisanmu. Kau akan menumbuhkan suatu kekuatan tak terduga.” ( Sumber: Mayon Sutrisno: Arus Pusaran Soekarno: Roman Zaman Pergerakan: 2001: 203, 214).

Saya menulis buku ini merupakan lanjutan dari buku saya pertama yang berjudul melawan pembungkaman ruang kebebasan akademik dan kriminalisasi mahasiswa Papua di Universitas Mataram dan buku yang anda sedang baca ini buku saya kedua yang terdiri dari lima BAB. Yakni:

 BAB I Tentang Penulis Nyamuk Karunggu.

BAB ll Tentang Menjumpai Dengan Kawan-kawan Mahasiswa Universitas Mataram.

 BAB III Tentang Kritik Terhadap Gerakan Mahasiswa Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat.

 BAB IV Tentang Rangkuman Pembungkaman Ruang Kebebasan Akademik dan kriminalisasi Terhadap Mahasiswa Papua dan Solidaritas Indonesia Di universitas Mataram.dan

 BAB V Rangkuman Tentang Skripsi Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Bangsa West Papua Sebagai Solusi Demokratis.

https://suaraapiperlawanan.com/pendidikan/amp-kk-lombok-buku-kedua-terbitkan-dengan-berjudul-universitas-mataram-menangkap-mahasiswa-papua-dan-terancamnya-kebebasan-akademik-bagi-mahasiswa-papua/

Post. Admind

Apakah Dialog adalah Solusi, Masalah atau Sarana Penyelesaian Konflik West Papua...?

Bagian I

Banyak Pihak telah mendorong Penyelesaian Konflik West Papua. Salah satunya adalah Dialog. Dialog sendiri, bukan Wacana baru, namun itu telah didorong dan disampaikan oleh Tim 100 Papua kepada BJ. Habibie pada waktu itu. Bahkan Dialog menjadi salah satu Keputusan Bangsa Papua melalui Kongres Papua II Tahun 2000. Dialog yang dimaksudkan itu adalah Dialog Internasional. Namun, itu tidak pernah terjadi. Walaupun memang saat itu (1999 - 2001) kesatuan dan persatuan Bangsa Papua terakomodir di dalam Presidium Dewan Papua (PDP). 

Setelah mangkatnya pemimpin bangsa Papua, Alm. Dortheys Hiyo Eluay (10 November 2001), Otsus mulai diberlakukan di Papua. Frasa "Dialog" menjadi "Tabu". Bahkan oleh Pdt. Dr. Beny Giay menyatakan Dialog itu ibarat "Rebus Batu". Walaupun demikian, Alm.Pater Dr. Neles Tebay, Pr secara konsisten terus mewacanakan Dialog. Sejatinya, dimulai sejak tahun 2008, sampai pada 2010, Alm. Dr. Neles Tebay, Pr mendirikan Jaringan Damai Papua (JDP) bersama Dr. Muridan. Berbagai Lokakarya dan FDG dilakukan guna menjaring pemikiran / gagasan serta aspirasi untuk menciptakan Papua Tanah Damai (PTD). 

Barulah di tahun 2011, puncak konsolidasi JDP , menyelenggarakan Konferensi Perdamaian Papua (KPP). KPP inilah melahirkan 5 juru Runding dari West Papua, misalnya Beni Wenda, Octo Mote, Leony Tanggahma, dst. Frasa "Dialog" tidak menjadi "Tabu" lagi. Walau memang ada penolakan sana-sini. 

Memang, peran yang dimainkan JDP yang dikoordinir oleh Pater. Dr. Neles Tebay dan Dr. Muridan menimbulkan "Paradoxa" tersendiri. Di sisi lain, mereka dituduh sebagai Pendukung Separatis West Papua atau Pendukung "Papua Merdeka Harga Mati". Pada lain pihak, mereka dicurigai sebagai pendukung "NKRI Harga Mati". Dalam kondisi ini, Pater Dr. Neles dan Dr. Muridan tetap konsisten mendorong Dialog. 

Barangkali yang terpenting bagi mereka (Pater Neles dan Muridan), Jakarta dan Papua mestinya duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dalam forum Dialog. Namun, itupun mestinya ada pihak netral sebagai Fasilitator, Mediator dan Observer (Pengamat). Pemikiran ini tergambar jelas di cover buku Alm Pater Dr. Neles Tebay "Dialog Jakarta-Papua: Perspektif Papua, terbitan tahun 2010". Memang tidak tersurat atau disebut secara eksplisit pihak Netral tersebut itu Siapa....? Ini mengandaikan pihak Netral yang dimaksud adalah para pihak yang mendapat Pengakuan dan atau disetujui atau diterima oleh Indonesia maupun Papua. Dalam bahasa lainnya, Jakarta maupun Papua menerima dan menyepakati pihak netral tersebut. 

Barangkali, dalam pemikiran JDP waktu itu (Alm. Pater Neles dan Alm. Muridan) Jakarta dan Papua sama-sama memilki Satu Konsep dan atau Visi Bersama Tentang Papua Tanah Damai (PTP). Ini juga tersurat dalam buku tersebut di atas, di mana Alm. Pater Neles juga merujuk pada Hasil konsep Papua Tanah Damai (PTP) dari Sekretariat Keadilan dan Perdamaian (SKP) Keuskupan Jayapura, yang waktu itu (tahun 2000) merumuskan hasil Lokakarya Pemimpin Agama di tanah Papua. 

Selain itu, juga merujuk pada hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI, kini BRIN) tentang Papua Road Map (PRM, tahun 2009) yang merumuskan 4 akar masalah Papua, mendapatkan perhatian penting di mana sejumlah bagi JDP, barangkali mesti dipetakan, agar setiap Aktor Konflik terlihat jelas berdasarkan kepentingannya masing-masing.

Bersambung....

Post. Admind

Senin, 23 Oktober 2023

Dokumen Rahasia AS Ungkap Bukti Baru Perjuangan Papua Merdeka

Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua Australia-Melangkah Tanpa Alas Kaki-Sebuah foto arsip yang menggambarkan pertemuan antara Presiden Soekarno dengan para pemimpin Papua pada 1963 (Foto: common. Wikimedia).
    
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sejumlah dokumen Kementerian Luar Negeri AS dan Kedutaan Besar AS di Jakarta yang semula dianggap rahasia memberi bukti-bukti baru bahwa aspirasi merdeka rakyat Papua sudah muncul sebelum wilayah itu berintegrasi dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

Dokumen-dokumen itu bahkan mencatat bahwa sejumlah tokoh pro-kemerdekaan Papua pernah meminta bantuan dana kepada pemerintah AS pada pertengahan tahun 1960-an untuk melawan apa yang mereka anggap upaya kolonisasi oleh Indonesia. Namun permintaan itu ditolak.

Wartawan Associated Press (AP), Stephen Wright, mengungkapkan keberadaan dokumen itu dalam laporannya yang kemudian dilansir oleh Washington Post (10/12) dengan judul APNewsBreak: Files Show Birth of Papua Independence Struggle.

Dokumen-dokumen ini, menurut laporan AP, merupakan bagian dari ribuan halaman komunikasi kabel antara Departemen Luar Negeri dan Kedutaan Besar AS di Jakarta dari tahun 1960an yang awal tahun ini dibuka untuk umum (dideklasifikasi). Sebanyak 34 peti surat-surat telegram itu  disimpan di National Archives and Records Administration AS di Maryland dan para periset sedang berupaya membuatnya dapat diakses secara online.

Dokumen-dokumen tersebut, menurut Stephen Wright, menambah bukti historis tentang ketidakpuasan rakyat Papua yang mendalam terhadap Indonesia, di tengah bentrokan antara kelompok separatis Papua dengan aparat keamanan Indonesia di Tembagapura, Timika, baru-baru ini. Isu Papua akhir-akhir ini telah terangkat ke dunia internasional, termasuk do Sidang Umum PBB.

Salah satu surat telegram dari Departemen Kemlu AS pada 1966 mencatat "kefasihan dan intensitas" Markus Kaisiepo, seorang pemimpin Papua yang diasingkan, yang berbicara dengan pejabat senior AS tentang "penderitaan yang menyedihkan orang-orang Papua di bawah kekuasaan Indonesia."

Kaisiepo mengatakan bahwa orang Papua bertekad untuk memiliki kemerdekaan namun sama sekali tanpa sumber keuangan atau peralatan militer yang dibutuhkan untuk "bangkit melawan penindas Indonesia." Kaisiepo bertanya apakah AS "dapat memberikan uang dan senjata secara diam-diam untuk membantunya dan gerakannya."

Permintaannya tersebut ditolak. Penolakan  yang sama juga dialami oleh Nicolaas Jouwe, salah seorang tokoh yang pernah memperjuangkan kemerdekaan Papua. Selain permintaan bantuan ke AS pada bulan September 1965, permintaan kepada Australia juga diajukan dan mengalami penolakan.

(Catatan: Markus Kaisiepo adalah saudara dari Frans Kaisiepo, yang pada tahun 2013 dinobatkan oleh pemerintah RI sebagai pahlawan Nasional. Nicolaas Jouwe pada tahun 2010 kembali ke Indonesia dari pengasingan di Belanda dan mendapatkan kewarganegaraan sebagai WNI).


Sebelum laporan Stephen Wright ini, pada tahun 2004, dokumen yang sebelumnya dianggap rahasia yang terkait dengan Papua, juga telah dideklasifikasi. Dokumen itu pun memunculkan pertanyaan tentang pengambilalihan Papua oleh Indonesia. Dokumen-dokumen yang dikeluarkan oleh Arsip Keamanan Nasional swasta mengindikasikan bahwa pejabat pemerintahan Nixon menyimpulkan bahwa Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 di Papua dicurangi oleh Indonesia untuk keuntungan negara itu sendiri. Namun dokumen itu juga mencatat bahwa Henry Kissinger, penasihat keamanan nasional, menasihati Presiden Richard Nixon untuk mengungkapkan pengertian dan pemahaman tentang aneksasi tersebut, saat berkunjung ke Jakarta.

Militer Menjarah Papua

Dokumen-dokumen tersebut juga menunjukkan bagaimana pejabat Indonesia menjarah Papua setelah Indonesia masuk ke wilayah itu pada tahun 1962 dan membuat jatuhnya standar hidup, yang memicu kemarahan rakyat. Namun, sumber kebencian terbesar adalah keengganan Indonesia untuk menghormati perjanjian PBB dengan Belanda, yang diawasi AS, yang mengamanatkan bahwa rakyat Papua akan memutuskan melalui pemungutan suara apakah akan bergabung dengan Indonesia atau memiliki pemerintahan sendiri.

Setelah pasukan PBB meninggalkan Papua, orang Indonesia secara sistematis menjarah bangunan pemerintah dan mengirim barang rampasan ke Jakarta, menurut telegram pada bulan April 1966, mengutip Kaisiepo. Rumah sakit yang dibangun oleh Belanda dijarah: tempat tidur diambil demikian juga peralatan sinar-X dan obat-obatan. Juga meja-meja diambil dari sekolah-sekolah dan tentara mencuri segala sesuatu "yang mereka sukai" dari rumah-rumah pribadi.

Telegram lain yang mengutip misionaris Amerika yang bekerja di Papua menggambarkan kekurangan pangan yang meluas, dan pejabat Indonesia membeli semua barang konsumsi dan mengirimnya keluar Papua untuk mendapatkan keuntungan. Sebaliknya, saat pengiriman barang dan makanan tiba di pelabuhan, tentara Indonesia mengambil alih.

Dokumen tersebut juga mengungkapkan bahwa aspirasi merdeka rakyat Papua menimbulkan pro-kontra di dalam Departemen Luar Negeri AS. Dokumen itu menggambarkan bahwa di kalangan pejabat Deplu AS sendiri terdapat pendukung kemerdekaan Papua.

Pada bulan Agustus 1965, pejabat kedutaan besar AS di Jakarta, Edward E. Masters, merekomendasikan Kemlu AS membocorkan informasi mengenai pemberontakan rakyat Papua terhadap penguasa Indonesia di Papua kepada pers dunia. Menurutnya, bila hal ini tidak diungkap, rakyat Papua akan menderita "penaklukan kolonial yang sempurna" oleh Indonesia.

Mengutip peran AS dalam menegosiasikan perjanjian 1962 antara Belanda dan Indonesia, Masters menulis "Tampaknya kita memiliki tanggung jawab khusus untuk menyaksikan bahwa persyaratan perjanjian tentang pemenuhan keinginan hakiki rakyat Papua dihormati." 

Sementara itu berbeda dengan Masters, telegram lain yang ditulis oleh Duta Besar AS untuk Indonesia, Marshall Green, menggambarkan bahwa rakyat Papua masih hidup dalam "zaman batu". "Cakrawala mereka sangat terbatas," katanya, dan mereka tidak dapat menentukan masa depan mereka sendiri. Ini bertentangan dengan penilaian lain oleh kedutaan besar AS sendiri tentang luasnya keinginan masyarakat Papua untuk merdeka. 

Berita tentang perlawanan rakyat Papua  terhadap Indonesia, yang dimulai sekitar bulan Maret 1965, mulai bocor dari Papua saat misionaris Amerika yang bekerja di wilayah tersebut mengunjungi Jakarta dan pejabat kedutaan memperoleh informasi dari pihak militer Indonesia. Pada bulan Juni 1965, pemberontak Papua melancarkan serangan skala penuh ke sebuah posko pemerintah di kota Wamena yang menewaskan setidaknya selusin tentara Indonesia dan sejumlah orang Papua yang tidak dikenal.

"Tidak tersedia data jumlah orang Papua yang terbunuh tapi satu informan menggambarkannya sebagai 'pembantaian', karena hampir satu-satunya senjata di tangan orang-orang Papua di dataran tinggi adalah pisau dan busur dan anak panah," kata sebuah telegram yang dikirim dua bulan kemudian. 

Dokumen yang sama melaporkan bahwa pemberontak menguasai sebagian besar Manokwari, sebuah kota pesisir utama, pada awal Agustus dan mempertahankannya selama seminggu sampai dipukul mundur oleh tentara Indonesia. Pembantaian oleh pasukan Indonesia bulan sebelumnya mungkin merupakan katalisator untuk serangan tersebut. Seorang misionaris Belanda mengatakan kepada pejabat A.S. bahwa pemberontak telah menembak tiga tentara yang mengibarkan sebuah bendera di sebuah lembah dekat Manokwari pada akhir Juli. 

"Reaksi Indo brutal," kata sebuah telegram yang ditransmisikan pada bulan September 1965. "Tentara pada hari berikutnya menyemburkan peluru pada orang Papua yang terlihat dan banyak pejalan kaki yang tidak bersalah di jalan ditembak mati. Kepahitan yang diciptakan tidak mudah disembuhkan."

Pada awal 1967, ada desas-desus yang terus berlanjut di dalam dan di luar negeri bahwa 1.000 sampai 2.000 orang Papua telah terbunuh oleh sebuah kampanye pengeboman Angkatan Udara Indonesia.  Pemerintah Indonesia menyangkal hal itu, dan mengatakan bahwa yang terbunuh adalah 40 kepala suku dalam "penerbangan" yang dijalankan oleh seorang pembom angkatan udara sebagai tanggapan atas penyergapan terhadap polisi paramiliter, menurut sebuah telegram pada April 1967. Jumlah polisi yang terluka dalam penyergapan: dua orang.

Bukti-bukti Lainnya

Bukti-bukti bahwa sesungguhnya aspirasi merdeka rakyat Papua sudah muncul jauh sebelum integrasi Papua ke dalam NKRI juga diungkap oleh Yuling Malo, dalam skripsinya yang berjudul Organisasi Papua Merdeka 1960-1969. Skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra Program Studi Sejarah di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, tahun 2017 itu, mengutip berbagai kajian yang dilakukan oleh para ahli Indonesia, yang menggambarkan bahwa rakyat Papua sebelumnya sudah dipersiapkan oleh Belanda untuk memiliki pemerintahan sendiri.

Dalam salah satu bagian dari skripsi itu digambarkan bahwa puncak tuntutan rakyat Papua (Barat) untuk memiliki pemerintahan sendiri terjadi tahun 1960-an. Pada saat itu banyak tuntutan yang datang kepada pemerintah Belanda sebagai pihak yang memegang kendali administratif dan politik di Papua Barat, agar Papua Barat diberi kemerdekaan sebagai negara yang berdaulat. 

Menurut Yuling Malo, upaya Belanda terhadap tuntutan itu adalah Belanda mulai memperkenalkan suatu bentuk demokrasi yang datang dari atas ke bawah. Bentuk dempkrasi itu adalah Belanda membentuk suatu badan yang merupakan perwujudan dari demokrasi di wilayah Papua Barat yang diberi nama Nieuw Guinea Raad atau Dewan Nieuw Guinea. 

Pada bulan Februari 1961 Belanda melangsungkan pemilihan umum baik langsung maupun tidak langsung untuk membentuk sebuah parlemen Niewu Guinea Raad. Menurut Vander Veur, sekitar 54.000 orang Papua berpartisipasi dalam pemilu dan ketika Dewan Niewu  diresmikan pad 5 April 1961 orang-orang Papua menduduki 22 kursi dari 28 kursi yang tersedia.

Yuling Malo menjelaskan Belanda memang menjanjikan kemerdekaan kepada rakyat Papua melalui proses dekolonisasi menuju kemerdekaan. Setelah kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Belanda mempersiapkan kemerdekaan Papua sekaligus untuk mempertahankan kepentingan dan kontrolnya atas wilayah itu. Oleh sebab itu Belanda merencanakan untuk memberikan status pemerintahan sendiri kepada Irian Jaya selambat-lambatnya tahun 1970-an, dan status pemerintahan itu pun tergantung pada proses kemajuan pemerintahan di Irian Jaya (Papua).

Namun, kemudian Belanda meninggalkan Papua pada akhir bulan Desember 1962 yang diikuti pula oleh perginya tokoh pro-kemerdekaan Papua yang anti-Indonesia, seperti Markus Kaisiepo, Nicolaas Jouwe, Herman Wamsiwor, Ben Tanggahma, Dick Sarwon, dan Jufuwai. Setibanya mereka di Belanda, mulailah terdengar adanya Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang menyuarakan kemerdekaan Papua.

Perihal penjarahan yang dilakukan oleh militer RI di Papua, tampaknya bukan hal asing. Skripsi Yuling Malo menggambarkan bahwa  pada tahun 1965 dan 1966, keadaan ekonomi di Indonesia pada umumnya sangat buruk, dan memberikan pengaruh sangat terasa di Papua. Penyaluran barang-barang kebutuhan pangan dan sandang ke Papua sering terlambat. Ditambah pula dengan tindakan petugas RI yang memborong barang-barang yang ada di toko dan mengirimnya ke luar Papua untuk memperkaya diri masing-masing. 

"Akibatnya Papua mengalami kekurangan pangan dan sandang. Kondisi yang demikian ini tidak pernah dialami oleh rakyat Irian Jaya pada masa penjajahan pemerintahan Belanda," demikian Yuling Malo dalam skripsinya.

Editor : Eben E. Siadari

Baca juga:

Arsip Rahasia AS Ungkap Rencana Deklarasi Papua Merdeka
LP3BH: Arsip Rahasia AS Bukti Baru Pelanggaran HAM di Papua

TERPOPULER
Artikel ini telah tayang di satuharapan.com dengan judul "Dokumen Rahasia AS Ungkap Bukti Baru Perjuangan Papua Merdeka", Klik untuk baca: <a href="https://www.satuharapan.com/read-detail/read/dokumen-rahasia-as-ungkap-bukti-baru-perjuangan-papua-merdeka?fbclid=IwAR16JHS85f3TeEALjQ7CU1-T-u-V6CtDrHzgKwwWrtaj88xKb77W5p9l27o">https://www.satuharapan.com/read-detail/read/dokumen-rahasia-as-ungkap-bukti-baru-perjuangan-papua-merdeka?fbclid=IwAR16JHS85f3TeEALjQ7CU1-T-u-V6CtDrHzgKwwWrtaj88xKb77W5p9l27o</a>
Penulis : Wim Goissler

Post. Admind

𝐁𝐮𝐤𝐭𝐚𝐫 𝐓𝐚𝐛𝐮𝐧𝐢,𝐁𝐚𝐳𝐨𝐜𝐚 𝐋𝐨𝐠𝐨, 𝐀𝐥𝐞𝐧 𝐡𝐚𝐥𝐢𝐭𝐨𝐩𝐨 𝐝𝐚𝐧 𝐁𝐞𝐧𝐢 𝐰𝐞𝐧𝐝𝐚.

𝐒𝐞𝐠𝐞𝐫𝐚𝐡 𝐌𝐞𝐧𝐣𝐞𝐥𝐚𝐬𝐤𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐑𝐚𝐤𝐲𝐚𝐭 𝐒𝐮𝐤𝐮 𝐖𝐚𝐥𝐥𝐚𝐤 𝐝𝐚𝐧 𝐏𝐢𝐫𝐚𝐦𝐢𝐝.𝐓𝐞𝐫𝐠𝐚𝐢𝐭 𝐊𝐓𝐓 𝐈𝐈 𝐔𝐋𝐌𝐖𝐏 𝐃𝐢 𝐏𝐨𝐫𝐯𝐢𝐥𝐚 𝐅𝐚𝐧𝐮𝐚𝐭𝐮.

𝐊𝐚𝐫𝐞𝐧𝐚 𝐑𝐚𝐤𝐲𝐚𝐭 𝐖𝐚𝐥𝐥𝐚𝐤 𝐝𝐚𝐧 𝐏𝐢𝐫𝐚𝐦𝐢𝐝 𝐬𝐮𝐝𝐚 𝐛𝐢𝐧𝐠𝐮𝐧 𝐚𝐫𝐚𝐡.𝐋𝐢𝐡𝐚𝐭 𝐓𝐮𝐥𝐢𝐬𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐟𝐨𝐭𝐨 𝐝𝐢 𝐛𝐚𝐰𝐚𝐡 𝐢𝐧𝐢.
𝐊𝐚𝐫𝐞𝐧𝐚 𝐁𝐮𝐤𝐭𝐚𝐫 𝐒𝐞𝐧𝐝𝐢𝐫𝐢 𝐉𝐚𝐝𝐢 𝐏𝐢𝐩𝐢𝐧𝐚𝐧 𝐬𝐢𝐝𝐚𝐧𝐠 𝐊𝐓𝐓 𝐈𝐈.

Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua Kota porvila Fanuatu- Melangkah Tanpa Alas Kaki-Sayang Rakyat papua dan lebih khususnya Kita rakyat suku walak menuju kehancuran dalam PERJUANGAN PEMBEBASAN BANGSA PAPUA BARAT. 

Sudah jelas KTT II ULMWP semua utusan dari delegasi masing2 ikut KTT II. ULMWP sama-sama menaksikan hasilnya .

 baru disini ada penolakan hasil KTT II ULMWP , apakah.....?disitu Mereka lakukan KTT II itu sepihak satu dua orang....?

  kebinggungan akal sehat kita bikin barang ane-ane , bawah Rakyat mu mejunu kemana...? 

 Rakyat yang terhormat PERJUANGAN papua merdeka ada dalam negeri. bukan ada di langit, inggris. America, vanuatu dan dll. papua merdeka ada di tangan Rakyat Papua itu sendri .
Rakyat jadi pejuan. 
Pejuan jadi Rakyat. 

Aktivitas Papua Merdeka bukan sepenuhnya ada di luar negeri. Seperti apa yang diajarkan selama ini kepada rakyat pejuang. Janji-janjinya PALSU atau Nyata silahkan rakyat menilai sendiri. Tetapi sesungguhnya Papua merdeka ada di tangan rakyat Papua di dalam negeri revolusi.

Ini Hasil KTT II ULMWP di port Villa VANUATU. 
Jadi, Secara Resmi dalam Forum, KTT II - ULMWP di hadapan:
1. Dewan Adat Papua (DAP )
2. Dewan Gereja Papua ( DGP ) 
3. Exsekutive ULMWP
4. Legislative ULMWP
5. Yudikative ULMWP
6. Pimpinan & Delegasi WPNCL
7. Pimpinan & Delegasi NRFPB
8. Pimpinan & Delegasi PNWP
9. Organisasi Afiliasi
10. Organ gerakan Non afiliasi
11. Utusan TRWP
12. Para pendukung dari berbagai negara (Autralia, Indonesia, PNG, dll)
13. Panitia penyelenggara KTT - II ULMWP.

Dan Senin 4 September 2023 
| | pukul 12 : 24 Waktu setempat, secara resmi telah jumpa pers terbuka dan hasil KTT II ULMWP telah di serahkan kepada Pemerintah Vanuatu oleh pimpinan EXSEKUTIVE ULMWP.

Hasil KTT II ULMWP di port Villa - Vanuatu, Telah menetapkan sbb:

1. PRESIDEN. : Tn. Kebe Menase Tabuni 
2. WAPRES. : Tn. Oktovianus Mote
3. SEKRETARIS EXSEKUTIVE : Tn. Markus Haluk 
4. Urusan Luar Negeri.: Tn. Benny Wenda 
5. YUDIKATIVE. : Tn. Apolos Sroyer 
6. LEGISLATIVE. : Tn. Buktar Tabuni 

Tidak ada lagi yang nama nya:
1. Tidak membahas Pemerintahan sementara, Namun kembali kepada TRIAS POLITIKA.
2. Tidak membahas UUDS (demokrasi kesukuan).
3. Tidak membahas Green state.

Oleh sebab itu, semua produk UUDS pemerintahan sementara secara resmi telah GUGUR. Pada hari ini, rakyat pejuang dan solidaritas internasional telah menyaksihkan, mana yang benar dan mana yang salah. 

Rakyat Pejuang tetap semangat, bersatu, bangkit dan lawan sistem penindasan kolonialisme, kapitalisme dan imperialisme global (Lawan realitas penindasan).

Waspada Desain Konflik Untuk Hancurkan Gerekan Sipil KNPB.
Orang papua harus teliti dalam membaca informasi dan mengamati baik, kelompok ini sengaja di besarkan untuk hancurkan gerakan eksis, dan hal seperti ini suda perna di lakukan di negara-negara yang perna berjuang.

𝐎𝐓𝐇𝐄𝐍 𝐆𝐎𝐌𝐁𝐎. 

Post. Admind

Minggu, 22 Oktober 2023

Seruan Solidaritas Mendesak Pembebasan Ketua KNPB Wilayah Timika Yanto Arwakion

Seruan.
Oleh.Ones Suhuniap 
Jubir Nasional KNPB Pusat
Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua Timika- Melangkah Tanpa Alas Kaki-Pemerintah Indonesia Kapolri, Kapolda Papua Kapolres Timika segera Bebaskan Ketua KNPB wilayah Timika Yanto Awerkion Tanpa Syarat. Yanto bukan pembunuh, bukan teroris bukan penjahat kemanusiaan di Papua. 

Penangkapan, penahanan pemenjaraan terhadap Ketua KNPB wilayah Timika bentuk pembungkaman dan kriminalisasi terhadap perjuangan damai dilakukan Yanto Awerkion dan KNPB wilayah Timika. 

Yanto Awerkion menjadi korban skenario pihak-pihak yang selama ini transaksi amunisi dan senjata diduga oknum militer Indonesia. 

Kriminalisasi Yanto Awerkion tidak jauh beda dengan kasus penjualan atau transaksi senjata di Timika dampak pembunuhan dan mutilasi terhadap 4 warga Nduga Tahun lalu oleh militer Indonesia. 
Yanto Awerkion menjadi kambing hitam oleh oknum militer Indonesia berbisnis di papua lebih khusus wilayah Timika. 

Karena Yanto Arwakion adalah bukan anggota TPNPB dia adalah ketua KNPB wilayah Timika dan perjuangan KNPB jelas dalam sipil kota dengan damai dan bermartabat. 

KNPB sebagai organisasi sipil tidak pernah instruksikan anggota maupun pengurus Pusat sampai wilayah dan konsulat berjuang dengan kekerasan. Apa lagi KNPB memiliki senjata dan amunisi. 
Di Papua tidak ada pabrik senjata, pabrik peluru yang punya pabrik Indonesia, yang punya senjata dan peluru militer Indonesia. Oleh karena segera mendesak bebaskan Yanto Awerkion segera tanpa syarat.

Kepada seluruh anggota KNPB Pusat, wilayah, konsulat dan seluruh anggota KNPB di tanah air untuk segera kampanye untuk mendesak bebaskan Yanto Awerkion Ketua KNPB wilayah Timika. 
Kami juga meminta solidaritas di Indonesia, solidaritas internasional dan pemerhati HAM mendesak bebaskan Yanto Arwakion. 

Perlu diketahui bahwa Ketua KNPB wilayah Timika 6 kali ditangkap dipenjarakan oleh Indonesia di 

Post. Admind

Jumat, 20 Oktober 2023

KNPB Mendesak Komnas HAM Papua Maupun Komnas HAM Internasional Segerah mengungkap Pemerkosaan kedua Ibu Yahukimo

Tetesan Air Mata Ibunda-Kita Tua Yahukimo-Melangkah Tanpa Alas Kaki-Kabarwone.com | Kami (KNPB) Mendesak Kepolisian Segera Mengungkap Siapa Pelaku Pemerkosaan kekerasan terhadap dua Ibu di Yahukimo.

KNPB beharap supaya Peraturan yang telah diatur dalam Negara Indonesia tentang Perlindungan Terhadap Perempuan Dan Anak Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, Harus buktikan di Meja terhormat.

Kekerasan dan pemerkosaan terjadi terhadap ibu-ibu di Yahukimo belakangan ini. Tindakan kekerasan terhadap perempuan di Yahukimo membawa traumatis terhadap ibu ibu yang hidup dengan budaya berkebun.

Kami juga mendesak kepada pihak terkait dalam hal ini Komnas HAM Perempuan lembaga ham lainnya segera mengungkap pelaku pemerkosaan terhadap ibu di Yahukimo.

Pelaku pemerkosaan harus ditangkap dan diadili dengan hukum siapapun pelakunya. Kasus kekerasan dan pemerkosaan di Yahukimo tidak berperi kemanusiaan karena pelaku memperkosa korban lalu melakukan kekerasan.

Perlu memastikan apa Dua korban tersebut diperkosa atau kekerasan fisik perlu ada penyelidikan dan perlu investigasi. 

Karena satu orang meninggal satu orang kritis di rumah sakit Yahukimo, siapa pelaku apa motifnya.

Dimana pelaku menggunakan alat tajam merobek kemaluan korban tak berdaya mengakibatkan satu ibu meninggal dunia.

 Ini adalah kejahatan kemanusiaan khusus terhadap perempuan, kasus kekerasan seksual di Yahukimo harus diusut tuntas siapa pelaku yang sangat keji tersebut.

News Yahukimo 11 Oktober 2023

Kembali lagi pada hari ini Rabu 11 Oktober 2023 jam 08:17 wit satuan aparat TNI-POLRI melakukan pembunuhan atau mutilasi terhadap dua 2 ibu warga sipil berstatus petani di distrik dekai kab Yahukimo jln statik alamat lokasi baru.

KRONOLOGIS : 
Dini Pagi jam 08:17 wit 2 {dua} ibu pergi ke kebun untuk memanen hasil bumi, sesudah mereka tiba di kebun dua ibu tersebut melakukan proses penggalian ubi dan pemetikan sayur. Namun dalam waktu bersamaan para pelaku yang diduga Militer Indonesia tiba di kebun dan melakukan sikap kekerasan terhadap dua Ibu tersebut.

Para pelaku melakukan kekerasan terhadap dua ibu, hingga mereka mengalami luka berat sampai saat ini.

Dipastikan bahwa satu ibu atas nama AK 30 tahun meninggal dunia dan yang satu atas nama IE 34 tahun dalam kondi.
Post. Admind

ALIANSI RAKYAT NTB MENGGUGAT MENYATAKAN "JOKOWI PENGHINAt REFORMASI"

Tetesan air Mata Ibunda-Kota Tua Lombok-Melangkah tanpa Alas Kaki-Aliansi mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Lombok Nyamuk Karunggu Meruding TNI-Polri Bukan Keamanan Tapi Kriminal Di Papua Karena Kelakuan Mereka Seperti itu.

ALIANSI RAKYAT NTB MENGGUGAT MENYATAKAN "JOKOWI PENGHINAt REFORMASI"

Aksi protes damai ini akan berlangsung pada tanggal 20 Oktober 2023 

Beberapa organisasi yang gabung dalam Aliansi Rakyat NTB Menggugat antara lain adalah Front mahasiswa Nasional (FMN) Front Muda Revolusioner (FMR), Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Lombok, Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional (PEMBEBASAN) Kolkot Mataram,Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) Se-Bem Universitas Mataram dan beberapa organ lainnya di kota Mataram. 

Aksi mulai pukul sekitar 14.30 wita dengan orasi politik pergantian dan korlap memberikan kesempatan kepada kawan-kawan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Lombok maka kawan Nyamuk Karunggu menyampaikan orasi politiknya terkait dengan Rezim Jokowi yang kepentingan investasi sehingga pemerintah Indonesia merampas tanah-tanah milik rakyat seperti Wadas,Rempang, Kalimantan, Sirkuit Mandalika dan perampasan tanah bangsa West Papua atas nama kepentingan pembangunan nasional atas nama kepentingan infrastruktur dan atas nama investasi global. 

Kawan Nyamuk juga sampaikan bagaimana kolonialisme Indonesia melalui TNI-Polri Memperkosa dan membunuh rakyat Papua Barat sejak tahun 1960-an sampai sekarang itu merupakan kejahatan pelanggaran HAM berat dan pelanggaran HAM berat di Papua Barat tidak bisa di selesaikan oleh NKR karena NKRI adalah aktor di balik kejahatan kemanusiaan. Lebih lanjut operasi militer Indonesia di Nduga, Intan Jaya, Puncak Jaya, Yahukimo, Maybart,Pengunungan Bintang dan seluruh tanah west Papua merupakan kejahatan kemanusiaan dan kejahatan perang. Belum lagi militerisme Indonesia melakukan pemerkosaan terhadap ibu-ibu dan anak-anak di west Papua serta mutilasi terhadap rakyat Papua Barat merupakan kejahatan kemanusiaan. 

Lebih lanjut anti dengan nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai demokrasi adalah TNI-Polri maka kami rakyat Papua Barat Polisi tidak menyebutkan aparat keamanan akan tetapi melainkan Polisi adalah kriminal karena mereka punya watak dan karakter adalah kriminal, barbar dan kanibal itu jelas pangkas nya.

Satu tuntutan mahasiswa Papua bawakan adalah "Tarik militer organik dan non-organik dari Seluruh Tanah Papua Barat".

Post. Admind

STREEK RAAD (SR)_DEWAN RAKYAT MAPIA.

SERUAN!!
_________________________
Oleh. YETI,

PENYAKIT EKOSIDA : ANCAMAN TERHADAP LINGUNGAN HIDUP DAN MANUSIA SIMAPITOWA.
Tetesan Air Mata Ibunda- Kota tua Mapia- Melngkah Tanpa Alas Kaki-Manusia sebagai makhluk hidup sosial yang tergantung pada Alam SIMAPITOWA untuk hidup kodrat pada manusia adalah makan, minum, tempat tinggal, pakaiaan, dan mengelola alam didalam alam semesta. mengelola tanah dan hutan adalah wajib bagi umat manusia untuk bertahan hidup. tampa tanah, air, dan hutan adalah manusia tidak bisa hidup oleh sebab itu manusia simapitowa sebagai masyarakat mendidiami simapitowa untuk melestarikan budaya maupun lingungan hidup simapitowa demikian juga menjaga dan memelihara keanekaragaman hayati simapitowa.


Masyarakat adat simapitowa yang luas wilayah adatnya sebagai kearifan lokal yang bersandar kepada alam namun setelah mulai investasi dan ekspolitasi sumber daya alam masif setiap tahun sehingga masyarakat adat mulai tersingkir dari aktivitas pangan lokal sendiri perusahan pemodal mengakibatkan ambang kehancuran masyarakat adat simapitowa sehingga kehilangan energi daya untuk budidaya pangan lokal kembali.


Deforestasi dan ekspolistasi kayu kaladiri emas ditopo sampe KM 1000 dan kelapa sawit wami adalah bentuk kekerasan terhadap hutan simapitowa untuk menghancurkan ekstensi lingungan hidup masyarakat simapitowa, hari ini. deforestasi dan ekspolitasi kayu, emas, dan kelapa sawit inikan ekosida terbesar yang dilakukan oleh orang - orang yang tidak bertangunjawab atas kerusakan lingkungan disimapitowa yang sewenang - wenang dilakukan untuk kepentingan ekonomi oligarki negara indonesia dan kapitalis global tampa melihat dampak buruk terhadap kehidupan masyarakat simapitowa. terlalu masifnya deforestasi akan mengakibatkan kehancuran lingkungan hidup orang simapitowa maupun habitatnya yang ada di hutan. lingkungan simapitowa aktivitas seperti ini akan menyebabkan pencemaran limbah maupun banjir berskala besar karena pohonlah yang menahan air tapi dihancurkan alam simapitowa.

Aktivitas penambangan dan perkebunan kelapa sawit juga sebagai salah satu penyebab ekosida karena ini juga bagian dari penghancuran tempat tinggal manusia simapitowa maupun flora dan fauna. demikian juga menghancurkan sumber pendapatan bagi manusia simapitowa karena hari ini manusia simapitowa tergantung pada alam simapitowa. pertambangan dan perkebunan itu memiliki pencemaran yang luar biasa bagi lingkungan hidup manusia maupun ekosistem di simapitowa. 

Aktivitas pertambangan akan menyebabkan pencemaran berskala besar dilingungan tempat tinggal manusia, air, laut, sungai, kali, dan danau,. akan mencemari bahan kimia ini sasarannya pada manusia dan ekosistem disekitarnya. kemudiaan dari aktivitas perusahan perkebunan kelapa sawit akan menyebabkan tanah tandus berskala besar karena kelapa sawit menghisap air sampai kering sehingga pangan lokal akan hancur sampai tidak bisa bertumbuh kembali demikian juga banjir terus menerus akan terjadi ketika hujan.
Maka dengan demikian, Kami Dewan Daerah (Streek Raad)_Niew Gunea Raad(NGR) Mapia menyerukan kepada element rakyat Simapitoa, Dewan Adat Tota Mapia, KNPB, Kepala2 Suku, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Toko Mahasiswa(RPM Simapitoa), Tokoh Perempuan, Ikatan2 Pelajar dan Mahasiswa Lokal dalam Simapitoa dll, Segerah Konsolidasi Bersatu Menyikapi persoalan Perampasan Tanah Adat dan Pengrusakan Lingkungan(Ekosida) oleh Perusahaan-Perusahaan.

Demikian Seruan Konsolidasi ini kami serukan untuk Rakyat Bangsa Papua Lebih Khusus Rakyat Simapitoa.

Ketua Dewan Daerah (Streek Raad)_Niew Gunea Raad(NGR) MAPIA.

Post. Admind

DPR Papua Tengah Paulus Mote, Mengatakan Atas Nama Pembangunan Pemerintah Daerah Kabupaten dan Provinsi Jangan Merusak Hutan yang Ada

Tetesan Air Mata Ibunda-Kota Tua- Kota Jeruk 🍊 -Melangka Tanpa Alas Kaki - DPR Papua Tengah Paulus Mote: Mengatakan bahwa, Jang...